Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memanusiakan Manusia
22 Desember 2024 14:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aisyah Aminatun UR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sedang ramai di perbincangkan di laman sosial media, seorang penjual es teh yang dihina oleh seorang pemuka agama ketika berada dalam acara pengajian yang ia hadiri. Hal ini membuat masyarakat geram lantaran tidak selayaknya seorang pemuka agama yang semestinya memberi contoh yang baik serta menjadi panutan bagi para pengikutnya malah merendahkan orang lain yang hanya ingin mencari sesuap nasi untuk keluarganya.
ADVERTISEMENT
Indonesia dengan lebih dari 200 juta jiwa tentunya memiliki banyak kasus serupa yang mungkin akan kita temui di sekitar kita, hanya saja tidak disorot oleh media ataupun belum terkuak. Betul, masalah pemuka agama dan penjual es teh ini hanya sebagian kecil dari banyak kasus yang ada. Namun terlepas dari semua persoalan tersebut, apa hanya seorang pemuka agama saja yang tidak diperbolehkan menghina sesama? Bagaimana dengan yang lain?
Bertentangan dengan pancasila
Tentunya sebagai warga negara, kita mengetahui bahwa pemuka agama tersebut telah melanggar nilai–nilai yang terkandung dalam pancasila. Terutama sila ke dua, yang berbunyi “ Kemanusiaan yang adil dan beradab ”. Selain perlakuan buruk, pemuka agama tersebut juga berlaku semena–mena. Padahal butir pancasila ke dua mengajarkan kita untuk memanusiakan manusia. Terdapat poin memperlakukan sesama manusia dengan adil, menghormati serta berlaku baik kepada siapapun. Hal ini bukan hanya berlaku kepada pemuka agama saja, tetapi juga berlaku untuk semua manusia tanpa terkecuali. Bayangkan jika keluarga atau teman kita mendapat penghinaan, pastinya kita akan sangat kesal. Selain sila ke dua, penghinaan serta perilaku buruk juga bertentangan dengan sila yang lain seperti sila ketiga. Dalam sila ke tiga terkandung nilai–nilai tentang persatuan Indonesia dengan harapan agar warganya bersatu dan tidak membeda–bedakan antar sesama. Bisa saja terjadi kericuhan dan perpecahan antar bangsa akibat dari hinaan yang kita atau orang lain ucapkan, karena kita tidak akan pernah tau apa akibat yang akan kita terima dari perbuatan yang kita lakukan.
ADVERTISEMENT
Menjaga perkataan dan perbuatan
Zaman sekarang kita benar benar diuji untuk menahan lisan dan juga hati. Menahan lisan untuk tidak ikut berkomentar buruk atau ikut campur urusan orang lain, serta menahan hati yang berarti bersabar jika seseorang menghina kita. Banyak kalimat hinaan yang di balut dengan candaan ataupun candaan dengan maksud menghina. Bahkan bisa dilihat ketika ada acara kumpul bersama, contohnya saat hari besar dimana semua keluarga berkumpul maupun arisan kelurahan. Baik di dunia maya maupun nyata, hal–hal tersebut sudah dianggap lumrah. Namun yang harus kita ketahui bahwa tidak semua orang dapat menerima kata yang menurut kita pribadi sebagai candaan. Meskipun mungkin kita memang bermaksud berkelakar, tetapi tidak menutup kemungkinan jika mereka menganggap hal itu sebagai suatu hinaan. Diperlukan adanya kesadaran diri masing–masing dalam menahan lisan. Ibarat pribahasa Mulutmu Harimaumu.
ADVERTISEMENT
Akibat dari ucapan yang keluar dari mulut ataupun perbuatan,
nantinya setiap orang pasti akan mendapatkan balasannya. Banyak permasalahan hidup yang berawal dari gagal nya manusia dalam menjaga perkataan ataupun perbuatan. Bisa diambil pelajaran dari pemuka agama dan tukang es teh diatas, yang berujung pemuka agama tersebut turun dari jabatan nya sebagai utusan presiden serta kehancuran karirnya hanya karena kalimat kasar yang dia lontarkan kepada penjual es teh.
Berangkat dari berbagai masalah yang disebabkan karena tidak menjaga perkataan dengan baik, sudah seharusnya manusia berhati–hati dalam berbicara, baik kepada yang tua maupun muda serta selalu berperilaku sopan dimanapun berada. Karena bisa saja orang yang dihina saat ini, nantinya akan menjadi seseorang yang sukses atau kemungkinan buruknya dia akan membalas perlakuan penghina dengan tidak membiarkan hidupnya tenang.
ADVERTISEMENT
Memuliakan Manusia
Memuliakan disini maksudnya adalah menghargai serta menjaga perasaan siapa pun, sekalipun orang asing. Gusdur pernah berkata, “ Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya ”. Dengan berarti jika menghargai manusia lain, sama saja menghargai tuhan sebagai pencipta. Manusia sebagai makhluk sosial pastinya memerlukan orang lain dalam hidupnya. Memuliakan manusia juga dapat mempererat hubungan sosial kepada orang lain serta membuat pribadi lebih bahagia. Memuliakan manusia merupakan bagian dari berbuat baik.
Ketika melihat orang lain senang atas hal baik ataupun bantuan yang kita lakukan, tentunya kebahagiaan tersebut menular ke diri kita dan mampu membuat hari lebih terasa ringan dan menyenangkan. Telah terbukti pula bahwa berbuat baik bisa menghilangkan pikiran stress karena ketika menolong orang lain, manusia merasa berguna hanya dengan melihat respon bahagia orang yang dibantu. Setelah membantu orang, pasti seterusnya ketagihan lagi untuk terus membantu. Walaupun setiap hal ada baik dan buruknya, alangkah baiknya tidak perlu untuk merasa malu dalam berbuat baik sebab hal tersebut membawa banyak keuntungan dan sedikit memiliki kerugian. Kerugian ini pun hanya berlaku jika manusia berlebihan dalam berbuat baik melampaui kapasitasnya, seperti memaksakan bersedekah padahal diri sendiri juga kekurangan. Perlu diingat, segala sesuatu yang berlebihan juga tidak baik. Meskipun tidak semua orang akan membalas setiap kebaikan yang diberi, tapi yakinlah tuhan akan membalasnya dengan berlipat ganda.
ADVERTISEMENT