Konten dari Pengguna

Sudut Pandang Toponimi: Menjaga (Nama) Laut Natuna Utara dan Pulau-Pulau (1)

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
30 September 2021 10:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari belakangan ini, media pemberitaan ramai dengan perlunya bangsa Indonesia menjaga keamanan Laut Natuna Utara dan tentunya wilayah hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
ADVERTISEMENT
Berbicara Laut Natuna Utara tentu erat kaitannya dengan "keberanian" Indonesia yang membubuhkan teks Laut Natuna Utara pada sebuah Peta NKRI Edisi Tahun 2017.
Izinkan saya mundur ke belakang untuk mengulas sedikit perjalanan nama Laut Natuna Utara sekaligus contoh pentingnya penguatan penamaan Laut yang mempunyai potensi perseteruan di tingkat Internasional.
Kita mulai dari mengenal keberadaan Peta NKRI yang diinisiasi oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) pada tahun 2013. Kesadaran bahwa terdapat berbagai versi atlas Peta NKRI yang tampaknya perlu mempunyai satu peta referensi tunggal.
Kantor Badan Informasi Geospasial (Kredit Foto: Facebook Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia)
Asep Karsidi, Kepala BIG saat itu meminta tim teknis untuk menyusun Peta NKRI, kebetulan saya turut terlibat pada awal penyusunan Peta NKRI hingga tahun 2015. Peta NKRI ini dimutakhirkan tiap tahunnya tatkala terdapat informasi yang perlu dituangkan dalam peta untuk menggambarkan wilayah NKRI dari masa ke masa.
ADVERTISEMENT
Nah, perubahan cukup signifikan dan "berani" terjadi pada Peta NKRI Edisi Tahun 2017. Saat itu, posisi saya sudah di Belanda sehingga mendapatkan kabar mengenai apa yang dituangkan dalam Peta NKRI tersebut dari rekan-rekan teknis di kantor yang masih terlibat dalam penyusunannya.
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kredit Gambar Peta: Badan Informasi Geospasial (sumber: http://portal.ina-sdi.or.id/home/sites/default/files/pta%20nkri.png)
Hingg akhirnya, Peta NKRI Edisi Tahun 2017 ditandatangani penetapan pembaruannya oleh 21 Kementerian dan/atau Lembaga di kantor Kemenko Kemaritiman, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).
Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Kemaritiman menyebut ada 5 perubahan signikan pada Peta NKRI tersebut, di antaranya dibubuhkannya teks Laut Natuna Utara pada zona di bagian utara Laut Natuna.
Awal mengetahui informasi peletakan nama Laut Natuna Utara ini saya sudah was-was akan adanya respons dari Pemerintah China (Tiongkok) tentang penamaan unsur geografis nama laut tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya sempat bertanya ke tim teknis, konon katanya telah ada kesepatan perwakilan Kementerian/Lembaga dan yang menjadi dasar pertimbangan penamaan Laut Natuna Utara berkenaan dengan kegiatan migas yang sebelumnya telah menggunakan nama itu pada wilayah kolom air yang sama.
Harapannya adalah untuk memudahkan dengan adanya penggunaan nama yang sama, antara kepentingan migas dengan Peta NKRI sebagai referensi utama kewilayahan Indonesia.
Konsep dan dasar penamaan serta tindak lanjut pasca diletakkannya nama Laut Natuna Utara pada Peta NKRI inilah yang sempat saya pertanyaan dan ulas dalam opini di detik.com pada tahun 2017.
Mengapa hal tersebut sempat saya pertanyakan? Hal ini berkaitan dengan keberadaan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia yang telah dibubarkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Kemudian tugas dan kewenangannya dilimpahkan ke Badan yang menangani bidang informasi geospasial. Sayangnya, Badan saat itu tersebut tidak segera menyusun Peraturan Badan terkait Penyelenggaraan Nama Rupabumi.
Kemudian, pada bulan Agustus 2017 saat Delegasi Republik Indonesia menghadiri pertemuan Kelompok Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Nama Geografis di New York, produk Peta NKRI Edisi Tahun 2017 yang memuat peletakan nama Laut Natuna Utara tidak disampaikan dalam dokumen laporan negaranya.
Delegasi Republik Indonesia yang hadir dalam konferensi PBB untuk Nama Geografis ke-11 yang diselenggarakan pada Tahun 2017 di UN Headquarters, New York. Kredit Foto: UNGEGN (sumber: https://unstats.un.org/unsd/geoinfo/UNGEGN/docs/11th-uncsgn-docs/Photos/UNCSGN_002.jpg)
Selain itu, langkah lainnya yang perlu ditempuh adalah menyampaikan batasan (poligon) Laut Natuna Utara untuk didiskusikan dalam forum IHO (International Hydrographic Organization).
Salah satu peran dari lembaga tersebut adalah memastikan penamaan laut dan unsur bawah laut yang dilakukan oleh tiap negara untuk menjadi bagian dari peta laut sebagai acuan bersama dapat mengacu pada prinsip pembakuan nama geografi.
ADVERTISEMENT
Perwakilan IHO ini juga hadir dan menyampaikan laporan kegiatannya dalam pertemuan Kelompok Pakar PBB untuk Nama Geografis pada tahun 2017. Oleh karena itu, harapan saya bahwa Delegasi RI saat itu menyampaikan keberadaan Peta NKRI Edisi Tahun 2017 dalam pelaporannya dapat menjadi informasi awal.
Sebelum perwakilan RI untuk ke IHO menyampaikan dokumen peta laut dari Indonesia dengan penamaan Laut Natuna Utara di dalamnya. Hingga kini, Kementerian dan/atau Lembaga terkait penamaan Laut telah menyiapkan dokumen tersebut.
Namun, Laut Natuna Utara belum dapat dibahas di forum IHO, bahkan kabar terakhir dari situs IHO menginfokan bahwa mereka akan mengubah konsep penamaan laut dalam Peta Laut menjadi bentuk kodifikasi. Tampaknya hal ini berkaitan dengan sengketa penamaan Laut Jepang versus Laut Timur.
ADVERTISEMENT
Sengketa keduanya terus berlangsung dalam tiap pertemuan Kelompok Pakar PBB untuk Nama Geografis, selain tentunya berseteru juga di dalam forum IHO.
Menariknya, adalah Korea Utara dan Korea Selatan "bersatu" memprotes upaya Jepang yang senantiasa mendorong penggunaan nama "Laut Jepang" secara Internasional.
Korea Selatan berpendapat dalam tiap pertemuan, hingga artikel ilmiahnya bahwa nama "Laut Timur" merupakan salah satu nama yang umum ditemukan di peta Eropa Kuno atau setidaknya digunakan secara bersamaan.
Saat saya hadir dalam pertemuan PBB pada tahun 2012, menyaksikan perseteruan "ilmiah" tentang penggunaan nama Laut Jepang versus Laut Timur pada peta-peta kuno yang diklaim oleh masing-masing pihak.
Dari situlah saya makin menyadari urgensi penamaan laut dan pentingnya dokumen yang kuat sekaligus menjadi dasar pertimbangan dalam pemberian nama laut.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang memantik pertanyaan saya pada tahun 2017 mengenai sejauh mana kekuatan dasar penamaan Laut Natuna Utara yang disepakati penetapannya oleh 21 Kementerian dan/atau Lembaga terkait.
Semoga berkas penandatanganan serta catatan diskusi pada proses penamaan tersebut dilangsungkan masih tersimpan dengan baik dan dikelola sebagai arsip toponim penamaan Laut Natuna Utara.
Tulisan saya bagikan kelanjutannya lebih mendalam pada bagian ke-2.