Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sudut Pandang Toponimi: Praktik Penamaan GOR dan Stadion Menggunakan Nama Orang
7 Oktober 2021 14:53 WIB
·
waktu baca 7 menitDiperbarui 15 Agustus 2022 13:33 WIB
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertengahan September 2021, Lagi-lagi, sejumlah pemerhati dan pegiat toponimi (ilmu tentang penamaan unsur geografis) di Indonesia dikejutkan dengan berita nama GOR dan stadion.
ADVERTISEMENT
Nama geografi atau nama rupabumi atau toponim menjadi topik yang ramai dibahas kembali. Sejauh mana keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi tersosialisasikan?
Kami terkejut dengan penamaan menggunakan nama diri orang yang belum memenuhi periode minimal yaitu 5 tahun, untuk kemudian dapat digunakan namanya sebagai nama geografis.
Penamaan geografis, baik unsur alami (gunung, pantai, dan sebagainya) maupun unsur buatan (bangunan, gedung, jalan, dan sebagainya) mempunyai ketentuan yang dikenal sebagai prinsip penamaan.
Praktik penamaan yang disoroti dalam tulisan ini adalah nama GOR dan Stadion yang ramai dalam pemberitaan saat ini. Nama GOR maupun Stadion merupakan bagian dari nama geografis yang diatur tata cara pemberian dan penggantian namanya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah DKI Jakarta meresmikan gelanggang olahraga di Rorotan yang diberi nama sebagai Gelanggang Olahraga (GOR) Sekda Saefullah.
Media berita juga telah melansir tentang peresmian GOR tersebut. Masih ingatkah, sebelumnya juga ada penamaan GOR menggunakan nama pasangan ganda putri peraih emas Olimpiade Tokyo 2020.
Ternyata, selain nama GOR tersebut juga terdapat nama Stadion menggunakan nama orang yang masih hidup yaitu Stadion Lukas Enembe . Nama sebuah bangunan yang menggunakan nama seorang Gubernur. Sebelumnya, sempat bernama Stadion Papua Bangkit.
Tanpa mengurangi rasa apreasiasi terhadap cara penghargaan atau penghormatan saya terhadap para tokoh. Tulisan ini semata-mata melihat dari aspek penamaan geografis dan regulasi yang berlaku.
Nah, bagaimana sih penamaan tersebut dari sudut pandang toponimi? Izinkan saya bercerita dari sisi regulasi di Indonesia hingga praktik yang berlangsung dan diskusi para pakar yang berjalan sejauh mana.
ADVERTISEMENT
Penamaan, Ternyata Ada Regulasinya Lho!
Saya coba angkat penamaan yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dan Provinsi Papua. Penamaan fitur geografis/rupabumi bangunan yang menggunakan nama orang dimana ternyata ada ketentuan yang harus diikuti.
Ketentuan yang dibentuk berdasarkan resolusi internasional dan diadopsi dalam regulasi nasional dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi pada pasal 3 huruf g.
Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tanggal 6 Januari 2021. Regulasi penamaan geografis yang relatif baru.
Upaya sosialisasi ini menghadapi tantangan dalam menerapkan prinsipnya versus relasi kuasa dan kepentingan politik dalam penghargaan orang melalui pemberian nama.
Tantangan Prinsip Penamaan: Praktik Penggunaan Nama Orang di Asia Tenggara
Indonesia sebagai Sekretariat UNGEGN (United Nations Group of Experts on Geographical Names - Kelompok Pakar PBB untuk Nama Geografis) Divisi Asia South-East baru saja menjadi tuan rumah webinar Internasional tentang nama geografis di tingkat Asia Tenggara pada tanggal 30 Agustus 2021.
Acara menghadirkan narasumber yaitu pakar toponimi dari Belanda, Filipina, dan tentunya Indonesia. Acara dilaksanakan secara daring dan dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai negara anggota PBB.
ADVERTISEMENT
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mengatasi praktik penamaan geografis yang menggunakan nama diri orang yang masih hidup dan/atau telah meninggal namun belum memenuhi masa tunggu 5 tahun sebagaimana rekomendasi PBB?
Saat itu narasumber yang hadir sepakat bahwa adanya rekomendasi PBB yang tertuang dalam resolusi UNGEGN bahwa:
Permasalahan praktik penggunaan nama diri orang juga masih terjadi di Filipina, bahkan juga di Kanada sebagai negara yang giat menyampaikan urgensi resolusi UNGEGN tersebut.
ADVERTISEMENT
Artinya, dibutuhkan peran pemerintah sebagai pelaksana amanah dari PBB maupun yang semestinya berfungsi menjalankan peraturan pemerintah apabila ketentuan tersebut telah tertuang di regulasinya.
Diskusi mengenai bagaimana capaian penerapan regulasi pemerintah terkait penggunaan nama diri orang merupakan salah satu topik yang kerap dibahas oleh UNGEGN.
Bahkan, dalam pertemuan terakhir pada 2nd Session of the United Nations Group of Experts on Geographical Names yang diselenggarakan pada 3-7 Mei 2021 secara daring juga diulas kembali.
Saya mencermati poin penting dari pertemuan tersebut yaitu tiap negara anggota PBB perlu gencar melakukan edukasi dan peningkatan literasi toponimi.
Hal ini erat kaitannya dengan urgensi untuk penertiban penamaan geografis agar hindari penggunaan nama diri orang yang masih hidup dan telah meninggal setelah masa tunggu sesuai ketentuan tiap negara.
ADVERTISEMENT
Penghargaan, Relasi Kuasa, dan Tertib Administrasi Pemerintahan
Kemudian, saya pernah ditanya oleh seorang kawan bertanya, apakah salah memberikan penghargaan kepada orang yang telah berjasa melalui sebuah nama?
Nah, upaya pemberian penghargaan dalam bentuk penamaan geografis pada bangunan/gedung atau jalan maupun fitur lainnya, tentunya merupakan hal yang baik.
Namun, bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah dan resolusi penamaan geografis di tingkat Internasional apabila menggunakan nama diri orang yang masih hidup.
Semestinya pejabat publik maupun pemerintah memberikan contoh praktik baik dengan memahami regulasi yang ada terkait penamaan geografis.
Sehingga, upaya penyelenggaraan pembakuan nama geografis sebagai bagian dari upaya menjaga kedaulatan NKRI, melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat serta mewujudkan tertib administrasi pemerintahan dapat diwujudkan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Naftali Kadmon, salah satu pakar toponimi terkemuka juga menyampaikan bahwa penamaan geografis ini memang erat kaitannya dengan pemangku kepentingan yang memiliki kuasa untuk mengatur wilayahnya.
Beliau mencermati juga bahwa pemberian dan penggantian nama geografis bermuatan politik dapat ditemukan di setiap wilayah, terutama pada wilayah yang menderita ketidakstabilan administrasi pemerintahah, dan tentunya saat ada perubahan rezim lokal.
Secara umum situasi yang terjadi di dunia terkait penamaan geografis bahwa setiap kali sistem politik baru berkuasa, atau di mana pun wilayah geografis 'memperoleh' penguasa baru, maka potensi penggantian nama geografis untuk suatu fitur berpotensi diubah sesuai kepentingan penguasa baru.
Saya berpandangan bahwa permasalahan praktik penamaan ini akan kian marak dilakukan menjelang kontestasi politik menjelang 2024. Seorang kawan di sebuah grup WA berpendapat bahwa lembaga yang berwenang perlu melakukan sosialisasi ke 34 Gubernur Se-Indonesia melalui koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.
ADVERTISEMENT
Menurut kawan saya tersebut, langkah yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah dalam melakukan penamaan geografis yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tersebut berpotensi ditiru oleh banyak kepala daerah lainnya.
Dari sejumlah kejadian di tahun 2021 ini, tantangan penerapan ketentuan terkait praktik penamaan geografis dengan nama diri orang adalah keeratan hubungan antara toponimi, unsur relasi kuasa (power) atau politik.
Lalu, bagaimana langkah untuk mengenalkan keberadaan ketentuan penamaan geografis yang mesti ditempuh oleh Pemerintah Pusat?
Berikut langkah konkrit yang sekiranya dapat dilakukan:
ADVERTISEMENT
Saya berharap bahwa suatu saat nanti upaya penertiban penamaan geografis ini dalam diselenggarakan dengan lebih baik di tengah tantangan perpolitikan dan upaya baik kita dalam memberikan penghargaan atas jasa dan perjuangan anak bangsa.
Semoga permasalahan tertib administrasi pemerintahan ini dapat segera ditindaklanjuti agar penamaan geografis yang bertentangan dengan ketentuan prinsip penamaan tidak meluas.
Mari bersama merawat bangsa ini melalui penamaan fitur geografis atau rupabumi sesuai dengan prinsip dan kaidah penamaaan.
Bersatu dan gotong royong mewujudkan Satu Nama Rupabumi Baku, Satu Peta, Satu Bangsa, Satu Nusantara, INDONESIA. Merdeka!