Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Lupercalia ke Valentine: Transformasi Ritual Pagan Menjadi Perayaan Romantis
25 Desember 2024 8:17 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Aldi Ardiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari Valentine adalah momen yang dikenal sebagai hari kasih sayang, karena orang-orang merayakannya dengan hal-hal romantis dan penuh cinta. Umumnya, orang merayakan Valentine dengan memberi hadiah berupa bunga, cokelat, liburan, atau makan malam romantis bersama pasangan. Perayaan Hari Valentine selalu jatuh pada tanggal 14 Februari. Namun, di balik kemeriahannya, Hari Valentine memiliki sejarah panjang yang penuh makna, melibatkan tradisi kuno, legenda religius, dan perkembangan budaya modern.
ADVERTISEMENT
Umumnya, hari valentine dirayakan dengan banyak simbol cinta, dihiasi dengan pemberian hadiah, sebuket bunga, cokelat atau pernak-pernik yang melambangkan kasih sayang. Hampir seluruh negara merayakan festival ini setiap tanggal 14 Februari setiap tahunnya. Banyak juga yang mengacu pada beberapa sejarah valentine yang kompleks, namun sebuah sumber yang dilansir dari NPR mengatakan sejarah valentine sesungguhnya jauh dari simbol cinta dan kasih. Asal-usul festival yang ramai akan permen dan lambang "dewa asmara" ini sebenarnya berawal dari sebuah festival berdarah dan mengerikan bernama Lupercalia.
Valentine adalah cabang dari Lupercalia
Menurut History, Lupercalia adalah festival pagan kuno yang diadakan setiap tahunnya di Roma pada 15 Februari. Hari Valentine dipercaya oleh beberapa sejarawan sebagai cabang dari festival Lupercalia. Tidak seperti Valentine, Lupercalia adalah perayaan berdarah yang dipenuhi dengan kekerasan, seksualitas, perjodohan, dan hewan kurban. Festival ini bertujuan menangkal roh jahat, melawan ketidaksuburan, dan dirayakan pada abad ke-6 SM. Dilaporkan NPR, para pria berkurban hewan seperti kambing dan anjing, serta mencambuk para wanita dengan kulit binatang yang baru saja mereka sembelih.
ADVERTISEMENT
Seorang sejarawan bernama Noel Lenski dari University of Colorado di Boulder, mengatakan bahwa orang-orang yang merayakan Lupercalia dalam kondisi mabuk dan telanjang. 'Para wanita muda akan berbaris, dan para pria akan memukuli mereka,' ujar Lenski. Hal itu dipercaya dapat membuat para wanita tersebut 'subur'. Lebih brutal lagi, perjodohan dalam festival itu dilakukan melalui undian, di mana para pemuda akan mengambil nama-nama wanita dari sebuah wadah. Pria dan wanita muda itu akan dipasangkan selama festival berlangsung, dan bahkan bisa berlangsung lebih lama.
Asal-usul Lupercalia
Mengapa festival Lupercalia menjadi begitu mengerikan dan brutal, mungkin bisa dipahami dari sebuah legenda tentang asal-usul festival tersebut. Berdasarkan legenda Romawi, Raja Kuno Amulius memerintahkan agar dua keponakan laki-lakinya yang kembar, Romulus dan Remus, ditenggelamkan ke sungai Tiber sebagai pembalasan atas sumpah selibat yang dilanggar oleh ibu mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, seorang pelayan mengasihani dua anak itu. Pelayan itu meletakkan Romulus dan Remus ke dalam keranjang sebelum menghanyutkan mereka di sungai. Dewa sungai membawa keranjang berisi dua anak laki-laki itu ke hilir, dan keranjang itu tersangkut di sebuah dahan pohon ara liar yang menjulur. Kedua saudara itu diselamatkan dan dirawat oleh seekor serigala betina di sarangnya di dasar Bukit Palatine, tempat di mana Roma didirikan.
Kembar laki-laki itu kemudian diadopsi oleh seorang penggembala bersama istrinya. Singkat cerita, mereka berhasil tumbuh besar dan membunuh raja sekaligus paman yang memerintahkan kematian mereka. Romulus dan Remus lalu memberi nama goa tempat mereka dirawat oleh serigala betina, dengan nama Lupercal. Penamaan itu diduga untuk menghormati serigala betina tersebut dan juga menghormati Dewa Kesuburan Romawi, Lupercus.
ADVERTISEMENT
Ritual pengorbanan
Ritual Lupercalia berlangsung di beberapa tempat, seperti goa Lupercal, di Bukit Palatine, dan di ruang terbuka di Roma, di tempat pertemuan umum bernama Comitium. Festival Lupercal dimulai dengan mengorbankan satu atau lebih kambing jantan, simbol seksualitas, dan seekor anjing. Ritual pengorbanan itu dilakukan oleh Luperci yang telanjang, sekelompok pendeta Romawi. Setelah itu, kening kedua Luperci diolesi dengan darah binatang menggunakan pisau yang digunakan untuk pengorbanan dan masih berdarah.
Darah kemudian diseka dengan helai bulu kambing yang dibasahi susu, sementara Luperci itu tertawa. Para Luperci juga memotong kulit kambing yang dikorbankan, yang disebut 'thongs' atau 'februa'. Mereka mencambuk wanita mana pun yang berada dalam jarak dekat menggunakan potongan kulit hewan tersebut. Para wanita diduga menyambut cambukan tersebut sebagai bagian dari ritual kesuburan.
ADVERTISEMENT
Selama Festival Lupercalia, para pria yang memilih wanita secara acak dari sebuah wadah untuk dikawinkan selama festival sering kali jatuh cinta hingga festival berikutnya dan menikah. Seiring waktu, praktik telanjang selama Lupercalia kehilangan popularitas. Festival menjadi lebih 'suci' dengan para wanita masih dicambuk di tangan oleh pria yang mengenakan atribut tertentu. Dalam Life of Julius Caesar karya filsuf Plutarch, Caesar terkenal menolak mahkota emas yang diberikan kepadanya oleh Mark Antony selama pesta Lupercalia.
Muncul Santo Valentine
Ada beberapa legenda seputar kehidupan Santo Valentine. Legenda umum mengisahkan bahwa pada tanggal 14 Februari pada abad ke-3 Masehi, seorang pria bernama Valentine dieksekusi oleh Kaisar Romawi Claudius II. Valentine dieksekusi setelah dipenjara karena membantu orang Kristen yang dianiaya dan diam-diam menikahi pasangan Kristen yang sedang jatuh cinta.
ADVERTISEMENT
Mulanya, saat dipenjara, Valentine mencoba mengubah keyakinan Claudius menjadi Kristen. Claudius menjadi sangat marah dan memerintahkan Valentine untuk meninggalkan keyakinannya, atau dia akan dibunuh. Valentine menolak untuk meninggalkan keyakinannya, sehingga dia menerima eksekusi. Akhirnya, Valentine pun dipenggal. Legenda juga menceritakan kisah lain yang terjadi selama penahanan Valentine. Pria itu dikisahkan mengajari seorang gadis bernama Julia, seorang gadis buta yang merupakan sipir penjara.
Legenda menyatakan Tuhan memulihkan penglihatan Julia setelah dia dan Valentine berdoa bersama. Menjelang eksekusi, Valentine dikisahkan menulis catatan untuk Julia dan menandatanganinya sebagai perpisahan. Surat itu berbunyi, 'Dari Valentine-mu.' Beberapa sejarawan percaya bahwa lebih dari satu pria bernama Valentine dieksekusi oleh Claudius II. Terlepas dari ambiguitas seputar Valentine dan kehidupannya, Gereja Katolik menyatakannya sebagai orang suci dan mendaftarkannya dalam Martyrologium Romawi sebagai seorang martir pada 14 Februari.
ADVERTISEMENT
Asal hari Valentine
Berkat reputasi Santo Valentine, pada akhir abad ke-5 Masehi, Paus Gelasius I menghapus perayaan pagan Lupercalia dan menyatakan 14 Februari sebagai hari peringatan kematian Santo Valentine. Meski begitu, beberapa pakar Injil modern memperingatkan agar orang Kristen tidak merayakan Hari Valentine karena dianggap berasal dari ritual pagan yang mengerikan.
Hal itu tidak mengherankan karena Hari Valentine banyak dilengkapi dengan beberapa simbol dan warna yang juga sejalan dengan perayaan pagan Lupercalia. Warna merah pada bunga mawar merah Valentine 'disamakan' dengan darah hewan kurban Lupercalia, sementara warna putih pada bunga mawar putih Valentine juga mengingatkan pada susu yang digunakan untuk membersihkan darah.
Seperti banyak tradisi kuno, ada banyak ketidakjelasan seputar asal-usul dan ritual Lupercalia serta pengaruhnya terhadap Hari Valentine. Lupercalia tidak lagi menjadi perayaan umum karena alasan yang jelas, tetapi beberapa orang non-Kristen masih mengakui acara kuno itu pada 14 Februari (meskipun bukan sebagai Hari Valentine) dan merayakannya secara pribadi.
ADVERTISEMENT
Hari Valentine identik dengan cokelat
Di zaman dahulu, cokelat dianggap sebagai barang mewah yang hanya diperuntukkan bagi suku elit, yakni suku Maya dan suku Aztec. Seiring waktu, cokelat menyebar ke daratan Eropa sekitar tahun 1600-an. Namun, saat itu cokelat belum diidentikkan dengan perayaan Hari Valentine. Kemudian, pada tahun 1840-an, Hari Valentine diusulkan menjadi hari libur di sebagian besar wilayah Eropa. Untuk merayakan Hari Valentine, seseorang biasanya memberikan hadiah kepada pasangannya.
Keterkaitan cokelat dengan Valentine tidak lepas dari sosok Richard Cadbury, seorang keturunan keluarga produsen cokelat asal Inggris. Untuk meningkatkan penjualannya, Cadbury melakukan inovasi pada produk cokelat yang ia jual. Ia pun menambahkan mentega pada campuran biji kakao untuk menghasilkan rasa cokelat yang lebih enak. Hasil inovasi tersebut adalah lahirnya varian cokelat baru yang disebut dark chocolate atau cokelat hitam pekat.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1861, Cadbury mulai menjual cokelat yang diproduksi oleh perusahaannya dengan kemasan kotak berbentuk hati. Untuk mempercantik tampilan kotak cokelat miliknya, Cadbury menambahkan gambar Cupid dan bunga mawar di atasnya. Dari sinilah awal mula cokelat berkembang menjadi hadiah Valentine. Pada era pemerintahan Ratu Victoria, cokelat menjadi simbol kasih sayang dan rayuan. Karenanya, pada masa itu, pria muda menggunakan cokelat untuk mendekati perempuan, caranya adalah dengan memberikan sekotak cokelat untuk menunjukkan kasih sayangnya.
Namun, pada era Victoria, cokelat juga diibaratkan dengan hubungan dan seks. Karena itu, terdapat buku etiket pada masa itu yang mengingatkan perempuan lajang untuk tidak menerima cokelat dari laki-laki yang tidak dikenal. Pada masa itu, perempuan juga dianggap tabu memberikan cokelat kepada laki-laki. Namun, seiring waktu, kesan cokelat yang tabu mulai hilang. Pada akhirnya, tradisi memberikan cokelat kepada pasangan pada Hari Valentine ini menyebar dari Eropa ke berbagai negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Memberi Hadiah Valentine
Seorang psikolog yang sering menjadi pembicara di berbagai media dan universitas, Alexander Sriewijono. Menurutnya, tradisi memberikan hadiah di Hari Valentine lebih merupakan tekanan sosial. 'Hadiah di Hari Valentine itu bisa berupa barang, kalimat, dan lainnya. Tetapi, inti utamanya adalah pemberian perhatian,' ungkap Alex usai talkshow Toblerone Love Story, Cilandak Town Square, Jakarta, Minggu, 13 Februari 2011.
Lebih lanjut, Alex mengatakan, 'Tetapi perhatian itu seharusnya diberikan setiap hari.' Sehingga, hadiah di Hari Valentine itu lebih kepada pengaruh sosial yang kemudian menjadi tekanan sosial. Misalnya, ada teman yang diberikan bunga atau cokelat dari pasangannya, dan ia kemudian mengharapkan pacarnya juga melakukan hal yang sama. Awal mula pemberian hadiah di Hari Valentine bisa saja terjadi karena banyaknya film-film atau cerita yang di dalamnya berisi aktivitas ini, atau produk-produk yang membuat paket khusus Valentine, sehingga menjadikannya semacam sugesti atau tindakan yang mencerminkan kasih sayang tersebut.
ADVERTISEMENT
Awal mula pemberian hadiah di Hari Valentine bisa saja terjadi karena banyaknya film-film atau cerita-cerita yang berisi aktivitas ini, atau produk yang membuat paket khusus Valentine, sehingga menjadikannya sebagai sugesti atau tindakan yang mencerminkan kasih sayang tersebut.
Haruskah pemberian hadiah Valentine itu menjadi bagian dari kehidupan berpasangan? Alex mengutarakan, 'Kita tidak bisa menyalahkan film, produsen kartu, atau produk-produk yang dikeluarkan untuk Valentine. Hal-hal semacam ini kembali lagi kepada momen yang dialami pasangan. Jangan pula melihat hadiah dari segi harga yang diberikan, melainkan perhatikan proses dan maksud pemberiannya. Tetapi bila ada salah satu dari pasangan yang tidak bisa memberikan hadiah karena hal-hal prinsip, tidak masalah, karena intinya adalah kasih sayang, dan tentunya berdasarkan kesepakatan serta pemahaman keduanya.
ADVERTISEMENT
Alex memberi contoh, 'Misalnya, ada sepasang kekasih. Perempuan tersebut mengatakan bahwa dia ingin mendapatkan bunga di hari Valentine, sementara pria tersebut merasa risih harus ke toko bunga. Lebih baik jika pria tersebut mengatakan, "Saya tidak bisa membelikanmu bunga. Saya merasa tidak nyaman kalau harus ke toko bunga. Itu membuat saya merasa tidak nyaman. Tetapi kalau kamu mau, saya bisa mengantarmu keliling Jakarta naik motor di hari Valentine." Intinya, hadiah atau hal lainnya tidak harus menjadi fokus, yang penting adalah kesepakatan bersama. Karena hadiah itu sifatnya adalah bagian dari momen bersama pasangan.
Aldi Ardiansyah, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta