Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
BLPS TPPAS Legok Nangka Jangan Bebani APBD Kota Bandung
17 Juli 2021 13:40 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari JS Aldi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terkait pengelolaan sampah di Kota Bandung, Pemkot mengajukan permohonan persetujuan dari DPRD Kota Bandung terhadap rencana kerjasama pelayanan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka yang terletak di Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung. Karena, dua tahun mendatang kontrak kerjasama Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dengan TPA Sarimukti akan berakhir.
ADVERTISEMENT
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), DPRD Kota Bandung, Iman Lestariyono menuturkan TPPAS Legok Nangka menjadi salah satu pilihan karena TPA Sarimukti kontrak kerjasamanya akan berakhir tahun 2023 dan bila dipaksakan pun kondisinya sudah tidak layak.
"TPPAS Legok Nangka ini diperlukan karena Kota Bandung di tahun 2023 sudah tidak lagi bisa melanjutkan (penggunaan) TPA Sarimukti, TPA yang selama ini dipakai dengan kondisi sudah tidak layak sehingga TPPAS Legok Nangka menjadi pilihan utama," kata Iman.
Tambahnya, program ini diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dengan melibatkan 5 Kota dan Kabupaten se-Bandung Raya sebagai follow up program strategis nasional.
Iman menyatakan Fraksi PKS mendukung langkah Pemkot Bandung, namun dengan beberapa catatan. "Menurut Fraksi PKS ini sebuah keniscayaan kita ikut karena sudah menjadi program strategis nasional, kita dukung tapi tentunya dengan beberapa catatan. Di antaranya tipping fee yang harus dibayar oleh Pemerintah Kota Bandung harus dirasionalisasi, bagaimanapun akan menjadi beban APBD Kota Bandung apalagi saat pandemi ini yang menyebabkan krisis ekonomi dan merosotnya PAD (Pendapatan Asli Daerah)," ungkap Iman.
ADVERTISEMENT
Iman menyebut ada tiga catatan diantaranya terkait besaran Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS), biaya operasional pengangkutan, dan proses pemilahan.
Mulanya, Pemprov menawarkan skema pembiayaan 70%-Pemkot dan 30%-Pemprov. Namun, menurut Iman, skema tersebut sangat membebani Pemkot Bandung. Menanggapi tawaran skema tersebut, Pemkot kemudian menggelar rapat kerja (raker) dengan DPRD Kota Bandung pada tanggal 5-13 Juli lalu. Dalam raker itu juga dibahas terkait masukan perubahan skema menjadi 30%-Pemkot dan 70%-Pemprov, mengingat wilayah regional merupakan kewenangan Pemprov sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Harapannya kalau inisiasi dari provinsi itu pemahaman kami iya seharusnya dari Pemprov Jabar yang mengupayakan keseluruhan biayanya meski tanpa menghilangkan kontribusi dari Kota/Kabupaten sesuai dengan kemampuan (Kota/Kabupaten). Sehingga bisa saja berupa bantuan keuangan dari Kota Bandung ke Provinsi yang besarannya antara 20-30%," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Di antara 5 Kota/Kabupaten di Bandung Raya, setiap harinya, Kota Bandung menghasilkan sampah sebanyak 1.500 ton. Menurut Iman, bila sehari tak diangkut ke TPA, maka Kota Bandung akan menjadi ‘lautan sampah.’
"Sampah ini kalau ditunda jangankan sampai setahun nunggu, sehari dua hari aja Kota Bandung bisa menjadi ‘lautan sampah’ dan sebagai antisipasi kita menjalankan program yang sudah direncanakan," kata Iman.
Iman berharap Pemkot tetap mengoptimalkan program Kang Pisman (Kurangi; Pisahkan; dan Manfaatkan) sebagai upaya pengurangan sampah dari hulunya.
"Sampah ini seiring waktu akan terus bertambah sehingga program yang menjadi unggulan Kota Bandung, dengan prinsip 3R (Reduce, Recycle, Reuse), yang dipopulerkan dengan istilah Kang Pisman oleh Wali Kota Bandung Mang Oded, ini harus terus dioptimalkan. Jadi harapannya ini tetap karena bagian dari gerakan yang mengedukasi masyarakat dan juga program ini kalau dilaksanakan secara massif akan sangat efektif," harapnya.
ADVERTISEMENT