Konten dari Pengguna

Mengenal Non-Competition Clause dalam Perjanjian Kerja

M L Aldila Tanjung
Founder Aldi Tanjung and Co. - Counsellor at Law. Anggota Perkumpulan Perancang dan Ahli Hukum Kontrak Indonesia (PAHKI). Menamatkan studi S1 Hukum Universitas Sebelas Maret. You can reach me at [email protected]
14 Juli 2021 19:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M L Aldila Tanjung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penandatanganan Kontrak | Hak cipta gambar : www.canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Penandatanganan Kontrak | Hak cipta gambar : www.canva.com
ADVERTISEMENT
Pernah membaca salah satu pasal dalam perjanjian kerja/ kontrak antara anda dengan suatu perusahaan yang mencantumkan larangan bekerja untuk perusahaan sejenis dalam kurun waktu tertentu? Jika pernah, selamat karena artinya anda sudah berkenalan dengan Non-Competition Clause.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya apa yang dimaksud Non-Competition Clause?
Berdasarkan kamus hukum daring kelolaan Cambridge University, Cambridge Dictionary, Non-Competition Clause didefinisikan sebagai ‘an agreement that prevents an employee who leaves a company from working for another company involved in the same activity for a particular period’ atau dalam terjemahan bebas versi saya, Non-Competition Clause merupakan klausul yang membatasi seseorang untuk pindah bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang sejenis dalam kurun waktu tertentu.
Alasannya? Tentu saja demi menjaga kerahasiaan perusahaan sebelumnya.
Indonesia sendiri belum secara tegas mendefinisikan apa itu Non-Competition Clause kedalam peraturan perundang-undangan positif. Hal ini disebabkan karena indonesia menganut prinsip yang disebut oleh beberapa ahli sebagai principle of an independent and active (bebas-aktif) dalam bekerja dibuktikan dengan pasal 28 D ayat (2) konstitusi yang menjelaskan jika setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan konsitusi, pasal 31 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga menarasikan ketentuan yang identik, dimana pekerja memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau luar negeri. Menguatkan ketentuan a quo, pasal 38 ayat 2 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur hal yang sama, yakni setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
Sehingga sampai pada titik ini dapat disimpulkan, jika penyematan Non-Competition Clause dalam perjanjian atau suatu kontrak kerja dapat dianggap batal demi hukum karena telah melanggar unsur obyektif dari syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yakni unsur klausa yang halal, yang bermakna, setiap klausul yang dituangkan dalam suatu kontrak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
ADVERTISEMENT
Non-Competition Clause Vs. Rahasia Dagang
Jika di atas kita usai membahas dari perspektif hukum ketenagakerjaan, kini kita menggunakan perspektif hukum dagang sebagai pisau analisis.
Rahasia dagang menurut pasal 1 Undang-Undang nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik rahasia dagang.
Perlu diketahui, berbicara mengenai rahasia dagang berarti juga berbicara mengenai hak yang dapat didaftarkan ke Ditjen HAKI Kemenkumham. Kata 'dapat' disini berarti opsional, dapat didaftarkan atau tidak menjadi pilihan bagi pemilik rahasia dagang. Pada tulisan ini saya tidak membahas lebih detail perihal cara pendaftaran administrasi hukum tersebut.
ADVERTISEMENT
Lingkup dari rahasia dagang menurut UU Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum. Singkatnya, jika suatu informasi disalahgunakan untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi, maka sudah sepatutnya perbuatan dimaksud merupakan suatu bentuk pelanggaran dari rahasia dagang, dan oleh karenanya pemilik rahasia dapat menggugat secara perdata maupun melaporkan pelanggar secara pidana.
Pelanggaran ini menyasar siapa saja tanpa terkecuali, bisa mitra kerja, outsorcing, vendor, bahkan sampai pegawai / eks-pegawai dari suatu perusahaan yang memiliki rahasia dagang.
Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga ikut memasukkan klausa mengenai rahasia dagang meski porsi penjelasan relatif singkat. Tepatnya dalam pasal 23 yang menyebutkan jika pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang dilasifikasikan sebagai rahasia dagang sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
ADVERTISEMENT
Kemudian apa kaitan antara rahasia dagang dengan Non-Competition Clause? Jawabannya adalah mengenai bagaimana rahasia dagang tersebar oleh eks-pegawai.
Terdapat putusan menarik dan relevan yang dapat kita simak bersama, yakni putusan Pengadilan Negeri Cibinong nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi (pada saat tulisan ini terbit, kasus ini belum inkrah) antara perusahaan yang bergerak di bidang distribusi kimia (selanjutnya disebut penggugat) melawan eks-pegawainya (selanjutnya disebut tergugat) dimana alasan pelanggaran rahasia dagang digunakan sebagai salah satu posita gugatan wanprestasi terhadap tergugat.
Kasus bermula dari tergugat dengan jabatan terakhir sebagai sales head dari kantor penggugat mengundurkan diri dan masuk ke perusahaan sejenis kemudian melakukan aktivitas yang sama dengan yang dilakukan di kantor penggugat (dhi. menjual, memasarkan produk kimia) sebelum dua tahun setelah resign dari kantor penggugat.
ADVERTISEMENT
Tentang poin terakhir yang saya sebutkan di atas, penggugat rupanya telah menuangkan kedalam perjanjian kerja semasa tergugat pertama kali bekerja, dimana tergugat tidak boleh menjalankan aktivitas yang sama dengan aktivitas ditempat penggugat dalam kurun waktu 2 tahun sejak keluar dari tempat penggugat.
Mengenai apa yang dilakukan tergugat sehingga penggugat menggugat dengan alasan wanprestasi, akan saya kutip 2 butir posita milik penggugat berikut:
ADVERTISEMENT
Meski vonis akhir memenangkan tergugat karena penggugat tidak dapat membuktikan keaslian tanda tangan dari tergugat di perjanjian kerja serta penggugat juga tidak dapat membantah dalil tergugat yaitu ‘perjanjian di bawah tangan yang dibantah kebenarannya oleh salah satu pihak tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna’ sehingga alasan wanprestasi penggugat tidak dapat diterima, namun membaca uraian kasus wanprestasi atas perkara dimaksud, sesungguhnya dapat ditarik kesimpulan jika rahasia dagang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja apabila perjanjian kerja tersebut memuat Non-Competition Clause.
Kemudian yang menarik untuk disimak bersama, dalil penyematan Non-Competition Clause dalam perjanjian kerja yang dapat berakibat batalnya perjanjian demi hukum sebagaimana saya urai pada bab pertama dengan sendirinya menjadi gugur jika kita melihat dari perspektif hukum dagang.
ADVERTISEMENT
Kasuistis
Saya memahami betul kekhawatiran dari kalangan pengusaha jika pegawai akan membocorkan rahasia dagang perusahaan atau memberikan pengetahuannya yang mungkin bersifat rahasia kepada perusahaan baru tempat ia bekerja yang kebetulan merupakan perusahaan kompetitor atau perusahaan yang bertalian secara tidak langsung demi mendapatkan keuntungan komersil, namun sekali lagi, kita perlu melihat problematika ini dengan sikap yang arif.
Confidentiality agreement atau perjanjian kerahasiaan bagi saya sudah cukup mengikat kuat secara sempurna kekuatan pembuktiannya sepanjang perusahaan telah memastikan prosesi penandatanganan perjanjian sudah memenuhi kaidah sempurnanya perjanjian di bawah tangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1875 dan 1877 KUH Perdata (jika perusahaan memilih tidak membuat perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris).
Jika perusahaan memandang kasus rahasia dagang ke tahap yang lebih serius, saya menganjurkan agar perusahaan menempuh langkah berupa pendaftaran rahasia dagang ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kemenkumham. Dalam hal terjadi suatu pelanggaran, perusahaan dapat mempidanakan pelanggar pada kesempatan pertama.
ADVERTISEMENT
Untuk pegawai, pastikan berhati-hati dalam menandatangani suatu perjanjian kerja. Sebab perjanjian berlaku dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang sudah menandatangani. Jika terdapat Non-Competition Clause dalam perjanjian yang hendak anda tanda tangani, pastikan untuk memahami sejelas-jelasnya mengenai batasan-batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap kerahasiaan tersebut terlebih dahulu.
Sekali lagi, penyematan Non-Competition Clause dalam sebuah kontrak bersifat kasuistis. Meski konstitusi dan peraturan perundang-undangan mengatur secara limitatif dan memberikan perlindungan hukum terhadap seseorang untuk bebas mendapatkan pekerjaan, namun upaya preventif perusahaan untuk mengelola rahasia dagang dengan metode penyematan Non-Competition Clause nyatanya diakui dalam khasanah perancangan kontrak (studi kasus di PN Cibinong).
Semoga tulisan saya kali ini bermanfaat.
ADVERTISEMENT
** Pernyataan sanggahan: Publikasi tulisan ini dimaksudkan untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan saran Hukum. Setiap pandangan yang tertuang merupakan pandangan pribadi dan tidak mewakili badan maupun organisasi manapun. Setiap penggunaan materi yang terkandung di dalamnya adalah risiko pembaca dan penulis dibebaskan dari segala risiko hukum yang mungkin timbul dikemudian hari.