Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berjejer Masalah Kebumen Bakal Diretas dari Jatijajar
27 Juli 2020 6:25 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
Tulisan dari Alfi Rahmadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Daerah satu ini memang jawara industri agro. Dalam perencanaan pembangunan nasional jangka panjang, visi pembangunan kabupaten ini untuk periode 2005-2025 (20 tahun) “Kebumen yang Mandiri dan Sejahtera Berbasis Agrobisnis”.
ADVERTISEMENT
Di Jawa Tengah, Kebumen dikenal salah satu lumbung pangan nasional dan salah satu penyangga pangan padi di provinsi tersebut. BPS Kebumen dalam Angka 2019 mencatat: panen padi di daerah ini pada 2018 mencapai 451.233 ton dari 82.938 hektar luas panen dengan produktivitas mencapai 55,41 kuintal per hektar.
Pencapaian tersebut masuk lima besar lumbung pangan di Jawa Tengah periode 2018/2019 setelah Kabupaten Cilacap tertinggi pertama dan Kabupaten Grobogan tertinggi kedua. Kebumen masih sangat berpeluang tembus tiga besar bila diukur dari potensi ketersediaan lahan dan ketenagakerjaan petaninya.
Potensi pertanian padi Kebumen
Dari aspek ketersediaan lahan, dari total luas wilayah Kebumen sebesar 128.111 ha, BPS 2014 mencatat 39.748 ha (31,03%) di antaranya berupa lahan sawah dan 88.363 ha (68,97%) lahan kering.
ADVERTISEMENT
Peruntukan lahan kering pun, dalam catatan BPS 2014, terbagi menjadi lahan pertanian sebesar 42.799 ha (48,45%) dan bukan untuk pertanian sebesar 45.544 ha (51,55%). Jumlah tersebut hampir setengah dari lahan kering non-pertanian.
Pemkab Kebumen 2018/2019 menetapkan luas lahan baku sawah daerahnya seluas 42.478 ha. Pada periode yang sama, luas tersebut hampir sama dengan hasil pendataan Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI seluas 43.766 ha, Kementerian Pertanian RI (42.478.169 ha), dan BPS Kebumen dalam Angka (39.898 ha).
Dari aspek keterserapan tenaga kerja, BPS Kebumen dalam Angka 2006 mencatat: dari 26 total kecamatan di kabupaten ini, lebih dari 50 persen penduduknya pada 17 kecamatan bekerja sebagai petani. Sisanya, penduduk pada 9 kecamatan lainnya bekerja kurang dari 50 persen sebagai petani.
ADVERTISEMENT
Sayangnya walaupun memiliki potensi besar tersebut, tapi masih berjejer permasalahan pertanian di Kebumen, khususnya pertanian padi sebagai konsumsi pokok masyarakat di tanah air. Intinya: pertanian padi Kebumen belum digarap secara optimal. Masih digarap ala kadarnya, mentang-mentang dimanjakan oleh kesuburan alam.
Berjejer permasalahan
Permasalahan umumnya, antara lain lahan baku sawah makin menyempit atau terjadi alih fungsi ke sektor non-agro; harga pupuk melambung tinggi dan kelangkaan pupuk bersubsidi; menyusutnya jumlah petani; rendahnya produktivitas panen; jaringan irigasi rusak, tidak merata dan terhambat untuk kepentingan air minum; serta belum adanya penggilingan padi modern.
Ibarat rantai, semua permasalahan tersebut saling terkait satu sama lain. Tapi simpul benang kusutnya terletak pada permasalahan produktivitas panen. Di Kebumen, dari 40 ribuan lahan baku sawah, pembagian lahan sawah menurut sistem irigasinya terbagi menjadi lima jenis.
ADVERTISEMENT
Pertama, lahan sawah beririgasi teknis sebesar 50,34% dan hampir keseluruhan hanya dapat ditanami dua kali dalam setahun. Kedua, lahan sawah beririgasi setengah teknis sebesar 9,23 %. Ketiga, lahan sawah beririgasi sederhana sebesar 5,77 %. Keempat, lahan sawah beririgasi desa sebesar 2,65 %. Kelima, lahan sawah tadah hujan dan pasang surut sebesar 32,02 %.
Di semua lahan baku sawah beririgasi tersebut, panen padi rata-ratanya masih di bawah 5 ton gabah kering panen (GKP) per ha. Apalagi pada lahan sawah non-irigasi. Jumlah tersebut masih jauh dari target Mentri Kementrian RI 2015 mematok produktivitas panen padi di tanah air mencapai 6 ton GKP per ha.
Dijabar secara teknis, kendala peningkatan produktivitas panen di Kebumen tetap sama sebagaimana dijumpai pada daerah-daerah lumbung pangan di tanah air.
ADVERTISEMENT
Rentetan permasalahan teknisnya: ketidakseriusan pengelolaan; kondisi tanah sakit akibat pemupukan kimia secara berlebihan; mudah terserang hama atau organisme penganggu tanaman (OPT); ketidakmerataan penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) modern; tersendatnya aliran irigasi; dan sebagainya. Berbagai persoalan tersebut selalu menjadi kendala yang telah bergenerasi di tanah air.
Petani skala menengah dan besar Kebumen pada level semi industri dan industri pemilik mesin penggilingan, nyaris tidak membawa teknologi tepat guna pertanian, khususnya di sektor hulu, mulai dari pembenihan sampai mendekati masa panen. Situasi ini sama dengan berbagai program korporat dan CSR di Kebumen yang belum menyentuh secara serius di persoalan hulu itu.
Penggerak pertanian dari otoritas pemerintah daerah pun selama ini sepertinya tidur. Nyaris tidak memberi dampak signiifkan terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas panen.
ADVERTISEMENT
Teknologi pertanian yang diperkenalkan otoritas terkesan pemanis untuk menunjukan seolah-olah telah berbuat nyata. Padahal, memasukan teknologi yang salah, rentan ditiru oleh petani selain tidak peduli dengan teknologi walau tepat guna.
Tahun 2020 di tengah masa pandemik Covid-19 dan musim kemarau pada musim tanam kedua, situasi pertanian padi Kebumen nampak kian suram. Situasi ini dipicu oleh tersendatnya jaringan irigasi dan kelangkaan pupuk bersubsidi.
Pada persoalan jaringan irigasi, sejak satu tahun terakhir Pemkab Kebumen lebih memanjakan suplai air untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dibanding kepentingan irigasi untuk petani.
Pemkab Kebumen terkesan mengambil jalan pintas. Pada beberapa kecamatan di Kebumen, suplai air untuk PDAM diambil dari saluran irigasi dan bukan dari sungai-sungai besar secara langsung.
ADVERTISEMENT
Situasi tersebut sangat kontras dengan potensi lumbung air yang menjadi stok irigasi dan air bersih masyarakat Kebumen. Padahal ada belasan sungai besar di Kebumen. Seperti Sungai Jatinegara, Luk Ulo, Kretek, Gombong, Kali Medono, Kedungbener dan sebagainya.
Jaringan irigasi untuk petani yang dialiri dari anak-anak sungai besar tersebut telah hadir puluhan tahun lalu; jauh sebelum PDAM muncul.
Pada persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi, mencuat kelangkaan pupuk jenis Urea dan SP13 pada enam kecamatan. Situasi ini memaksa Pemkab Kebumen pada Juni 2020 meminta tambahan alokasi kedua jenis pupuk itu kepada pemerintah pusat sebanyak 4.000 ton.
Dua situasi pelik tersebut betul-betul memukul petani. Pendapatan petani yang sudah babak belur di masa Covid-19 bakal lebih bonyok lagi.
ADVERTISEMENT
Beberapa petani di sejumlah desa di Kecamatan Kebumen dan Kecamatan Mirit misalnya, sejak akhir Juni 2020 pasrah untuk tidak menanam padi. Bukan saja karena saluran irigasi akan dihentikan, atau buka-tutup untuk menusaplai air PDAM, tapi juga akibat kelangkaan pupuk bersubsidi.
Bagi petani yang nekat menanam pada musim tanam kedua juga menjemput resiko panen tidak maksimal. Mereka betul-betul berjudi nasib atas kebijakan Pemkab yang memanjakan PDAM setelah pertarungan keras menghadapi iklim musim kemarau yang jatuh pada musim tanam kedua.
Pada musim kedua memang biasanya produktivitas panen lebih rendah dibanding panen pada musim tanam pertama di masa penghujan.
Di Kecamatan Ayah misalnya. Pada musim pertama, rata-rata panen petani bisa mencapai 4-5 ton GKP per ha. Tapi pada musim tanam kedua di masa kemarau, panen tembus 3 ton GKP per ha saja sudah syukur alhamdulillah.
ADVERTISEMENT
Terobosan jangka pendek
Menghadapi situasi-situasi pelik pertanian padi di Kebumen, sejak pekan III Juni 2020 Yayasan Kedaulatan Pangan Nasional (YKPN) bersama Eno Syafrudien, mantu sulung Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin, tengah membuat rekayasa teknologi pertanian padi.
Dengan luas 8.000 meter (kurang 2.000 meter untuk mencapai 1 ha), atas supervisi YKPN, demplot ini digarap oleh Kelompok Tani (Poktan) Sri Tani Jajar di Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, kampung halaman mantu sulung Wapres RI itu.
Secara sosial-politik, tujuan pembuatan demplot ini tak lepas dari program Gerakan Moderasi Indonesia yang dipimpin Eno Syafrudien melalui jalan ekonomi kerakyatan.
Secara teknis, tujuan utamanya memberikan stimulus peningkatan produktivitas panen untuk kaum tani menghadapi berbagai permasalahan pertanian padi di Kebumen melalui percontohan nyata.
ADVERTISEMENT
Super genjah padi Trisakti menjadi pilihan YKPN dalam penggunaan varietas padi. Pengalaman YKPN di sejumlah daerah di tanah air menunjukkan padi Trisakti merupakan varietas paket hemat.
Kekhasan padi Trisakti antara lain berumur pendek. Usia semainya maksimal 15-20 hari untuk pindah tanam ke areal teknis sawah dan panen lebih cepat dibanding varietas padi konvensional, minimal 75 hari sejak tanam (HST) atau maksimal 80-85 HST. Sehingga padi Trisakti dapat ditanam tiga musim dalam setahun.
Kekhasan lainnya: daun padi Trisakti membentuk formasi bendera tegak sehingga cukup aman dari serangan burung. Menghadapi organisme pengganggu tanaman lainnya, padi Trisakti toleran terhadap penyakit blast, rumput, aneka wereng dan sebagainya.
Padi Trisakti juga cocok ditanam pada lahan kering atau sawah tadah hujan atau pun pada sawah yang tidak tergenang. Atau pada sawah yang pengairannya bisa diatur.
ADVERTISEMENT
Tinggi tanamannya rata-rata mampu mencapai 80 cm ke atas dengan jumlah bulir per malai rata-rata mencapai 250-an bulir. Bulirnya bernas atau full. Nyaris tidak ditemukan bulir yang kosong atau kopong. Dengan kekhasan ini, potensi panen super genjah padi Trisakti per ha bisa mencapai 8 ton GKP ke atas.
Secara teknis, bila gabahnya diolah menggunakan penggilingan padi semi modern atau modern, hasilnya pun bisa menjadi beras kualitas premium. Sebabnya, selain kekhasan teksturnya yang pulen, beras dari padi Trisakti cenderung berwarna putih kristal.
Proses penggilingan gabah menjadi beras dari padi inipun lebih mudah dan lebih aman. Sebab kulit atau sekam gabahnya tipis sehingga lebih mudah kering dengan kadar air yang rendah serta relatif mampu terjaga dari pecahan saat proses penggilingan.
ADVERTISEMENT
Semua kekhasan padi Trisakti pada demplot di Desa Jatijajar ini ditopang melalui penggunaan pupuk super berbasis organik berupa mikroba penyubur tanah.
Sebagaimana halnya Google, mesin pencari data pada internet, mikroba penyubur tanah ini beroperasi melacak potensi kandungan mineral tanah yang tersembunyi untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami.
Mikroba tersebut menyulap racun pada tanah menjadi pupuk alami. Mikroba ini mampu membuat bakteri lainnya bekerja secara sinergis. Tidak saja menyerap logam berat, tetapi juga menangkap unsur kimia alami untuk kesuburan tanah seperti N, P, dan K.
Satu di antara paket mikroba ini berupa phosmit yang merupakan nutrisi tambahan untuk tanaman dan mikroba. Keistimewaannya, antara lain daun tanaman menjadi lebih lebat, ranting dan batangnya lebih kokoh, buah lebih banyak dan besar serta tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit.
ADVERTISEMENT
Keistimewaan lainnya, selain mudah diaplikasi, phosmit ini mudah diserap oleh tanaman sehingga ketersediaan unsur hara terdistribusi secara merata untuk kurun waktu tanam. Ketersediaan unsur hara yang cukup dan berimbang pada phosmit ini menjadi menjamin kelangsungan pertumbuhan tanaman.
Selain itu juga dapat mempertahankan pH tanah ideal dan mempertahankan kelembaban tanah. Termasuk mampu mempercepat terurainya residu pestisida dan pupuk kimia sehingga menjadi hara plus bagi tanaman.
Penggunaan paket mikroba penyubur tanah ini dapat menekan inefisensi pupuk anorganik atau mampu menghemat penggunaan pupuk kimia di atas 70 persen. Jadi tidak tergantung dengan pupuk berbahan kimia di tengah kelangkaan subsidi.
Mikroba ini masterprice Prof. Dr. Ali Zum Mashar, salah seorang dewan pakar YKPN. Mikroba tersebut memang terbukti menjadi solusi untuk mereklamasi lahan kritis dan lahan bekas pertambangan yang digunakan oleh YKPN selama ini di sejumlah daerah.
ADVERTISEMENT
Penggunaannya sudah diterapkan di lahan bekas lumpur Lapindo, lahan gambut di seluruh Kalimantan, dan sejumlah daerah di tanah air. Bahkan pernah ‘menyulap’ gurun pasir di Abu Dhabi untuk difungsikan sebagai lahan pertanian.
Pengalaman empirik YKPN pada lahan kritis di Distrik Kurik, Merauke, Desember 2019, menunjukkan panen padi Trisakti berteknologi mikroba tersebut tembus rata-rata 7 ton GKP per ha dari total 11 ha demplot sawah.
Padahal sebelumnya, panen padi di areal tersebut tak sampai 1,5 ton GKP per ha karena saking tingginya kandungan asam dan besi pada sawah tersebut.
Sukses YKPN di Merauke itulah yang akan difoto copy di Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kebumen. Dan dari Jatijajar dapat menginspirasi sentra-sentra padi pada desa lainnya di Kebumen.[]
ADVERTISEMENT