Konten dari Pengguna

Filosofi Rumah Adat Sumba Timur, Miniatur Kehidupan Manusia

Alfonsinamelsasail
Kelana dulu. Perihal cerita, kita bagikan nanti!
11 Oktober 2023 9:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alfonsinamelsasail tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Rumah adalah tempat di mana kita menjadi diri kita yang sejati dan di mana kita dapat merasa aman dan diterima, --Bettina Schlorhaufer
ADVERTISEMENT
Definisi rumah yang disampaikan oleh penulis dan ilmuwan sosial, Bettina Schlorhaufer ini telah mewakili banyak definisi yang ku jumpai di berbagai platform, ya, aku juga memiliki pemahaman yang sama dengan ilmuwan di atas.
Rumah tidak selalu tentang bangunan, tidak selalu tentang fisik, yang perlu diperhatikan adalah maknanya, bagaimana kita mendalami, memahami, dan melihat ke dalam, bahkan di katakan bahwa rumah itu di mana kita dapat merasa aman, diterima, dan bisa menjadi diri kita yang sejati. Lantas bagaimana dengan rumah adat?
Aku ingin mengajak teman-teman untuk melihat bagaimana filosofi rumah adat di Sumba Timur, yang mana setelah menyerap ceritanya aku sangat mengagumi bagaimana masyarakat adat meletakkan semua filosofi kehidupan dalam keseharian mereka, bahkan filosofi-filosofi ini menjadi pedoman mereka dalam kehidupan dan dalam melihat segala hal yang terjadi.
ADVERTISEMENT

Makna Simbolik di Balik desain rumah Adat Sumba

Sumber: Dokumentasi pribadi
Aku seakan melihat miniatur kehidupan manusia dalam sebuah bangunan rumah adat, bagaimana tidak segala sisi yang aku duduki atau pandang memiliki makna tersendiri. Dimulai dengan bangunannya yang memiliki tiga tingkatan sampai pada detail-detail kecil semacam tiang dan kayu yang potongan-potongannya memiliki makna tersendiri.
Dijelaskan oleh Mama Raja bahwa setiap rumah adat Sumba memiliki tiga tingkatan, tiga tingkatan ini memiliki maknanya yang sangat berhubungan dengan kehidupan. Tingkatan paling bawah adalah tingkatan yang digunakan untuk hewan ternak, seperti kuda, kerbau, anjing, babi, ayam, dan lain sebagainya, tingkatan ini menunjukkan hubungan antara manusia dengan alam, di mana adanya interaksi dan pembatas antara manusia dengan hewan ternak.
ADVERTISEMENT
Tingkatan kedua adalah tingkatan yang digunakan untuk tempat tinggal manusia, semua aktivitas manusia seperti tidur, masak, bahkan hidup terjadi di tingkatan kedua atau tingkatan tengah.
Tingkatan ini melambangkan hubungan antara manusia dengan sesama manusia, dan untuk tingkatan terakhir atau yang paling atas diperuntukkan untuk yang Maha Pengasih, semua hal yang berhubungan dengan Tuhan, tingkatan ini menjadi jembatan atau dipercayai sebagai penghubung antara manusia dengan Tuhan.
Setiap bangunan rumah adat selalu memiliki semacam ventilasi di dibagian atas rumah yang berfungsi sebagai tempat asap keluar jika ada kegiatan ritual dan semacamnya di rumah adat.
Filosofi dari bagian ini adalah agar yang Maha Pencipta dapat melihat jika di bumi sedang berlangsung ritual yang ditujukan untuk persembahan atau ucapan syukur untuk berkat yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Selain selalu memiliki tiga tingkatan pada rumah, setiap bagian yang dimiliki oleh rumah adat juga memiliki maknanya sendiri-sendiri, bahkan dalam proses pembuatannya setiap bagian yang hendak dibuat akan dihamayangkan atau diadatkan dengan ritual marapu terlebih dahulu.
Hal ini bertujuan agar spirit atau roh leluhur dan yang maha kuasa selalu terlibat dalam pembangunan rumah adat yang akan digunakan untuk semua kegiatan adat.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Pada rumah adat Sumba Timur selalu terdapat empat tiang utama yang berada di tengah-tengah rumah, tiang-tiang ini melambangkan empat arah mata angin, timur, barat, selatan dan utara.
Selain melambangkan empat arah mata angin empat tiang ini juga melambangkan empat hal utama dalam kehidupan masyarakat Sumba yaitu, ekonomi, peternakan, pertanian dan sosial.
ADVERTISEMENT
Setiap detail yang ada juga memiliki makna tersendiri, jika dilihat secara detail, pada bagian tiang yang berfungsi untuk menahan atap rumah terdapat semacam tali, tali ini adalah rotan yang dipergunakan sebagai pengikat.
Rotan dalam rumah adat memiliki makna seperti urat nadi yang berfungsi untuk menahan rumah dari gempa dan semacamnya agar tetap kokoh dan tidak roboh. Kayu-kayu kecil yang digunakan sebagai pembatas pada atap alang-alang memiliki makna seperti tulang rusuk, hal ini berfungsi agar rumah tetap kokoh dan tidak gampang rusak.
Selain itu juga ada yang disebut dengan mata malaikat, memantau semua aktivitas yang dilakukan yang dilakukan manusia di rumah adat.
Filosofi ini seakan untuk mengingatkan masyarakat adat kalau saja semua kegiatan yang dilakukan sedang diamati oleh utusan Tuhan, ada mata malaikat yang selalu memantau, jadi dalam melakukan sesuatu, masyarakat adat akan lebih berhati-hati dan melihat ke depan apa yang akan disebabkan dengan yang sedang dilakukan.
Sumber: Dokumentasi pribadi