Konten dari Pengguna

Serangan Iran ke Israel: Dampaknya pada Ekonomi Indonesia

Muhammad Ali Ashhabul Kahfi
Master Of Politics and International Relations, School of Strategic and Global Studies, University Of Indonesia.
29 April 2024 16:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ali Ashhabul Kahfi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Iron Dome Israel, Sabtu (7/10/2023).  Foto: Muhammad ABED/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Iron Dome Israel, Sabtu (7/10/2023). Foto: Muhammad ABED/AFP
ADVERTISEMENT
Serangan Iran ke Israel Memicu Ketegangan Geopolitik dan Potensi Dampaknya pada Ekonomi Indonesia
ADVERTISEMENT
Pada hari Minggu (14/4), Iran meluncurkan UAV (pesawat tanpa awak/drone) dari wilayahnya menuju wilayah negara Israel sebagai pembalasan atas serangan rezim terhadap konsulat Iran di Suriah pada tanggal 1 April. Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa serangan tersebut berpotensi memicu keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik. Rupiah bahkan diprediksi akan melemah ke Rp 17.000 per dolar AS jika ketegangan tersebut terus berlangsung.
Analis dari New Lines Institute for Strategy and Policy, Nick Heras, mengatakan bahwa serangan Iran ke Israel pada Sabtu (13/4) "untuk memuaskan kehormatan Iran". Eskalasi yang terjadi di Timur Tengah diyakini lebih tentang hubungan AS dan Iran, di mana Israel hanyalah salah satu arena konflik. Iran telah menyita sebuah kapal kontainer milik Israel sehingga membuat seluruh wilayah dalam keadaan siaga.
ADVERTISEMENT
Tentara Iran menyatakan serangannya "berhasil" dan Suriah juga mengatakan Iran telah menggunakan "haknya untuk membela diri". Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Mohammad Bagheri, mengatakan bahwa "Operasi Janji Jujur Iran mencapai semua tujuannya". Serangan ini menambah eskalasi konflik di Timur Tengah, khususnya di tengah Israel yang terus membombardir Gaza selama 6 bulan terakhir.
Dampak serangan ini juga dirasakan dalam harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, mengatakan bahwa harga minyak mentah dunia diperkirakan akan berada di atas asumsi makro yang ditetapkan oleh pemerintah USD 82 per barel, yang berpotensi meningkatkan harga BBM di Indonesia. Sri Mulyani juga memastikan bahwa APBN akan terus menjadi instrumen penting dalam menghadapi gejolak dan dinamika global dan nasional.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi situasi ini, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa "Timur Tengah berada di ambang kehancuran" dan menekankan perlunya mengurangi ketegangan dan eskalasi. Utusan Khusus Israel untuk PBB, Gilad Erdan, meminta Dewan Keamanan PBB untuk "menerapkan semua kemungkinan sanksi kepada Iran sebelum terlambat" dan "mengutuk Iran atas teror mereka".
Analisis dan Dampak Serangan Iran ke Israel
Serangan Iran ke Israel pada hari Minggu (14/4) sebagai pembalasan atas serangan rezim terhadap konsulat Iran di Suriah pada tanggal 1 April memunculkan ketegangan geopolitik yang berpotensi berdampak pada ekonomi global, termasuk Indonesia. Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyatakan bahwa serangan tersebut dapat memicu keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik.
ADVERTISEMENT
Analis dari New Lines Institute for Strategy and Policy, Nick Heras, menekankan bahwa eskalasi yang terjadi di Timur Tengah lebih terkait dengan hubungan AS dan Iran, dengan Israel hanya menjadi salah satu arena konflik. Hal ini mengindikasikan bahwa ketegangan antara Iran dan AS akan terus mempengaruhi dinamika geopolitik di kawasan tersebut.
Dampak serangan ini juga berpotensi dirasakan dalam harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, memperkirakan bahwa harga minyak mentah dunia akan melampaui asumsi makro yang ditetapkan pemerintah, yaitu USD 82 per barel, yang dapat menyebabkan kenaikan harga BBM di Indonesia. Hal ini dapat berdampak negatif pada inflasi dan daya beli masyarakat Indonesia.
Dalam konteks ini, Sri Mulyani menegaskan bahwa APBN akan terus menjadi instrumen penting dalam menghadapi gejolak dan dinamika global dan nasional. Dia juga menyatakan bahwa pemerintah telah mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi ekonomi yang tidak pasti akibat ketegangan geopolitik yang meningkat.
Teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR, Senin (7/1/2019). Kurs Rupiah terhadap Dolar AS menguat 1,3 persen menjadi Rp14.080. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyatakan bahwa serangan tersebut memicu keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik. Rupiah bahkan diprediksi akan melemah ke Rp 17.000 per dolar AS jika ketegangan tersebut terus berlangsung. Menurut data Google Finance, nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.117 per dolar AS pada hari Minggu (14/4). Namun, berdasarkan data Bloomberg dan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah pada 5 April 2024 menguat menjadi Rp 15.848, naik 44,5 poin atau 0,28 persen.
ADVERTISEMENT
"Sebagai hasilnya, investor akan mencari aset yang aman seperti emas dan dolar AS, sehingga rupiah bisa melemah hingga Rp 17.000 per dolar," kata Bhima kepada kumparan pada Minggu (14/4). Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet. Menurutnya, ketegangan antara Iran dan Israel akan mempengaruhi nilai tukar mata uang di Indonesia karena investor mencari aset yang lebih aman.
"Volatilitas rupiah akan lebih tinggi daripada beberapa bulan yang lalu, dan tren depresiasi rupiah kemungkinan akan berlangsung lebih lama," tambahnya. Rendy mengatakan bahwa Bank Indonesia (BI) akan lebih aktif di pasar valas untuk melakukan intervensi nilai tukar rupiah. "Jika tidak dilakukan, saya khawatir depresiasi akan lebih dalam dari kondisi saat ini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Dalam kasus konflik langsung antara Iran dan Israel, situasinya bisa eskalasi lebih jauh, menyebabkan perang yang lebih luas di Timur Tengah dan berpotensi menjatuhkan ekonomi global ke dalam resesi," pungkas Yusuf.