Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berita Bukan Dagangan, Bangkitkan Jurnalisme Yang Berani dan Bertanggung Jawab
19 November 2024 12:20 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Alif pratama putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah gelombang perubahan besar dalam dunia media, jurnalisme menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Salah satu tantangan paling mendasar adalah komodifikasi berita, di mana informasi diperlakukan sebagai produk dagangan yang semata-mata ditujukan untuk keuntungan finansial. Fenomena ini tidak hanya merusak esensi jurnalisme sebagai penjaga demokrasi, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap media. Prinsip-prinsip dasar jurnalisme seperti keberanian untuk mengungkap kebenaran, komitmen terhadap akurasi, dan tanggung jawab kepada masyarakat sering kali dikorbankan demi mengejar angka klik, rating, dan pendapatan iklan.
ADVERTISEMENT
Komodifikasi berita adalah produk dari sistem kapitalisme yang mendominasi hampir semua aspek kehidupan, termasuk media. Dalam paradigma ini, berita bukan lagi sarana untuk mendidik dan memberdayakan masyarakat, melainkan alat untuk menarik perhatian dan memaksimalkan keuntungan. Dampaknya sangat nyata: berita sensasional yang minim substansi lebih sering mendominasi ruang publik dibandingkan liputan mendalam yang mengupas isu-isu penting. Di era digital, di mana platform media sosial memainkan peran utama dalam distribusi informasi, situasi ini semakin parah. Algoritma yang memprioritaskan engagement mendorong media untuk memilih konten yang memicu emosi, seperti kemarahan atau ketakutan, alih-alih menyajikan fakta yang objektif.
Jurnalisme yang berani dan bertanggung jawab sejatinya berfungsi untuk memberikan pengawasan terhadap kekuasaan, membongkar ketidakadilan, dan memperkuat demokrasi. Namun, fungsi ini semakin tergerus oleh tekanan komersial yang membuat banyak media kehilangan keberanian untuk melawan arus. Investigasi mendalam yang membutuhkan waktu dan biaya besar sering kali diabaikan, sementara berita-berita ringan yang mudah viral menjadi prioritas. Dalam konteks ini, banyak media kehilangan identitasnya sebagai pilar keempat demokrasi dan bertransformasi menjadi sekadar mesin pencari keuntungan.
ADVERTISEMENT
Keberanian dalam jurnalisme tidak hanya berarti mengungkap skandal besar atau menghadapi ancaman dari pihak berkuasa. Keberanian juga berarti menolak tunduk pada tekanan pasar dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip etika. Misalnya, ketika media dihadapkan pada pilihan antara menyajikan berita yang relevan bagi masyarakat atau berita yang dijamin menghasilkan klik tinggi, keputusan yang berani adalah memilih yang pertama. Namun, keberanian ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemilik media, jurnalis, dan audiens.
Tanggung jawab dalam jurnalisme juga menjadi isu yang tidak kalah penting. Tanggung jawab ini mencakup komitmen untuk menyajikan informasi yang akurat, memverifikasi fakta, dan menghormati hak privasi individu. Di era digital, tanggung jawab ini sering kali terabaikan karena tekanan untuk menjadi yang tercepat. Banyak media memilih untuk mempublikasikan berita tanpa verifikasi yang memadai, dengan dalih bahwa koreksi bisa dilakukan nanti. Praktik semacam ini tidak hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga membahayakan masyarakat yang bergantung pada informasi yang salah untuk membuat keputusan.
ADVERTISEMENT
Pergeseran dari jurnalisme yang berani dan bertanggung jawab menuju komodifikasi berita tidak terjadi begitu saja. Ini adalah hasil dari berbagai faktor struktural yang saling terkait. Salah satunya adalah konsolidasi media, di mana sebagian besar outlet berita dimiliki oleh sejumlah kecil perusahaan besar. Konsolidasi ini menciptakan lingkungan di mana keputusan editorial sering kali dipengaruhi oleh kepentingan bisnis pemilik media. Dalam banyak kasus, berita yang berpotensi merugikan sponsor atau mitra bisnis sengaja dihindari, sehingga integritas jurnalisme terkompromikan.
Selain itu, tekanan dari platform digital seperti Google dan Facebook juga memainkan peran besar dalam komodifikasi berita. Sebagai pemain utama dalam distribusi informasi, platform-platform ini memiliki kekuatan untuk menentukan apa yang dilihat oleh audiens. Algoritma mereka, yang dirancang untuk memaksimalkan waktu yang dihabiskan pengguna, sering kali memprioritaskan konten sensasional atau kontroversial. Dalam situasi ini, media yang ingin tetap relevan terpaksa mengikuti logika algoritma, meskipun itu berarti mengorbankan kualitas dan integritas.
Namun, di tengah tantangan-tantangan ini, masih ada harapan untuk membangkitkan kembali jurnalisme yang berani dan bertanggung jawab. Salah satu langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengubah cara kita memandang berita. Berita bukanlah barang dagangan; berita adalah hak asasi masyarakat. Media harus kembali pada esensinya sebagai institusi publik yang berfungsi untuk melayani masyarakat, bukan hanya mengejar keuntungan, pendidikan jurnalisme juga memiliki peran penting dalam upaya ini. Generasi baru jurnalis harus dibekali dengan pemahaman mendalam tentang etika, tanggung jawab, dan pentingnya keberanian dalam profesi mereka. Pendidikan ini harus menekankan bahwa jurnalisme bukan hanya tentang melaporkan fakta, tetapi juga tentang membela kebenaran dan memperjuangkan keadilan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, masyarakat juga harus dididik untuk menjadi audiens yang kritis. Banyaknya berita sensasional yang beredar tidak terlepas dari permintaan audiens yang sering kali lebih tertarik pada drama daripada substansi. Dengan meningkatkan literasi media, masyarakat dapat belajar untuk memilah informasi dan mendukung media yang berkomitmen pada kualitas dan integritas, selain itu, regulasi yang mendukung independensi media harus diperkuat. Pemerintah dan badan pengawas media harus memastikan bahwa media memiliki kebebasan untuk melaporkan tanpa takut akan pembalasan. Namun, regulasi ini juga harus dirancang untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pemilik media dan melindungi kepentingan publik.
Teknologi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam membangkitkan jurnalisme yang berani dan bertanggung jawab. Dengan menggunakan kecerdasan buatan, media dapat meningkatkan efisiensi dalam proses verifikasi fakta dan mengurangi penyebaran berita palsu. Namun, penggunaan teknologi ini harus disertai dengan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa ia digunakan dengan cara yang etis dan transparan.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, membangkitkan jurnalisme yang berani dan bertanggung jawab membutuhkan komitmen kolektif dari berbagai pihak. Media harus berani melawan tekanan komersial dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip mereka. Pemerintah harus menciptakan lingkungan yang mendukung kebebasan pers. Masyarakat harus mendukung media yang berintegritas dan menuntut akuntabilitas dari mereka yang menyimpang.
Jurnalisme adalah pilar penting dalam masyarakat demokratis. Tanpa jurnalisme yang berani dan bertanggung jawab, masyarakat kehilangan salah satu alat terpenting mereka untuk memahami dunia, memegang kekuasaan yang bertanggung jawab, dan memperjuangkan keadilan. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, kebutuhan akan jurnalisme seperti ini tidak pernah sekuat sekarang. Komitmen untuk membangkitkan kembali jurnalisme yang berani dan bertanggung jawab adalah tugas yang mendesak, dan kegagalan untuk melakukannya akan membawa konsekuensi yang serius bagi masa depan kita.
ADVERTISEMENT