Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Demokrasi Semu Amerika Serikat
7 Januari 2024 18:04 WIB
Tulisan dari Aloysius Gonzaga Alnabe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi liberal. Sistem ini menekankan pada hak-hak individu, kebebasan sipil, dan perlindungan hukum. AS sering dianggap sebagai contoh atau kiblat bagi negara-negara lain yang ingin menerapkan sistem demokrasi liberal. Hal ini dikarenakan AS memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan kemerdekaan dan demokrasi melalui Revolusi Amerika di masa lampau.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, demokrasi di Amerika Serikat (AS) tidak berjalan tanpa masalah. Negara ini menghadapi beberapa tantangan dan kritik, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Beberapa isu yang menunjukkan ketidaksempurnaan demokrasi AS adalah polarisasi politik, kesenjangan sosial-ekonomi, dan diskriminasi warna kulit.
AS mengalami polarisasi politik yang tinggi antara dua partai besar, yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik, yang sering menimbulkan konflik dan kebuntuan dalam proses pengambilan keputusan, serta mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat yang cenderung intoleran dan tidak kompromis terhadap pihak yang berbeda. AS juga mengalami kesenjangan sosial-ekonomi yang lebar antara kelompok-kelompok masyarakat, terutama berdasarkan ras, etnis, gender, dan pendidikan, yang menyebabkan ketimpangan dalam akses dan peluang, serta meningkatkan kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan diskriminasi.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi Warna Kulit
Diskriminasi warna kulit menjadi salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masih terjadi di Amerika Serikat, meskipun negara tersebut mengklaim sebagai negara demokrasi dan penegak HAM di dunia. Diskriminasi warna kulit berarti perlakuan yang tidak adil atau tidak setara terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan warna kulit mereka, yang biasanya menguntungkan orang kulit putih dan merugikan orang kulit berwarna, baik orang Asia dan terkhususnya orang berkulit hitam.
Diskriminasi warna kulit dapat terjadi di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, perumahan, keamanan, peradilan, dan politik. Diskriminasi warna kulit ini dapat menjadi ancaman bagi demokrasi di Amerika Serikat karena dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi individu, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Salah satu bidang kehidupan yang paling terpengaruh oleh diskriminasi warna kulit di Amerika Serikat adalah pendidikan. Meskipun secara hukum segregasi rasial di sekolah telah dihapuskan sejak tahun 1954 melalui putusan Mahkamah Agung dalam kasus Brown v. Board of Education, namun secara faktual masih banyak sekolah yang didominasi oleh satu ras saja, baik kulit putih maupun kulit berwarna.
Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan kualitas dan akses pendidikan antara daerah kaya dan miskin, perbedaan kebijakan dan kurikulum antara negara bagian, perbedaan preferensi dan budaya antara keluarga, dan perbedaan perlakuan dan harapan antara guru dan siswa.
Dampak dari diskriminasi warna kulit di bidang pendidikan adalah menurunnya prestasi dan motivasi belajar siswa kulit berwarna, terutama kulit hitam, yang sering kali mendapatkan pendidikan yang lebih rendah, lebih kurang, dan lebih buruk daripada siswa kulit putih. Siswa kulit berwarna juga lebih sering mengalami diskriminasi, pelecehan, atau kekerasan dari guru, teman, atau pihak sekolah, yang dapat memengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka.
Siswa kulit berwarna juga lebih sulit mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, seperti perguruan tinggi atau universitas, karena adanya hambatan-hambatan seperti biaya, beasiswa, tes, atau persyaratan lainnya.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi warna kulit di bidang pendidikan dapat menjadi ancaman bagi demokrasi di Amerika Serikat, karena dapat menghambat pembentukan warga negara yang cerdas, kritis, dan partisipatif, yang merupakan syarat penting bagi demokrasi. Diskriminasi warna kulit di bidang pendidikan juga dapat memperdalam ketimpangan dan ketidakadilan sosial antara kelompok-kelompok rasial, yang dapat menimbulkan konflik, protes, atau kekerasan.
Diskriminasi warna kulit di bidang pendidikan juga dapat merusak citra dan reputasi Amerika Serikat sebagai negara demokrasi dan penegak hak asasi manusia, yang dapat mengurangi pengaruh dan kerjasama dengan negara-negara lain.
Demokrasi Bias Etnis
Salah satu kasus terbaru tentang diskriminasi rasional di AS ialah kasus yang menyangkut Dr. Claudine Gay, presiden Harvard University, yang mengundurkan diri sebagai presiden di universitas tersebut. Ia merupakan perempuan berkulit hitam pertama yang menjabat jabatan ini dalam 388 tahun sejarah Harvard.
Selama menjabat sebagai presiden selama enam bulan, ia mendapatkan banyak tekanan dari berbagai pihak dengan dicap sebagai antisemit. Antisemitisme sendiri merupakan sikap yang merujuk pada tindakan memusuhi kaum Yahudi melalui berbagai agenda.
ADVERTISEMENT
Dr. Gay mendapatkan tekanan untuk mengundurkan diri dari Harvard’s Jewish Community. Hal ini dipicu saat dirinya tidak bisa menjawab pertanyaan dari Elise Stefanik, perwakilan Partai Republik New York. Dia menanyakan apakah menyerukan genosida kaum Yahudi akan melanggar kode etik perguruan tinggi.
Pasca kejadian tersebut, lebih dari 70 anggota parlemen dari Partai Republik dan Demokrat mengecam sikapnya dan dituding sebagai seorang antisemitis. Mereka mendesak Dr. Gay untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang Presiden Harvard.
Kecaman tidak berhenti di situ, Dr. Gay menulis dalam kolom opini New York Times dalam artikel berjumlah 870 kata yang berjudul “What Just Happened at Harvard Is Bigger Than Me”. Melalui artikel tersebut, ia mengaku mendapatkan diskriminasi rasial dan bahkan ancaman pembunuhan melalui surelnya.
ADVERTISEMENT
"My character and intelligence have been impugned. My commitment to fighting antisemitism has been questioned. My inbox has been flooded with invective, including death threats. I've been called the N-word more times than I care to count," ucap Dr. Gay dalam artikel yang ia tulis.
Hal ini menunjukkan bahwa di negara yang bahkan dicap sebagai kiblat demokrasi sekalipun bukan jaminan bagi para minoritas untuk mendapatkan hak-haknya. Minoritas di AS masih mengalami diskriminasi, ketidakadilan, dan kesenjangan dalam berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Hak-hak minoritas yang dijamin oleh konstitusi dan hukum sering tidak dihormati atau dilanggar oleh pihak-pihak yang berkuasa atau mayoritas.
Masihkah AS Menjadi Kiblat Demokrasi?
Melihat situasi yang demikian, sulit bagi kita mengglorifikasi demokrasi yang Amerika Serikat anut sebagai bentuk ideal dalam pelaksanaan demokrasi. Demokrasi di Amerika Serikat bukanlah demokrasi yang sejati, melainkan demokrasi yang semu. Amerika Serikat perlu melakukan introspeksi dan reformasi untuk memperbaiki demokrasi di dalam dan luar negerinya, agar dapat kembali menjadi contoh dan inspirasi bagi negara-negara lain yang berdemokrasi.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang harus dilakukan oleh Amerika Serikat untuk memperbaiki demokrasi di dalam dan luar negerinya? Salah satu langkah yang penting adalah melakukan rekonsiliasi nasional, yang melibatkan semua pihak yang terlibat dalam konflik politik, sosial, dan ekonomi. Rekonsiliasi nasional bertujuan untuk memulihkan kepercayaan, kerjasama, dan solidaritas antara warga AS.
Rekonsiliasi nasional juga bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menjadi akar dari konflik, seperti rasisme, ketimpangan, korupsi, dan kekerasan. Rekonsiliasi nasional harus dilakukan dengan cara yang demokratis, transparan, dan inklusif, dengan mengedepankan dialog, musyawarah, dan kompromi.
Selain itu, Amerika Serikat juga harus melakukan reformasi sistemik, yang mencakup sistem pemerintahan, sistem kepolisian, sistem peradilan, sistem pemilu, dan sistem politik luar negeri. Reformasi sistemik bertujuan untuk meningkatkan kualitas, efektivitas, dan akuntabilitas dari lembaga-lembaga demokrasi di AS, serta menghapus praktik-praktik yang merugikan rakyat, seperti diskriminasi, manipulasi, dan intervensi.
ADVERTISEMENT
Reformasi sistemik harus dilakukan dengan cara yang partisipatif, kritis, dan berorientasi pada kepentingan publik, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, media, akademisi, dan aktivis. Amerika Serikat juga harus melakukan perubahan sikap, yang mencakup sikap terhadap diri sendiri, terhadap sesama warga AS, dan terhadap dunia. Perubahan sikap bertujuan untuk mengubah pandangan dan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi, seperti arogansi, egoisme, intoleransi, dan kekerasan.
Perubahan sikap harus dilakukan dengan cara yang edukatif, reflektif, dan empatik, dengan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan perdamaian. Perubahan sikap juga harus dilakukan dengan cara yang konsisten, berkelanjutan, dan berkomitmen, dengan menunjukkan contoh dan teladan yang baik bagi diri sendiri, sesama warga AS, dan dunia.
ADVERTISEMENT