Konten dari Pengguna

Masalah Hak Asasi Manusia di Kepulauan Solomon Akibat Penebangan Hutan

Aloysius Gonzaga Alnabe
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammasiyah Malang
4 Juli 2024 13:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aloysius Gonzaga Alnabe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kepulauan Solomon, sebuah negara kepulauan kecil di Samudra Pasifik, menghadapi ancaman serius terhadap lingkungan hutan dan keanekaragaman hayatinya akibat praktik penebangan yang tidak berkelanjutan. Dimulai pada tahun 1920-an dan meningkat pesat sejak tahun 1960-an hingga sekarang, praktik-praktik ini telah menyebabkan berbagai masalah serius. Meskipun industri kehutanan merupakan pilar ekonomi negara, penebangan yang kurang diatur telah menyebabkan deforestasi besar-besaran, erosi tanah, pencemaran air, dan ancaman terhadap spesies endemik dan habitatnya.
ADVERTISEMENT
Warga sipil dalam situasi ini adalah aktor yang sangat rentan. Mereka menghadapi berbagai masalah, termasuk pencemaran sumber air yang mempengaruhi kesejahteraan, masalah kesehatan seperti penyakit kulit dan hilangnya tanaman obat tradisional, gangguan ketahanan pangan akibat berkurangnya ikan dan kerang, kerusakan kebun, dan kelangkaan makanan hutan konvensional. Pada saat yang sama, juga terjadi pelanggaran hak-hak perempuan dan anak perempuan, seperti pernikahan anak dengan pekerja asing, dan masalah kohesi sosial seperti peningkatan konsumsi alkohol yang berimplikasi pada kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, juga ada masalah terkait transparansi, keamanan, dan sengketa hak atas tanah.
Keberadaan pelaku penebangan dan kepentingan mereka yang 'berorientasi uang' adalah sumber masalah yang dihadapi. Hal ini dapat dilihat dari praktik tidak bertanggung jawab mereka seperti eksploitasi besar-besaran terhadap lahan masyarakat tanpa mempertimbangkan risikonya.
Ilustrasi dampak logging: Foto: Unspalsh.com/Matt Palmer
Ketika dihadapkan dengan pemerintah, hal ini secara langsung menimbulkan ketakutan bahwa lahan yang mereka gunakan akan berkurang karena kehadiran pemerintah membatasi pergerakan mereka, dengan memperketat peraturan atau membuat kebijakan seperti membuat sertifikat tanah untuk setiap keluarga yang sebelumnya bersifat adat. Hal ini akan berdampak pada penghasilan mereka, yang akan menurun drastis akibat berkurangnya lahan untuk penebangan dan akan berdampak paralel pada perekonomian negara. Untuk menghindari hal ini, pelaku penebangan terlibat dalam praktik penyuapan terhadap pemangku kepentingan, dan ditambah dengan ketergantungan Kepulauan Solomon pada industri penebangan, hal ini memperkuat posisi mereka.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, dinamika praktik penebangan ini dan semua implikasinya menarik perhatian sebuah organisasi non-pemerintah internasional, yaitu Franciscans International. Organisasi ini menganut prinsip-prinsip agama Katolik, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Dalam misinya, Franciscans International berupaya menjadi advokat bagi yang tertindas di PBB, seperti masyarakat Kepulauan Solomon. Organisasi ini berusaha menciptakan keadilan bagi masyarakat Kepulauan Solomon yang mengalami ketidakstabilan sosial dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Oleh karena itu, untuk meningkatkan perhatian terhadap masalah yang ada, Franciscans International melakukan berbagai upaya seperti berkolaborasi dengan komunitas lokal, organisasi masyarakat sipil, dan badan internasional atau organisasi non-pemerintah lainnya.
"Franciscans International telah membawa kasus ini ke PBB agar dapat ditangani secara efektif dengan memberikan rekomendasi terkait masalah kemanusiaan dan lingkungan yang diakibatkan oleh penebangan hutan selama Universal Periodic Review (UPR) 2020. Pada tahun itu, Kepulauan Solomon menjadi salah satu negara yang ditinjau oleh semua negara anggota PBB. Di sini, Kepulauan Solomon dievaluasi, dan dengan data yang diperoleh dari Franciscans International, ditemukan bahwa mereka tidak melakukan dengan baik dalam menegakkan hak asasi manusia di tengah praktik penebangan hutan besar-besaran. Hal ini menempatkan mereka dalam sorotan, dan di bawah tekanan yang dihasilkan, Kepulauan Solomon kemudian bersedia menerima rekomendasi yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Universal Periodic Review/ Foto: Unsplash.com/Matthew TenBruggencate
Pada tahun 2022, evaluasi Franciscans International menunjukkan bahwa Kepulauan Solomon belum menerapkan rekomendasi dengan baik, membuktikan bahwa advokasi saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah kompleks yang ada. Untuk mengatasi konflik kepentingan, diperlukan dialog antara pemerintah Kepulauan Solomon, operator penebangan, dan perwakilan masyarakat. Franciscans International berperan sebagai fasilitator dan pengawas proses dialog, menciptakan rasa aman bagi masyarakat dan meminimalkan risiko kekerasan atau pemberontakan.
Dalam dialog ini, masyarakat perlu menjelaskan kepentingan realistis mereka, terutama terkait insentif dan sertifikat tanah yang jelas untuk setiap keluarga. Kepemilikan sertifikat pribadi akan memberikan hak dan kontrol atas tanah. Ini berpotensi mengurangi eksploitasi dan praktik penyuapan oleh perusahaan penebangan terhadap pemimpin masyarakat lokal.
Di sisi lain, pelaku penebangan harus berpartisipasi dalam dialog dan menawarkan solusi yang menguntungkan masyarakat. Menghadapi tuntutan sertifikat kepemilikan tanah pribadi, mereka perlu menawarkan pemberdayaan dan bantuan dalam bentuk pendidikan, kesehatan, perawatan lingkungan, dan peluang kerja. Pendekatan ini berpotensi diterima oleh masyarakat karena memenuhi kebutuhan mereka, sekaligus mengurangi praktik penyuapan dan menjaga keberlanjutan ekonomi.
Ilustrasi dialog antar aktor. Foto: Unsplash.com/Antenna
Sementara itu, Pemerintah hadir sebagai aktor yang mempengaruhi jalannya dialog dan bertanggung jawab untuk membentuk, menerapkan, memantau, dan mengevaluasi kebijakan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam kesepakatan yang dibuat, kepentingan pemerintah untuk tidak tiba-tiba menghentikan ketergantungannya pada penebangan hutan dapat tercapai. Ini akan memberikan keringanan dan waktu bagi pemerintah untuk mencari sumber pendapatan ekonomi alternatif. Potensi sanksi dari pihak internasional juga dapat dihindari, meskipun mereka mungkin masih mendapat tekanan karena Franciscans International akan selalu memantau dan mengevaluasi kerja pemerintah untuk memastikan selaras dengan apa yang seharusnya dilakukan. Selain itu, Franciscans International akan selalu memastikan bahwa pemerintah memperlakukan masyarakat secara adil untuk mencegah terulangnya masalah seperti tidak memberikan insentif dengan benar dan tidak menegakkan keadilan dengan semestinya.
ADVERTISEMENT
Dialog yang ada mungkin tidak dapat mengatasi semua masalah dengan cepat dan bersamaan, terutama mengenai masalah lingkungan. Namun, setidaknya kesepakatan yang menguntungkan setiap aktor dapat mengurangi masalah, khususnya yang terjadi di dalam masyarakat. Terlebih lagi, meskipun kemungkinan tercapainya kepentingan masing-masing aktor tidak optimal dalam kasus terburuk, ini tetap menjadi pilihan terbaik. Hal ini karena dampak yang diperoleh masih lebih baik bagi semua pihak, terutama masyarakat.