Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dimana Tanggung Jawab POLRI Atas Tragedi Kanjuruhan?
5 Januari 2023 14:52 WIB
Tulisan dari Alya Sarvath Zulkarnain tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang pasca pertandingan antara Arema FC dan Persebaya sabtu, 1 Oktober 2022 menyebabkan 133 korban meninggal dunia, 596 orang mengalami luka ringan, dan 26 orang mengalami luka berat.
ADVERTISEMENT
Tidak butuh waktu lama, ditemukan perbedaan kisah antara pernyataan kepolisian dengan pernyataan kronologi dari supporter yang turut bedada di tempat kejadian. Menurut salah seorang suporter, korban jiwa mulai berjatuhan ketika pasukan berseragam hitam dengan atribut lengkap menembakkan gas air mata ke arah tribun yang masih berisikan banyak penonton. Padahal saat itu posisi suporter yang dilabelli “anarkis” oleh kepolisian posisinya berada di tribun bagian selatan. Akan tetapi gas air mata justru ditembakkan kearah yang berbeda, ke tempat para penonton masih berada di posisinya. Di tribun tersebutpun terdapat banyak anak-anak dan perempuan, mereka yang tidak memahami apa yang terjadi harus merasakan perihnya gas air mata. Hal ini pun menjadi pemicu kepanikan massa yang kemudian berhamburan untuk keluar dari stadion. Pernyataan saksi mata ini pun menimbulkan pertanyaan, mengapa gas air mata tersebut diarahkan ke tribun? Padahal suporter yang akan dicegah sudah berada dipinggir bahkan beberapa telah berhasil memasuki lapangan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan fakta-fakta yang menghasilkan setumpuk pertanyaan dari masyarakat, pandangan negatif terhadap lembaga kepolisian terus meningkat. Belum lagi adanya sikap pembelaan diri oleh kepolisian Jakarta. Mereka menegaskan bahwa korban tewas di dalam tragedi kanjuruhan bukan dikarenakan gas air mata, melainkan karena kurangnya oksigen ketika terjadi penumpukan di pintu keluar. Hal tersebut semakin mengundang amarah masyarakat.
Jika diperhatikan, sebenarnya masyarakat hanya menginginkan pengakuan dan rasa bersalah dari aparat kepolisian karena telah menyalahgunakan gas air mata di stadion kanjuruhan. Namun yang dilakukan kepolisian malah sebaliknya, mereka cenderung melempar kesalahan pada suporter arema, dengan menjadikan sikap supporter yang fanatik sebagai tameng. Secara tidak langsung mereka menggiring opini bahwa penyebab tragedi ini akibat kefanatikan suporter. Tindakan tidak bertanggung jawab yang ditunjukkan kepolisian menyebabkan semakin menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada POLRI. Bahkan saat ini masyarakat menilai bahwa polisi lepas tanggung jawab terkait persoalan korban tragedi kanjuruhan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat sangat menyayangkan tindakan serta respon yang diambil kepolisian terkait tragedi ini. Kepercayaan terhadap kepolisian otomatis semakin menurun, apalagi dengan respon yang lamban dari POLRI. Survei nasional yang dilakukan LSI terkait kepercayaan publik pada lembaga penegak hukum membuktikan 42 persen masyarakat tidak percaya POLRI dapat mengusut tuntas kasus ini.
Ketidakadilan dari hasil penyelidikan masih dirasakan masyarakat. Aremania menolak keras hasil rekonstruksi POLDA Jatim yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya. Mereka menyatakan tidak membela siapapun, mereka hanya menuntut pengusutan yang seadil-adilnya. Sudah hampir 2 bulan berlalu, POLRI belum juga memberikan bentuk tanggung jawab yang dituntut publik.
Masyarakat menilai bahwa pencopotan kapolres malang beserta sembilan orang komanda brimob belumlah cukup. Sudah seharusnya Kapolda Jawa Timur pun turun dari jabatannya. Ini bukan tragedi biasa, ini menyangkut nyawa banyak orang. Sebagai seorang polisi sudah seharusnya aparat bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, saat ini justru yang hadir dalam benak masyarakat adalah pertanyaan apakah polisi benar benar menjaga keamanan masyarakat? sebab ketika melihat tragedi kanjuruhan ini, polisi jelas menunjukkan tindakan mengancam daripada mencegah. Gas air mata yang mereka tembakkan menjadi gambaran katas egagalan dari pengendalian yang polisi agung-agungkan. Nasi sudah menjadi bubur. Masyarakat menginginkan pengusutan tuntas hingga pemberian hukuman sepantas-pantasnya untuk seluruh aparat yang terlibat dan pemimpin-peminpin kepolisian yang bertanggung jawab atas tragedi ini.
ADVERTISEMENT
Tragedi sepak bola terbesar di dunia terjadi di peru pada tahun 1964. Kemudian tepat sejak 1 Oktober 2022, tragedi sepak bola terbesar kedua di dunia terjadi di kanjuruhan, malang. Tragedi ini bukan lagi sekedar sorotan nasional, tetapi telah menjadi sorotan dunia.
Wibawana, W., A. ( 2022, Oktober 2). Tragedi Kanjuruhan: Kronologi, Penyebab, dan Jumlah Korban. Detik.com, https://news.detik.com/berita/d-6324274/tragedi-kanjuruhan-kronologi-penyebab-dan-jumlah-korban
TIM BBC News. (2022, Oktober 6). Tragedi Kanjuruhan: Tudingan kekerasan aparat dan dugaan intimidasi terhadap Aremania - 'Lha wong mati saja kita lakukan, diintimidasi lagi'. BBC.com, https://www.bbc.com/indonesia/articles/cxe8ny8vxndo
TIM CNN Indonesia. (2022, Oktober 3). Kronologi Detik-detik Mencekam di Tragedi Kanjuruhan. Cnnindonesia.com , https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20221003142158-142-855721/kronologi-detik-detik-mencekam-di-tragedi-kanjuruhan
Suci Rahayu. (2022, Oktober 7). Tragedi Kanjuruhan Jatuhkan Kepercayaan Publik, Apa yang Dilakukan Polri? Kompas.com , https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/10/07/101000082/tragedi-kanjuruhan-jatuhkan-kepercayaan-publik-apa-yang-harus-dilakukan?page=all
ADVERTISEMENT