Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Beruang Kutub dan Pengalaman Ekspedisi Amando ke Laut Arktik
13 Maret 2023 8:26 WIB
Tulisan dari Amando Lasabuda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Banyak yang tidak tahu di mana lokasi Laut Arktik. Kebanyakan orang akan lebih mengenal Benua Antartika di Kutub Selatan.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2015, saya beberapa kali terpilih untuk mengikuti pelayaran ke Laut Arktik dan perairan di sekitar Kepulauan Svalbard yang diorganisir oleh University of Tromsø (UiT), Norwegia.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Kutub Selatan, di Kutub Utara tidak terdapat benua, melainkan hanya ada lautan es. Dari segi fauna, di Benua Antartika terdapat habitat penguin, sedangkan di wilayah Arktik ada beruang kutub.
Kepulauan Svalbard yang terletak di 79 derajat Lintang Utara ini termasuk wilayah Arktik dan merupakan rumah dari 2.000-an penduduk dan 3.000-an beruang kutub.
Ekspedisi ini menggunakan kapal RV Helmer Hanssen dengan tujuan mengumpulkan data geologi dan geofisika. Data ini sangat penting untuk mempelajari lingkungan pengadapan di masa lalu dan memprediksi perubahan iklim di masa depan.
Ekspedisi ini terbuka untuk pelajar dan peneliti di seluruh dunia. Kita bisa mengajukan lamaran dan selanjutnya akan diseleksi. Di tahun 2019, ekspedisi ini terdiri dari peneliti dari Norwegia, Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan Australia.
ADVERTISEMENT
Selama 10 hari pelayaran di lautan es, banyak pengalaman menarik dan pemandangan menakjubkan alam Arktik yang tentunya tidak pernah saya jumpai di tanah air.
Persiapan Keberangkatan
Sebelum berangkat, peserta ekspedisi diharuskan lulus tes kesehatan yang dilakukan oleh dokter dari institusi khusus Norwegia yang mengeluarkan sertifikat layak berlayar. Singkat cerita, saya dinyatakan lulus tes tersebut dan bersiap mengemas barang-barang yang akan dibawa, seperti sepatu bot, jaket tebal, kupluk, sarung tangan, dan tentunya kamera.
Ekspedisi ini dimulai dari pelabuhan di kota Longyearbyen, Svalbard di mana kapal RV Helmer Hanssen akan menunggu. Perjalanan pesawat dari kota Tromsø ke Longyearbyen memakan waktu sekitar 1 jam dan 40 menit. Bandara di Longyearbyen merupakan bandara komersial paling utara di dunia.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Pengalaman Berlayar di Laut Arktik?
Ekspedisi ke Laut Arktik ini dilakukan pada saat musim panas. Akan tetapi, musim panas di Laut Arktik tetaplah dingin, sekitar 0–5 derajat Celsius.
Namun, rasa dingin ini seakan hilang ketika memandang lautan dengan es yang terhampar luas nan indah. Ditambah lagi sesekali terlihat fauna di alam bebas seperti ikan paus, lumba-lumba, walrus, anjing laut, dan kalau beruntung beruang kutub.
Setiap pelayaran terdiri dari 10–20 peneliti yang dipimpin oleh seorang kepala peneliti. Selama pelayaran, kami dibagi jadi dua grup jaga yaitu jaga siang dan jaga malam (12 jam setiap jaga). Hal ini karena aktivitas di kapal adalah 24 jam, sehingga harus selalu ada peneliti yang berjaga. Walaupun, ombak Laut Arktik terkadang cukup tinggi, kami tetap harus keluar bekerja di dek kapal.
Berlayar pada saat musim panas di Laut Arktik artinya adalah matahari tidak terbenam dikarenakan fenomena midnight sun. Fenomena ini terjadi karena letak bumi miring 23,4 derajat menghadap matahari di waktu musim panas. Jadi, walau bekerja pada saat malam hari, langit Laut Arktik tetaplah terang dan mempesona.
Aktivitas selama pelayaran tidak selalu tentang ilmu pengetahuan. Diluar jam jaga, kami bisa berolahraga di pusat kebugaran yang terletak di dek kapal paling bawah, menonton DVD di ruang hiburan, atau menikmati kue yang disediakan koki di kafetaria.
ADVERTISEMENT
Mengarungi lautan bersama peneliti-peneliti internasional lainnya di kapal selama hampir dua minggu. Tidak hanya membangun kerja sama profesionalisme, tapi juga mempererat persahabatan.
Menurut saya, hal ini sangat positif untuk menambah networking dan potensi kolaborasi dengan peneliti-peneliti dunia lainnya yang tertarik dengan ilmu pengetahuan tentang Arktik. Pelajar dan peneliti Indonesia selayaknya sadar akan peluang emas ini. Sayangnya hal ini terhambat karena masih kurangnya informasi tentang peluang pelayaran ke Laut Arktik semacam ini.
Beruang Kutub di Pulau Kvitøya, Kepulauan Svalbard
Di tengah-tengah ekspedisi, kami singgah di Pulau Kvitøya, salah satu pulau di Kepulauan Svalbard yang tertutup es. Es ini merupakan sisa dari mencairnya mega-es Laut Barents 20.000 tahun lalu. Sekitar 60 persen dari wilayah Svalbard masih tertutup oleh es atau glasier.
ADVERTISEMENT
Setelah dinyatakan aman oleh kapten kapal dari segi cuaca dan tinggi ombak, kami bersiap keluar kapal untuk selanjutnya menggunakan perahu karet mengitari Pulau Kvitøya. Sungguh menakjubkan untuk dapat melihat sekelompok walrus yang sedang bermain dari jarak dekat.
Di belakangnya, berjarak sekitar 300 meter, terdapat seekor beruang kutub yang sedang istirahat sambil menunggu mangsanya yang lengah. Saat itu, saya merasa takjub layaknya kru National Geographic atau Discovery Channel yang sedang membuat film dokumenter. Perlu diketahui bahwa kami mengobservasi semua ini dari perahu karet dalam jarak aman.
Di Svalbard bukan tidak mungkin untuk melihat atau bahkan menjumpai langsung beruang kutub. Oleh karena itu, di hari pertama pelajar-pelajar yang mengambil mata kuliah di UNIS (University Centre in Svalbard), diwajibkan untuk mengikuti pelatihan menggunakan senjata peluru tajam dan pistol suar sebagai standar program HSE-nya.
Saya pertama kali menggunakan senjata saat saya kuliah di UNIS tahun 2015. Saya cukup kaget untuk latihan menembak dari jarak 30 meter. Namun, saya sangat senang ketika saya dinyatakan berhasi lulus tes dan berhak membawa senjata saat kuliah lapangan di Svalbard.
ADVERTISEMENT
Perlu digarisbawahi bahwa peraturan penggunaan senjata ini sangatlah ketat dan hanya digunakan dalam kodisi genting/darurat. Kebijakan UNIS adalah kami diharuskan untuk meninggalkan area yang diyakini ada beruang kutub (i.e. terlihat ada bekas tapak kaki segar) untuk menghindari kontak langsung dengan beruang.
Ny-Ålesund, Kota di Wilayah Arktik dengan 35 Penduduk
ADVERTISEMENT
Dalam pelayaran pulang ke pelabuhan Longyearbyen, kami sempat singgah di kota Ny-Ålesund. Kota kecil yang erat sejarahnya dengan aktivitas pertambangan batu-bara di tahun 1920-an. Kota ini juga mencuat di kalangan penjelajah dunia yang hendak menalukkan titik kutub utara di kala itu.
Saat ini, kota Ny-Ålesund berfungsi sebagai stasiun riset mancanegara. Norwegia, Prancis, India, Korea Selatan, dan China adalah beberapa contoh dari banyak lagi negara yang menempatkan stasiun risetnya di sana. Yang menarik adalah ketika sampai di pelabuhan Ny-Ålesund, kami diharuskan untuk mematikan ponsel kami.
ADVERTISEMENT
Hal ini untuk mencegah interferensi sinyal dari ponsel dengan peralatan dan instalasi-instalasi riset yang sangat sensitif. Saya sempat masuk ke museum di sana dan sempat berfoto di depan kotak pos paling utara di dunia. Kota Ny-Ålesund sangatlah kecil, sepertinya masih lebih besar satu Rukun Tetangga (RT) di tanah air.
Perlukah Indonesia Melirik Arktik?
Banyak negara di dunia yang telah menaruh perhatiannya di Laut Arktik dan sekitarnya, terutama negara yang memiliki akses langsung sebagai batas wilayah negaranya seperti Norwegia, Amerika Serikat, Rusia, dan Denmark.
Akan tetapi, ada juga negara yang tidak memiliki wilayah Laut Arktik dan tetap tertarik untuk mempelajarinya seperti Jerman, Swedia, dan Finlandia. Negara-negara ini memiliki kapal yang dapat mengarungi lautan dengan lapisan es (ice-breaker ship) untuk mengambil data ilmu pengetahuan alam di wilayah Arktik.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, meskipun Indonesia berbeda dalam segi geografis dan iklim, keilmuan Arktik tetap relevan dan dapat diterapkan di Indonesia, khususnya geologi.
Contohnya, konsep geologi dasar seperti tektonik dan analisa cekungan, serta teknologi dan metoda yang digunakan untuk pengambilan data geologi di Arktik sangatlah bisa dipakai di Indonesia. Hal ini penting demi akselerasi kemajuan ilmu pengetahuan alam di Indonesia.