Konten dari Pengguna

Jalan Tengah dalam Keberagaman dan Kehidupan Modern

Muhammad Amar Amrullah
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1 November 2024 10:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Amar Amrullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: gambar pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber: gambar pribadi
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh keberagaman ini, moderasi beragama semakin relevan untuk mengelola perbedaan dalam beragama dan berkeyakinan. Moderasi bukan berarti mengubah keimanan atau prinsip dasar agama, melainkan menciptakan keseimbangan dalam beragama sehingga setiap individu mampu menghargai perbedaan serta menghindari ekstremisme.
ADVERTISEMENT
Fenomena moderasi beragama adalah refleksi dari kesadaran bahwa, walaupun kita memiliki latar belakang agama atau keyakinan yang berbeda, kita hidup di tengah masyarakat yang saling terhubung satu sama lain. Moderasi beragama pada dasarnya mengajak kita untuk kembali kepada nilai-nilai dasar kemanusiaan yang terdapat dalam setiap ajaran agama, seperti kasih sayang, keadilan, toleransi, dan kedamaian. Nilai-nilai ini menjadi landasan bagi keberagaman dalam masyarakat yang inklusif, serta mendorong sikap terbuka terhadap pemahaman agama yang berbeda.
Mengapa Moderasi Beragama Diperlukan?
Pertanyaan yang sering muncul adalah: mengapa kita perlu mendorong moderasi dalam beragama? Salah satu alasannya adalah untuk menanggulangi radikalisme dan ekstremisme, yang sering kali berakar pada pemahaman agama yang eksklusif dan tidak terbuka terhadap perbedaan. Penelitian dari Wahid Foundation menunjukkan bahwa sikap eksklusivisme beragama dapat meningkatkan risiko radikalisasi di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Sebaliknya, sikap moderat beragama yang ditanamkan sejak dini bisa menjadi benteng dalam mencegah sikap radikal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, moderasi beragama juga memungkinkan kita untuk melihat agama sebagai sumber inspirasi dalam menghadapi tantangan kehidupan modern. Dalam masyarakat yang terus berubah dengan pesat, pandangan yang moderat mampu menjembatani kebutuhan spiritual manusia tanpa harus bertentangan dengan perkembangan zaman. Misalnya, dengan sikap moderat, umat beragama dapat lebih mudah beradaptasi dengan isu-isu global seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan isu-isu lingkungan.
Praktik Moderasi Beragama dalam Kehidupan Sehari-hari
Moderasi beragama tidak hanya sekadar konsep, tetapi bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seseorang bisa menunjukkan sikap moderat dengan menghindari ujaran kebencian, menjalin persahabatan dengan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda, serta aktif terlibat dalam kegiatan sosial yang melibatkan berbagai komunitas. Dalam skala lebih luas, lembaga-lembaga pendidikan juga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai moderasi ini sejak dini. Melalui program-program pendidikan yang inklusif dan berorientasi pada penghargaan terhadap perbedaan, generasi muda dapat belajar untuk lebih menghargai keragaman sebagai suatu kekayaan, bukan sebagai ancaman.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, moderasi beragama juga terlihat dalam bentuk toleransi terhadap perbedaan penafsiran agama di kalangan umat beragama. Misalnya, dalam Islam, konsep ijtihad memungkinkan adanya kebebasan berpikir bagi para ulama dan cendekiawan untuk merespons isu-isu kontemporer yang tidak secara eksplisit dibahas dalam teks agama. Sikap saling menghargai atas perbedaan pandangan ini mendorong dialog konstruktif daripada perselisihan yang merugikan.
Tantangan dalam Menghadirkan Moderasi Beragama
Meskipun moderasi beragama memiliki banyak kelebihan, tantangan yang dihadapi dalam implementasinya juga tidak sedikit. Salah satu hambatan terbesar adalah adanya kelompok-kelompok yang menolak moderasi dan cenderung mengedepankan pandangan yang ekstrem. Banyak dari kelompok ini menyebarkan pandangan yang menyalahkan, bahkan memusuhi, kelompok-kelompok lain yang berbeda. Selain itu, di era digital ini, penyebaran informasi yang tidak akurat atau berita bohong (hoaks) juga sering memperkeruh situasi, sehingga memperkuat polarisasi dan memperlemah semangat moderasi.
ADVERTISEMENT
Penelitian dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) menunjukkan bahwa media sosial sering kali menjadi sarana bagi penyebaran paham-paham ekstremis, sehingga moderasi beragama menghadapi tantangan besar dalam menyebarkan pemahaman yang moderat. Dalam konteks ini, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, organisasi keagamaan, dan masyarakat umum untuk bersama-sama memerangi informasi menyesatkan yang berpotensi merusak keharmonisan.
Moderasi sebagai Jalan Menuju Masyarakat yang Harmonis
Moderasi beragama menawarkan jalan tengah yang seimbang dan dapat diterima oleh berbagai pihak. Dalam jangka panjang, pendekatan ini menjadi kunci dalam membangun masyarakat yang harmonis dan inklusif. Contoh negara yang berhasil menerapkan moderasi beragama adalah Kanada, di mana kebijakan multikulturalisme mereka mendukung kehidupan yang penuh keberagaman, termasuk dalam hal agama dan keyakinan. Indonesia sendiri, dengan Pancasila sebagai ideologinya, sejatinya memiliki fondasi yang kuat untuk mewujudkan moderasi beragama sebagai panduan hidup bermasyarakat. 
ADVERTISEMENT
Dengan menjunjung nilai-nilai Pancasila, seperti kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial, kita dapat membangun ruang yang kondusif bagi tumbuhnya semangat moderasi dalam masyarakat. Melalui dialog dan kolaborasi, setiap warga negara, terlepas dari latar belakang agamanya, dapat saling memahami dan mendukung dalam mewujudkan perdamaian dan kemakmuran bersama.
Sumber Data:
1.Wahid Foundation. (2018). Laporan Tahunan: Radikalisme di Indonesia.
2. Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina. (2020). Penelitian Pengaruh Media Sosial terhadap Sikap Keberagamaan di Indonesia.