Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Banyak Manfaat Ajak si Kecil Belanja Bersama Orang Tua
15 Maret 2023 12:30 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ana Dwi Itsna Pebriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika sedang asyik melihat-lihat story Instagram beberapa waktu lalu, ada satu story yang membuat saya ingin terus memutarnya berulang. Selain karena itu diunggah oleh orang yang saya kenal, video di story itu juga sangat menggemaskan.
ADVERTISEMENT
Dalam video singkat tersebut memperlihatkan teman saya yang mengajak anaknya (3 tahun), berbelanja ke supermarket. Bagian paling menggemaskannya adalah saat anak itu ikut membantu Bundanya memindahkan belanjaan ke meja kasir dari troli mini yang sudah disediakan.
Saya pun jadi teringat pengalaman serupa di masa kecil saya. Ya, meskipun bukan membantu berbelanja di supermarket, sih. Dulu, sejak usia 5 tahun atau sebelum SD (saya tidak bilang TK, karena memang tidak pernah menempuh pendidikan TK) saya sudah terbiasa “disuruh” atau dimintai tolong untuk membelikan sesuatu ke warung dekat rumah.
Ibu saya sering menuliskan beberapa kebutuhan pada selembar kertas dengan tulisan yang besar-besar. Atau, kalau hanya beli satu-dua barang dan tidak perlu ditulis, biasanya sering dites atau diminta mengulangi apa yang tadi dikatakan untuk dibeli.
ADVERTISEMENT
Rasanya seru sekali kalau sudah dimintai tolong untuk pergi belanja; meskipun hanya membeli sekilo gula. Apalagi kalau ada iming-iming akan dikasih “upah”, yang nilainya hanya 500 atau 1.000 rupiah, nominal yang cukup besar untuk saat itu; bisa buat beli es mambo dan aneka camilan murah meriah.
Lain Dulu, Lain Sekarang
Pengalaman ini agaknya tidak begitu dirasakan anak-anak zaman sekarang, apalagi yang tinggalnya di daerah perkotaan dan sudah terpapar arus kemodernan zaman. Tapi, di daerah saya yang masih pedesaan, budaya ini masih akrab disaksikan. Anak-anak selalu terlihat antusias kalau sudah disuruh beli sesuatu, karena itu tandanya mereka bisa “sekalian” jajan.
Sekarang, kita pun sebetulnya sudah sering melihat anak-anak (ikut) berbelanja; membantu mengambilkan barang kebutuhan, memasukkan barang ke dalam troli, atau sekadar berlarian sambil bercanda (ini agak bahaya, sih). Dan, bagian yang paling saya suka adalah saat mereka membantu menyimpan barang-barang belanjaan ke kasir seperti cerita anak teman saya tadi. Gemas sekali!!!
ADVERTISEMENT
Situasi dulu, di awal 2000-an, dengan sekarang tentunya sudah sangat berbeda. Kini, orang-orang kalau tidak bisa belanja ke toko atau supermarket secara langsung, bisa dengan mudahnya berbelanja secara daring atau online. Tinggal klik dan pilih-pilih, check out, terus bayar, deh. Praktis sekali tanpa harus cape mengantre. Paling, hanya harus sabar menunggu.
Mari, Ajak Anak Berbelanja secara Langsung
Belanja secara daring memang mengasyikkan dan menguntungkan karena banyak diskon, gratis ongkir, bahkan berkesempatan mendapat ribuan koin. Tapi, saya rasa tak ada salahnya untuk meluangkan waktu berbelanja secara langsung, ditambah sambil mengajak anak-anak.
Banyak hal yang bisa anak-anak eksplor ketika diajak pergi berbelanja secara langsung. Meskipun tentu saja ada risikonya, ya. Ini perlu kehati-hatian dari orang tua juga. Karena di tempat mana pun, selain pusat perbelanjaan, pasti ada risikonya; entah anak tiba-tiba tantrum, terjatuh, atau terpisah dari orang tua.
ADVERTISEMENT
Momen berbelanja juga bisa menjadi pengenalan nilai mata uang kepada anak-anak. Kita bisa sambil memperlihatkan barang A harganya segini, B segini, dan seterusnya. Lalu, apabila anak sedang diajarkan untuk menabung dan ingin membeli sesuatu, kita juga bisa menstimulus anak untuk mengetahui jumlah uang yang harus dia kumpulkan agar bisa membeli apa yang dia inginkan.
Menurut saya, anak-anak perlu diberi pengalaman untuk mengunjungi dan mengenal tempat ramai seperti pusat perbelanjaan ini. Tidak mesti sering, mungkin bisa sekitar sebulan sekali, agar anak bisa melihat interaksi dari berbagai orang dan transaksi yang terjadi secara langsung. Anak-anak juga jadi belajar bahwa segala sesuatu yang mereka makan atau gunakan, tidak didapatkan secara instan. Perlu ada sesuatu yang dikeluarkan, yaitu uang.
ADVERTISEMENT
Harapannya, ketika dari kecil sudah terbiasa dan bisa membeli sesuatu, anak jadi tahu apa saja yang dia butuhkan. Anak juga jadi belajar memilah mana yang kebutuhan, dan mana yang hanya sekadar keinginan. Lalu, ketika dewasa, siapa tahu anak jadi jago berbelanja, atau bahkan jadi lihai cari diskonan yang bisa menghemat pengeluaran bulanan. Bermanfaat sekali, bukan?[]