Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Strategi Keamanan Militer Armenia dalam Konflik Nagorno-Karabakh
25 Oktober 2022 17:11 WIB
Tulisan dari Ana Fairuz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal mula konflik perebutan wilayah Nagorno-Karabakh ini adalah pada masa keberadaan Uni Soviet. Nagorno-Karabakh merupakan wilayah di Kaukasus Selatan yang keberadaannya diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, walaupun sebenarnya 95% populasi dari Nagorno-Karabakh adalah etnis Armenia atau dapat dikatakan wilayah Nagorno-Karabakh ini secara de facto dikuasai oleh Republik Nagorno-Karabakh yang diproklamasikan sendiri, tapi secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Oleh karena itu, terjadi ketegangan yang cukup panas di antara kedua negara ini. Pertama kalinya konflik ini meledak yaitu ketika Nagorno-Karabakh menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1991 dan memilih untuk bergabung secara resmi ke dalam wilayah Armenia.
ADVERTISEMENT
Sepanjang sejarah, kedua negara ini telah melakukan pertempuran yang menghabisi ribuan nyawa manusia yaitu sekitar 20.000-30.000 jiwa. Gencatan senjata ini pun terus berlangsung sampai tahun 1994. Wartawan yang meliput kejadian tersebut menyatakan bahwa terdapat korban di kedua negara, baik di Azerbaijan maupun Armenia. Tak hanya sampai di situ, konflik semakin membesar hingga tahun 2008. Setelah sebelumnya melalui proses hingga ke organisasi internasional seperti Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) bahkan Majelis PBB pun ikut turun tangan dalam persoalan ini guna mencari solusi agar tercipta perdamaian.
Kebijakan-kebijakan yang setelahnya dilakukan oleh Armenia adalah untuk merebut wilayah Nagorno-Karabakh, karena wilayah itu dianggap penting bagi mereka, mengingat populasi dari sengketa wilayah itu mayoritas adalah penduduk Armenia. Pertama, Armenia mulai melakukan perluasan wilayah secara terus-menerus ke arah penduduk pengungsi dari Azerbaijan, hal ini mengakibatkan pengungsi Azerbaijan meningkat dan terpaksa harus pindah dari wilayah-wilayah tersebut. Armenia juga mengancam jika Azerbaijan memilih untuk melancarkan aksi militernya, maka Armenia juga tidak segan untuk membalasnya berkali lipat. Di sisi lain keduanya semakin memperkuat pertahanan militernya, sehingga semakin sedikit kemungkinan untuk terjadinya perdamaian.
ADVERTISEMENT
Adapun salah satu strategi yang telah dilakukan oleh Armenia untuk mempertahankan stabilitas keamanan negaranya yaitu penembakan dua helikopter dan tiga pesawat nirawak Azerbaijan sebagai respons atas serangan ke Nagorno Karabakh, hal ini berdasarkan sebuah pengakuan dari Kementerian Pertahanan Armenia. Tidak hanya itu, Armenia juga mengklaim telah menyerang 330 tentara Azerbaijan dimana 100 diantaranya meninggal dunia dan 200 lainnya luka-luka serta menghancurkan kendaraan lapis baja dan 29 tank milik Azerbaijan. Dapat dilihat bahwa strategi perang yang dilakukan oleh Armenia dan Azerbaijan ini sudah bersifat modern karena di dalamnya terdapat alat tempur seperti pesawat nirawak dan strategi perang hibrida.
Kemudian dalam konflik perebutan wilayah ini, terdapat aktor lain yang membantu Armenia. Aktor ini merupakan salah satu yang terkuat dalam dunia internasional, yaitu Rusia. Selain karena faktor historis, hubungan mereka dapat terjalin karena letak geografisnya yang dekat. Pada awalnya, Rusia menjadi mediator antara Armenia dan Azerbaijan, ia meminta kedua negara agar berhenti melakukan tindakan militer di wilayah Nagorno Karabakh. Gerakan-gerakan yang dilakukan Rusia terhadap konflik ini terlihat tidak mengedepankan konsep militer, tetapi tetap berhasil mempertahankan pengaruhnya sebagai mediator. Selain berperan sebagai penengah, sebenarnya Rusia memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Armenia, sehingga kebijakan yang dikeluarkan secara tersirat memiliki maksud untuk membantu pergerakan Armenia melawan Azerbaijan.
ADVERTISEMENT
Presiden Rusia, Vladimir Putin, akhirnya berhasil mempertahankan pengaruhnya sebagai penengah. Tidak hanya itu, Presiden Putin telah membuat kedua negara melakukan gencatan senjata dan memperbolehkan etnik Armenia dan pasukan Azerbaijan yang berada di Nagorno Karabakh untuk melakukan pertukaran tahanan maupun korban perang dari kedua negara. Upaya ini dilakukan melalui proses pembicaraan panjang namun cepat yang dipimpin oleh Rusia (The Moscow Talk) pada Rabu, 7 Oktober 2020.
Pada akhirnya, strategi dan kebijakan militer terus dikeluarkan oleh Armenia maupun Azerbaijan yang menyebabkan banyak korban. Sampai sekarang pun, pertarungan atas sengketa wilayah ini masih terjadi. Sebenarnya yang membuat konflik ini semakin jauh dari perdamaian adalah karena banyak pihak yang terlibat seperti negara-negara besar yang ikut memberikan respons, organisasi internasional yang terkesan lambat menangapi kebijakan negara besar, serta mekanisme yang dapat dilihat dari faktor historis antara Azerbaijan dan Armenia dalam merespons persoalan ini yaitu dengan kekerasan dan balas dendam.
ADVERTISEMENT
Referensi:
1. Febriani, Herlan. (2017). “Isu Kejahatan Perang dalam Penyelesaian Konflik Azerbaijan-Armenia Memperebutkan Nagorno-Karabakh”. Journal of International Relations. Vol. 4, No. 1, 2018. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jihi/article/view/19129/18165
2. Hartati, Anna Yulia. (2020). “Konflik Azerbaijan Dengan Armenia atas Wilayah Nagorno-Karabakh dalam Konteks Hukum Internasional”. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE. Vol. 13 No. 2. https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/QISTIE/article/view/3909/3337
3. Thomas, Ali. (2022). “Analisis Pertempuran Armenia-Azerbaijan Tahun 2020 Dari Aspek Strategi Perang Modern”. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. Vol. 9, No. 3, 2022. http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/3969