Konten dari Pengguna

PPN Naik 12 persen : Kaum Menengah Terancam Hilang?

Andhika Ponco Nugroho
Saya mahasiswa D3 Farmasi Universitas Al-Irsyad Cilacap (UNAIC).
23 Desember 2024 17:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andhika Ponco Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025 menuai berbagai respons dari masyarakat. Kebijakan ini dikhawatirkan akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah yang selama ini menjadi penggerak ekonomi nasional.
Ilustrasi pajak Sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/pajak-kantor-pajak-646512/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pajak Sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/pajak-kantor-pajak-646512/
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok menengah menyumbang sekitar 45% dari total konsumsi nasional. Kenaikan PPN sebesar 1% diperkirakan akan menambah beban pengeluaran bulanan sebesar Rp 200.000 hingga Rp 500.000 untuk keluarga kelas menengah. Sementara itu, Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kenaikan PPN merupakan langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara. "Tambahan penerimaan dari kenaikan PPN akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan program kesejahteraan rakyat," jelas Direktur Jenderal Pajak, dalam keterangan resminya. Para pengamat memperkirakan dampak kenaikan PPN akan terasa di berbagai sektor: 1. Sektor Properti: Harga rumah dan apartemen diprediksi naik 2-3% 2. Sektor Ritel: Konsumsi barang non-esensial diperkirakan menurun 5-7% 3. Sektor Pendidikan: Biaya pendidikan swasta berpotensi mengalami kenaikan 4. Sektor Kesehatan: Layanan kesehatan non-BPJS kemungkinan akan menyesuaikan tarif
Ilustrasi kenaikan pajak terhadap properti rumah Sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/ai-dihasilkan-rumah-hak-tanggungan-8692178/
Untuk memitigasi dampak kenaikan PPN, pemerintah berencana memberikan insentif khusus bagi UMKM dan barang kebutuhan pokok. "Kami akan membebaskan PPN untuk sembako dan memberikan kemudahan pajak bagi UMKM," tegas Menteri Keuangan dalam rapat kerja dengan DPR. Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai timing kenaikan PPN kurang tepat. "Di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan berbagai ketidakpastian global, kenaikan PPN bisa kontraproduktif," ujar Ketua APINDO. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan kenaikan PPN berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3% pada tahun 2025. "Penurunan daya beli kelas menengah akan berdampak pada perlambatan konsumsi domestik," jelasnya. Berbagai organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ulang kebijakan ini dan mempertimbangkan alternatif lain untuk meningkatkan penerimaan negara, seperti optimalisasi pajak digital dan pemberantasan penghindaran pajak. Masyarakat kelas menengah kini dihadapkan pada dilema: menyesuaikan pola konsumsi atau mencari tambahan penghasilan. Tanpa kebijakan kompensasi yang tepat, ada kekhawatiran kelompok ini akan tergerus dan berdampak pada stabilitas sosial ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT