Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Airlangga Mundur, Jokowi Bergerak
12 Agustus 2024 14:38 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Andi Redani Suryanata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada Sabtu, 10 Agustus 2024, mengejutkan banyak pihak. Alasannya? "Pertimbangan untuk menjaga keutuhan partai," katanya. Namun, jika kita mau sedikit membuka tirai politik yang seringkali menyembunyikan permainan kekuasaan, pernyataan tersebut tampaknya lebih seperti usaha untuk menenangkan badai daripada sebuah alasan yang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Mari kita tengok lagi satu hari sebelum Airlangga mengumumkan pengunduran dirinya. Pada Jumat, 9 Agustus 2024, ia bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. Pertemuan yang tampaknya "kebetulan" ini, menjadi titik awal dari spekulasi yang berkembang. Dan tak lama setelah itu, pada hari yang sama dengan pengunduran diri Airlangga, Jusuf Hamka—salah satu kader Partai Golkar—juga menyatakan mundur dari jabatannya. Ia bahkan menambahkan bumbu dengan menyebut politik sebagai dunia yang terlalu kasar baginya.
Drama politik Indonesia memang tak pernah kehilangan kejutan. Saat kita masih mencerna berita pengunduran diri Airlangga Hartarto, tiba-tiba muncul nama-nama lain yang ikut bermain di balik layar. Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, rupanya telah melakukan pertemuan penting dengan Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla sebelum keputusan besar Airlangga diumumkan. Lalu, apa arti semua ini? Apakah ini hanya kebetulan, atau ada rencana besar yang tengah disusun?
ADVERTISEMENT
Jika kita berhenti sejenak dan merenungkan, rasanya sulit untuk percaya bahwa pengunduran diri Airlangga hanya sekadar demi alasan pribadi dan menjaga keutuhan partai. Di balik semua drama ini, ada angin politik yang bertiup kencang, membawa aroma skenario besar yang sedang dirancang oleh Presiden Jokowi di penghujung masa jabatannya.
Kita tahu Golkar bukanlah partai sembarangan. Partai besar ini memiliki pengaruh yang kuat dalam peta politik nasional. Maka, pertanyaannya sekarang: siapakah yang akan mengambil kendali? Dan lebih penting lagi, apa yang akan terjadi setelahnya? Sebab, siapa pun yang berhasil mengendalikan Golkar, ia memegang kunci untuk mempengaruhi arah politik Indonesia di masa mendatang.
Seolah kita sedang menonton sebuah panggung sandiwara, di mana aktor-aktor utamanya terus berganti peran, namun naskahnya tetap sama—mengamankan kekuasaan. Dan di tengah semua manuver ini, publik hanya bisa menebak-nebak, menanti dengan penuh was-was apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah ini pertanda dari sebuah alur besar yang sudah disiapkan sejak lama, ataukah sekadar drama pengalihan yang akan segera berganti babak?
ADVERTISEMENT
Kemudian, jangan lupakan satu nama yang tak bisa diremehkan dalam permainan politik ini: Jusuf Kalla. Dengan segudang pengalaman dan jalinan erat dengan Golkar, kehadirannya dalam pertemuan dengan Jokowi dan Bahlil bukanlah sekadar ajang nostalgia atau basa-basi politik. Ada isyarat yang lebih besar dari sekadar berbagi cerita lama—ini adalah persiapan untuk sesuatu yang lebih serius dan lebih besar.
Namun, mengapa harus Airlangga yang dikorbankan? Jawabannya mungkin terlihat sederhana, tetapi sarat dengan intrik. Airlangga adalah batu sandungan yang perlu disingkirkan untuk melicinkan jalan bagi rencana besar Penguasa. Dalam kamus politik, sering kali, sahabat yang tak lagi sejalan berubah menjadi beban yang harus dilepaskan. Dengan Airlangga yang mundur, pintu terbuka lebar untuk sosok lain yang lebih “bersahabat” dengan agenda politik Jokowi untuk mengambil alih Golkar. Ini adalah strategi cerdas ala politikus senior yang paham betul bahwa untuk tetap mengendalikan permainan, kadang kita harus merelakan satu pion untuk menyelamatkan raja.
ADVERTISEMENT
Dan siapa yang tahu? Mungkin ini adalah langkah halus Jokowi untuk memastikan bahwa siapa pun yang memimpin Golkar ke depan, akan tetap berada di orbit kepentingan politiknya. Sebuah manuver akhir yang cerdik, memastikan bahwa meski sudah resmi lengser, tangan Jokowi masih akan meraba-raba tombol-tombol kekuasaan di belakang layar.
Apakah ini untuk memastikan legacy politiknya tetap terjaga, atau sekadar upaya untuk menghindari kejatuhan yang keras? Dalam politik, tidak ada yang benar-benar terjadi secara kebetulan. Setiap langkah adalah bagian dari skenario yang lebih besar, dan mundurnya Airlangga bisa jadi hanyalah babak pertama dari drama politik yang masih panjang. Dan yang pasti, permainan belum selesai—dan kita baru saja menyaksikan salah satu langkah terpentingnya.
ADVERTISEMENT