Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memberantas Barang Bekas hingga Tak Berbekas
23 April 2023 19:58 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari ANDI SUHANDI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini pemerintah disibukkan oleh isu miris nan sedih yang mengganjal dan mengusik pekerjaan rumah penegakan hukum di negeri tercinta, yakni Indonesia. Pemerintah harus menegaskan pelarangan impor dan peredaran barang bekas (terutama pakaian impor bekas).
ADVERTISEMENT
Walaupun aturan hukumnya sudah ada, namun dengan adanya kegiatan masyarakat untuk berburu baju bekas (thrifting ) hasil impor dari luar negeri kini menjadi perbincangan hangat.
Belum usai beberapa pekerjaan rumah pemerintah—yang viral di berbagai media masa dan elektronik—yang harus ditangani dan diselesaikan karena aturan dan hukum harus ditegakkan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor, menyikat habis perdagangan barang-barang bekas, termasuk pakaian bekas yang beredar di pelosok nusantara.
Kenapa? Karena akan mengganggu dan berpengaruh terhadap produksi dalam negeri. Meskipun demikian hukum harus ditegakkan, namun keadilan hukum dan aspirasi masyarakat yang seharusnya menjadi sumber hukum yang harus diperhatikan dan disikapi dengan bijak.
Sementara aturan mengenai larangan impor barang bekas utamanya pakaian bekas diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor dan Undang-Undangnya adalah Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
ADVERTISEMENT
Mungkin hanya itu kekuatan daya beli masyarakat kita yang mayoritas di bawah garis kemiskinan, dan sekadar memiliki, merasakan dan menikmati barang-barang mewah meskipun barang bekas (second), bak seperti anak-anak orang berkelas yang dengan mudahmya membeli barang-barang mewah dengan kondisi baru yang fulusnya tidak menjadi persoalan.
Dari sisi penegakan hukum, aparat penegak hukum merasa kecolongan dalam mengamankan dan mengawasi keamanan perimeter dan teritorial negara, hingga barang-barang ilegal tersebut dapat masuk dan beredar di negeri ini. Atau ada segelintir oknum di jajaran aparat penegak hukum yang bermain-main dengan hal itu, demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Dari sisi pedagang kecil, perdagangan pakaian dan barang-barang bekas merupakan peluang yang paling ditunggu dan yang paling menguntungkan, apalagi disaat momentum dan seremonial saat hari raya, di mana permintaan (demand) akan barang-barang tersebut menjadi primadona bagi rakyat kelas bawah.
ADVERTISEMENT
Walaupun tidak tertulis dan tercatat dalam daftar buku konglomerasi dan bisnis Indonesia, namun para pedagang kecil berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi bangsa, terutama dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, serta bertahan hidup untuk mempertahankan ekonomi keluarga.
Dari sisi korporasi dan perusahaan-perusahaan menengah dan besar yang memproduksi barang sejenis merupakan faktor penghambat yang mempengaruhi proses produksi dan penjualan produk mereka.
Bagaimanapun juga mereka yang menghidupkan dan menggerakkan roda perekonomian nasional, dan jangan sampai bantuan serta fasilitas-fasilitas yang mereka dapatkan dari negara akan terbuang sia-sia.
Konon ada pepatah kuno yang mengatakan bahwa usaha dan bisnis yang paling menguntungkan adalah usaha atau bisnis yang pangsa pasarnya dari kaum marjinal, meskipun keuntungan yang didapatkan hanya sedikit, akan tetapi eksistensinya kuat dan berkesinambungan.
ADVERTISEMENT
Mungkin hal itu yang ditangkap oleh para korporasi dan konglomerasi di negeri ini. Mereka yang mengendalikan dan menguasai saham-saham negara, ketika ada usaha dan upaya bagi masyarakat marjinal untuk maju dan keluar dari kemiskinan dan keterpurukan akan disikat dan diganjal mati-matian hanya karena pesan dan titipan dari “sang pembuat pesan”, dengan berlindung di balik hukum dan perundang-undangan.
Dengan demikian, pupuslah harapan dan cita-cita para pengais rupiah yang berjuang untuk mendapatkan kesempatan naik level dan keluar dari garis kemiskinan juga keterpurukan, hanya karena aturan dan produk hukum yang tidak berpihak kepada mereka.