Konten dari Pengguna

Jika Saipul Jamil Kembali Eksis di Layar Kaca, karena Siapa?

Andrias Pujiono
Dosen di Sekolah Tinggi Teologi Syalom Bandar Lampung
8 September 2021 10:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andrias Pujiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
john-tuesday-unsplash
zoom-in-whitePerbesar
john-tuesday-unsplash
ADVERTISEMENT
Penyambutan Saipul Jamil membuat jagat media massa dan sosial media geger. Betapa tidak, seorang mantan narapidana disambut bak pahlawan. Keluarga, saudara, teman dan fans menyambut Saipul dengan sangat meriah. Dia dijemput menggunakan mobil mewah, dikalungi bunga dan diarak. Luar biasa.
ADVERTISEMENT
Saipul Jamil atau yang sering disapa bang Ipul ini dipenjara karena dua kasus pidana. Pertama, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Korbannya adalah laki-laki. Menurut Rexa Indragiri Amriel, Saipul disebut ephebophilia, karena korbannya berusia 12-16 tahun. Kedua, kasus suap 250 juta terhadap majelis hakim.
Kasus pelecehan seksual tersebut akhirnya diganjar hukuman 5 tahun penjara. Kemudian, suap kepada hakim, si Ipul diganjar 3 tahun penjara. Totalnya, 8 tahun penjara.
Dari 8 tahun penjara tersebut, Saipul Jamil mendapatkan potongan masa tahanan. Dia mendapatkan potongan 30 bulan atau 2,5 tahun penjara karena dianggap berkelakuan baik. Artinya dia hanya menjalani hukuman selama 5,5 tahun penjara.
Penyambutan kebebasan Saipul Jamil menuai kritik bahkan kecaman. Penyambutan itu jelas berlebihan. Beberapa tokoh menyuarakan protes terhadap penyambutan tersebut. Najwa Shihab, Ari Lasso, Kemal Pahlevi, Soleh Solihun, Ernest Prakarsa, Angga Dwimas Sasongko adalah tokoh-tokoh mengecam aksi glorifikasi kebebasan Saiful Jamil.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Sineas Angga Dwimas Sansongko sampai menghentikan kesepakatan distribusi film Nussa dan Keluarga Cemara di TV yang menampilkan Saipul Jamil.
Bukan sekadar soal penyambutan kebebasannya, kabar tentang kontrak si Ipul dengan beberapa televisi menuai beragam reaksi. Apa yang pro, tidak menyalahkan, bahkan mendorong masyarakat menerimanya kembali. Namun ada yang kontra, tidak setuju Saipul Jamil mendapatkan panggung di layar televisi.
Penolakan masyarakat tersebut tidak lepas dari kasus pidana yang dulu pernah menjeratnya. Yaitu, pelaku kekerasan seksual dan aksi suap terhadap hakim. Keduanya menunjukkan cacat moral dari sang mantan napi. Banyak anggota masyarakat yang gerah dengan tindakan tidak sensitif beberapa lembaga penyiaran.
Beberapa televisi dinilai kurang memberikan rasa empati terhadap korban, dan seperti memberikan pemakluman terhadap pelaku pelecehan seksual. Media televisi tersebut terkesan hanya mementingkan rating dan keuntungan materi.
ADVERTISEMENT
Kembalinya Saipul Jamil ke layar kaca, bukan kesalahan dia sepenuhnya. Ya, memang Saipul Jamil terkesan tidak tahu malu dan memanfaatkan moment. Karena tidak dipungkiri bahwa, bekerja dan mendapatkan uang adalah kebutuhannya setelah bebas.
Sekali lagi, ini bukan salah si Ipul sepenuhnya. Ada beberapa pihak yang bertanggung jawab jika hal tersebut terjadi. Pihak pertama adalah televisi-televisi yang meliput dan melambungkan namanya kembali. Tidak sampai di situ, kabar yang beredar dari kerabat dan sahabat, bahwa sudah ada kontrak dari televisi yang menunggu bang Ipul setelah dia bebas.
Pada saat penyambutan kebebasan si Ipul tidak viral jika tidak disiarkan berbagai media. Pihak televisi atau media massa online bertanggung jawab akan hal tersebut. Walaupun tanpa media penyiaran, hal ini bisa dilakukan dengan media sosial. Tetapi dalam hal tersebut peran televisi sangat besar. Kalau mereka tidak meliput, kecil kemungkinan disaksikan oleh banyak orang dan viral.
ADVERTISEMENT
Kembalinya Saipul Jamil dan mendapatkan kontrak (kabar) untuk program televisi, merupakan ‘kesalahan’ televisi tersebut. Bagaimana tidak, mereka adalah pihak yang memiliki ‘kuasa’ memutuskan siapa saja yang mendapatkan kontrak dan tampil di media mereka. Kalau Saipul Jamil ditawari kerjaan, dan dia butuh, kemudian menolak, berarti dia ‘bodoh’.
Kenapa pihak televisi mengontrak Saipul Jamil? Alasannya adalah profit atau keuntungan. Pihak televisi akan berpikir ulang dalam mempekerjakan seseorang jika tidak memberikan keuntungan. Itu mustahil. Karena televisi beroperasi untuk berbisnis, mendapatkan profit. Masalah nilai moral dan empati kepada korban pelecehan seksual, abaikan saja.
Televisi yang mengontrak si Ipul juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Pihak televisi tidak akan mengontrak artis yang tidak laku. Walaupun berprestasi atau tidak, artis yang dikontrak adalah mereka yang dapat meningkatkan rating program televisi. Walaupun terkadang hanya bermodalkan sensasi, dan bukan prestasi.
ADVERTISEMENT
Orang mungkin marah atau memaki televisi-televisi yang mengontrak si Ipul. Mereka tidak sensitif lah, tidak peduli perasaan si korban lah, dan sebagainya. Tapi ingat masyarakat memiliki andil besar terhadap eksistensi suatu program. Jika rating rendah atau tidak ada penontonnya, otomatis programnya akan mati.
Jadi, jika nanti program yang ada bang Ipul-nya dan ratingnya tinggi, berarti karena masyarakat menginginkannya. Jangan hanya salahkan bang Ipul dan televisi! Karena masyarakat sendiri yang menerimanya, yang membuat dia tetap eksis. Itu dapat menjadi representasi selera dari masyarakat kita.
Jadi faktor kunci dalam hal ini adalah penonton. Para penonton inilah yang akan menentukan berjalan tidaknya suatu program. Tidak ada penonton berarti tidak ada sponsor, tidak ada sponsor berarti program akan mati atau tutup.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, apakah para penonton peduli dengan latar belakang Saipul Jamil? Jika mereka tidak peduli, maka keberadaan Saiful Jamil pasti akan tetap aman.
Kemudian, pihak yang bertanggung jawab terhadap eksistensi dari Saipul Jamil adalah sponsor. Program televisi tidak akan berjalan tanpa sponsor atau pengiklan. Apakah sponsor peduli efek negatif dari kemunculan Saipul Jamil? Selama mereka mensponsori program tv yang menampilkan bang Ipul, tentu saja mereka tidak peduli.
Pihak sponsor juga memiliki pengaruh yang besar. Mengapa? Karena jika mereka menolak mensponsori program yang ada Saipul Jamilnya, maka eksistensi Ipul dan programnya akan meredup dan hilang. terlihat sederhana.
Media televisi, penonton dan sponsor, ketiganya saling terkait dan memengaruhi. Televisi butuh penonton supaya tetap memiliki rating tinggi, dan dukungan sponsor. Masyarakat sebagai penonton, membutuhkan tontonan yang disukai. Sedangkan, sponsor mendukung acara yang memiliki rating tinggi, supaya bisa mempromosikan produk berupa barang atau layanan.
ADVERTISEMENT
Jadi, kurang tepat jika eksistensi bang Ipul di layar kaca hanya menyalahkan pihak televisi. Ada penonton dan sponsor yang berperan besar dalam hal tersebut, dan bertanggung jawab juga.
Masyarakat yang menolak Saipul Jamil dapat melakukan aksi boikot yang powerful. Yaitu dengan memboikot program dan produk dari sponsor program tersebut. Itu hal cara yang mudah dilakukan masyarakat yang ingin menolak eksistensi Saipul Jamil di layar kaca. Pertanyaannya, apakah masyarakat kita mau? Ya mereka mau.
Kritik dan desakan yang masif oleh masyarakat membuahkan hasil. KPI kemudian meminta seluruh lembaga penyiaran tidak menguatkan glorifikasi pembebasan Saipul Jamil. Sekali lagi, masyarakat kita telah mengambil perannya, bersuara lantang, dan membuahkan hasil. Semoga ke depan, masyarakat lebih solid untuk kebenaran, lembaga penyiaran seperti televisi dan KPI lebih sensitif dan responsif terhadap isu-isu serupa.
ADVERTISEMENT