Konten dari Pengguna

Kenyataan Dalam Dunia Fantasi: Meneropong Dunia Maya Melalui Koil

Andy Arnolly Manalu
ASN, di Kota Jambi. A Floydian and KLanis.
25 Juni 2023 19:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andy Arnolly Manalu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Grup band Koil. Foto: Instagram @koilofficial
zoom-in-whitePerbesar
Grup band Koil. Foto: Instagram @koilofficial
ADVERTISEMENT
Kamu merasa pernah membaca kata-kata di atas? Kalau belum maka itu adalah judul lagu salah satu grup bergenre industrial rock asal Bandung, Koil. Grup yang unik, karena vokalisnya sering lupa lirik dan konon menurut mereka yang paling tahu soal bernyanyi, suara Otong sang vokalis sekaligus front man dikategorikan jelek.
ADVERTISEMENT
Masih kurang? Konon, fans Koil yang kerap disapa Koil Killer, mayoritas tidak suka ketika mereka bekerja sama dengan Ahmad Dhani menyanyikan lagu yang menjadi tulisan ini.
Saya sendiri menyukai Koil karena faktor lirik yang kuat, Otong dan Leon, sang drummer yang membuat isian drum lagu-lagu mereka selain penuh energi dan tetap menghentak namun tidak bikin telinga tersiksa jika didengarkan dalam waktu lama.
Baik, sejenak kita tinggalkan Koil. Beberapa hari yang lalu sesampainya di kantor, seorang kawan berkisah tentang kabar dua orang pesohor yang dikabarkan serong dari pasangan resminya. Saya, pada dasarnya tidak pernah ambil peduli dengan kehidupan para pesohor di republik ini.
Untuk alasan yang simpel dan logis yaitu tak menjadi nutrisi bagi pikiran dan hati. Kebanyakan hanya menjual sensasi. Karya saat berkesenian pun didangkalkan pada selera pasar. Tambah lagi; berita, wajah dan kabar tentang mereka yang berkali-kali membajak frekuensi publik melalui berita pernikahan, kelahiran anak bahkan saat potong rambut.
ADVERTISEMENT
Apa mau dikata, atas nama rating dan slot iklan, mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam mukadimah konstitusi seolah berhenti menjadi jargon belaka. Dari pagi sampai keesokan paginya, bisa dipastikan berita-berita sejenis akan mendominasi layar televisi sampai layar gawai anda.
Algoritma memang pisau bermata dua. Ianya memudahkan dalam berselancar di dunia maya tapi juga dengan gampang menyajikan tautan-tautan dengan topik yang tadinya anda buka karena iseng atau sesaat terjangkit fobia bernama FOMO (Fear of Missing Out).
Tulisan ini tidak berpretensi untuk menjadi polisi moral. Tak pula ingin membahas kenapa orang berani berselingkuh tetapi tidak berani mengaku. Peristiwa tersebut biarlah menjadi domain Mbak yang biasa bilang, “Hari Senin, harga naik…” beserta teman-temannya.
ADVERTISEMENT
Saya hanya ingin bercerita semakin tipisnya batas antara kenyataan dan fantasi. Orang-orang dibuat kagum ketika berselancar di atas gawai melihat para pesohor yang berpakansi ke sana-sini. Berpakaian mahal, bermobil mewah, berumah megah.
Pada hari-hari tertentu menjadi sangat religius, di bawah sorotan kamera berbagi pada kaum yang papa. Uniknya ragam permakluman di samping pro dan kontra akan hadir pada kolom komentar. Batasan antara yang baik dan buruk, hitam dan putih menjadi abu-abu dalam peristiwa yang nyata namun terpampang dalam alam maya.
Dulu, orang-orang mulai mengkhawatirkan hilangnya nilai-nilai kegotong royongan dan tepo sliro. Sekarang, konsep kekhawatiran tersebut bergeser. Orang-orang yang masih peduli pada etika dan norma sosial seperti dipaksa menerima keadaan bergesernya konsep nilai tentang etika dan norma sosial itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Media sosial, pada akhirnya lebih sering mempengaruhi dan membuat orang asyik tenggelam lalu lupa bahwa dia punya kehidupan sosial yang lebih luas dari sekedar papan ketik pada perangkat pintar miliknya. Media sosial telah mengubah banyak standar dalam relasi antar manusia, ukuran kepatutan, apresiasi terhadap pencapaian dan banyak lagi.
Ianya juga menambahkan seperangkat alat dalam rupa-rupa aplikasi untuk berbasis Artificial Intellegence (AI) untuk memenuhi salah satu naluri alamiah manusia yaitu tampil menawan dan sempurna. Disadari atau tidak disadari. Diakui atau tidak diakui. Media sosial justru menumbuhkan kecenderungan asosial. Sebuah paradoks, bukan?

Aku Lupa Aku Luka Sampai Semoga Kau Lekas Sembuh

Terlepas dari masih banyak hal positif yang bisa didapatkan melalui gawai di tanganmu. Salah satu hal yang paling mengkhawatirkan dari masifnya penetrasi media sosial dalam kehidupan manusia adalah gangguan kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Kamu bisa sejenak berselancar untuk mencari tautan yang berisi hasil berbagai riset dalam dan luar negeri mengenai gangguan kesehatan mental akibat terobsesi untuk mengikuti apa yang saja yang dilakukan oleh para influencer ataupun selebriti aplikasi.
Orang-orang berupaya mencari hiburan, terkadang afirmasi terhadap apa yang dihadapinya dengan berkaca pada pengalaman para pesohor tersebut. Akibatnya masalah-masalah yang dihadapi atau tanggung jawab yang semestinya diemban dalam RL (saya pinjam istilah ini ya yang artinya real life... hehehe) diabaikan dan malah menimbulkan masalah baru.
Ada perasaan tertekan, malu, gengsi yang berujung depresi. Maraknya cyber bullying tak terlepas dari standar baru yang tidak disepakati sebagai sebuah konsensus tapi dimulai oleh para pesohor tersebut sebagai sebuah mode atau trend.
ADVERTISEMENT
Orang-orang mengikutinya agar tak dilupakan tapi mereka lupa akan luka mereka sendiri. Lupa bahwa trend itu bukan mereka. Mode itu bukan solusi persoalan yang mereka temui. Aku Lupa Aku Lupa, demikian judul lagu Koil yang kadang membuat saya bertanya sendiri, alangkah visionernya Julius Aryo Verdijantoro a.k.a Otong dalam menulis lirik lagu.
Pada akhirnya, semua kejumudan personal harus diselesaikan personal. Semua problem komunitas mesti dientaskan anggota komunitas itu sendiri. Para pesohor datang dan pergi. Hidup mereka mungkin terbangun dari kombinasi prestasi dan sensasi. Sayangnya, sudah bisa dipastikan sedikit sekali yang akan berhasil meniti titian yang sama untuk mencapai apa yang disebut kesuksesan.
Kesuksesan bukan sesuatu yang disempitkan pada satu hal atau bidang tertentu. Kesuksesan tidak mengandung limitasi. Apapun bidang dan hal yang kamu tekuni, berpotensi menjadi ladang kesuksesan itu sendiri. Selama kamu meyakini bahwa batasan dirimu adalah kesuksesan versi dirimu bukan orang lain.
ADVERTISEMENT
Adapun untuk para pesohor dan selebriti aplikasi yang hanya menebarkan sensasi dan menyumbang terhadap kebanalan ruang informasi publik karena jalan pintas menuju popularitas dan eksistensi, saya pilihkan lagu Koil yang berjudul Semoga Kau Lekas Sembuh. Seolah meneguhkan premis bahwa proses penyembuhan ini akan berlangsung lama, Koil bahkan membuat lagu ini dalam Part I dan Part II.
Selamat menjalani dan merawat kenyataan yang bukan dalam dunia fantasi. Tabik!