Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Peran Mahasiswa dalam Mempertahankan Kedaulatan Natuna
31 Mei 2024 13:48 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Angel Aurelia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Laut Cina Selatan
ADVERTISEMENT
Laut Cina Selatan adalah salah satu kawasan maritim paling strategis di dunia, terletak di antara jalur perdagangan utama dan kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas alam, dan hasil laut. Namun, wilayah ini juga menjadi salah satu yang paling diperebutkan, dengan klaim tumpang tindih dari berbagai negara seperti Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Indonesia (Storey & Lin, 2016). Republik Rakyat China telah mengklaim wilayah Laut Cina Selatan berdasarkan klaim historisnya yang dinamakan 9 Dash Line namun klaim ini telah ditolak oleh beberapa negara lain yang memiliki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang tercakup dalam peta berdasarkan Nine Dash Line tersebut.
Ancaman kedaulatan Indonesia berada dipuncaknya pada saat Republik Rakyat Tiongkok ’mengunjungi’ wilayah perairan di Natuna Utara dengan kapal penjaga pantai. Badan Keamanan Laut RI melaporkan bahwa kapal tersebut tidak ingin meninggalkan tempatnya dari hari Sabtu sampai Minggu meskipun telah diperingatkan oleh Bakamla RI. Pihak RRT menjelaskan bahwa mereka sedang melakukan kegiatan patroli di kawasan nine dash line yang diklaim secara sepihak sebagai pedoman mereka untuk menguasai perairan disekitarnya. Meskipun juru bicara Menlu Tiongkok sudah menyatakan bahwa masalah tersebut hanyalah permasalahan miskomunikasi, pemerintah Indonesia harus bertindak tegas karena integritas dan kedaulatan negara harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Keberadaan kapal-kapal asing yang meresahkan di wilayah perairan Indonesia tidak hanya mengganggu keamanan nasional, tetapi juga mengancam kedaulatan maritim yang menjadi kunci bagi pembangunan dan keberlanjutan ekonomi negara. Dalam menjaga kepentingan dan keamanan nasional, pemerintah Indonesia tidak bisa membiarkan penyelesaian masalah semacam ini hanya bergantung pada klaim miskomunikasi, melainkan harus dihadapi dengan langkah-langkah konkret demi menegakkan kedaulatan dan integritas wilayah negara. Mengingat Indonesia telah mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) pada tahun 1983 dengan UU No.5 Tahun 1983.
ADVERTISEMENT
Dunia Internasional dan Laut Cina Selatan
Permasalah ini sudah menarik perhatian PBB yang menghadirkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang disahkan pada tahun 1982. Singkatnya, UNCLOS adalah sebuah kerangka hukum yang mengatur berbagai aspek pengelolaan dan pemanfaatan laut, termasuk hak-hak dan kewajiban negara-negara terkait wilayah perairan mereka. Dalam konteks Laut Cina Selatan, UNCLOS menjadi relevan karena sebagian besar klaim teritorial yang saling bertentangan antara negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei didasarkan pada interpretasi yang berbeda terhadap konvensi ini. UNCLOS menegaskan konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang memberikan hak kepada negara untuk mengeksploitasi sumber daya alam di perairan mereka, tetapi klaim-klaim yang tumpang tindih di Laut Cina Selatan telah memicu perselisihan terkait batas-batas ZEE dan hak pengeboran minyak, gas alam, serta hak navigasi. Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mematuhi UNCLOS 1982 dengan menerapkan berbagai peraturan hukum, termasuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri (Masdin, 2016). Sayangnya, Tiongkok belum mengakui UNCLOS 1982 dan tetap berpegang pada prinsip nine-dash line.
ADVERTISEMENT
Indonesia dan Laut Cina Selatan
Indonesia tidak menyerah begitu saja. Indonesia telah melakukan berbagai diplomasi untuk mempertahankan kedaulatan ZEE. Dalam konteks geopolitik yang kompleks ini, diplomasi memainkan peran penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia dan mencegah eskalasi konflik. Setelah ASEAN menginisiasikan Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea di tahun 2002, Indonesia menginisiasikan diplomasi multilateral dengan ASEAN untuk merundingkan Code of Conduct di laut cina selatan guna memperlancar negosiasi dengan Tiongkok. Selanjutnya, Indonesia lebih berfokus pada diplomasi militer dibandingkan soft diplomacy. Untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia, Indonesia membentuk empat pola diplomasi pertahanan yang diterapkan baik secara bilateral maupun multilateral (Sungkar, 2022). Pertama, kerjasama multilateral antara kekuatan eksternal dan negara-negara di Asia Tenggara yang bertujuan untuk menangani masalah keamanan khusus. Kedua, kerjasama dalam pertahanan dan keamanan yang dipimpin oleh Amerika dengan perjanjian bersama sekutu dan mitra strategisnya. Ketiga, upaya kerjasama multilateral yang diprakarsai oleh Tiongkok untuk melibatkan ASEAN dalam kerangka kerjasama keamanan regional Asia Timur dengan fokus utama pada isu-isu keamanan non-tradisional.
Terakhir, kerjasama multilateral dengan ASEAN sebagai pusatnya untuk memperkuat kerjasama keamanan di antara anggota dan mitra dialog, serta di dalam ASEAN Regional Forum (ARF). Seluruh cara diplomasi itu dibuktikan dengan peningkatan jumlah pasukan angkatan darat dari 800 menjadi 2.000 prajurit dan menambahkan pesawat tempur. Angkatan Laut juga mengirim 14 kapal perang ke Perairan Natuna untuk mempertahankan kedaulatan, melakukan pengawasan di Laut Cina Selatan. Sektor pertahanan udara juga memasang radar di beberapa lokasi pulau untuk operasi pengawasan 24 jam. Indonesia telah menandatangani perjanjian dengan Jepang pada tahun 2018 untuk menerima teknologi dan peralatan militer, sebagian besar digunakan di Pulau Natuna. Indonesia juga berpartisipasi dalam latihan perang bersama Amerika Serikat di wilayah tersebut. Dua kali latihan bersama AS telah dilakukan di Batam, yang terletak 480 km dari Natuna, termasuk penggunaan pesawat patroli seperti P-3 Orion untuk deteksi kapal di permukaan dan kapal selam. Menteri Pertahanan juga melakukan pembelian peralatan untuk memperkuat pangkalan militer di Pulau Natuna. Diplomasi ini dikenal dengan diplomasi pertahanan atau preventive diplomacy untuk menjaga kedaulatan ZEE Indonesia. Diplomasi ini bisa dikatakan berhasil dengan memperoleh 65,4% dari tingkat pengaruh preventive diplomacy terhadap kemampuan menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara, sedangkan 34,6% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain (Raspati et al., 2020).
ADVERTISEMENT
Apa Pentingnya Laut Cina Selatan bagi Mahasiswa?
Laut Cina Selatan memiliki signifikansi yang luas dan beragam bagi mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu. Pemahaman tentang kawasan ini memberikan wawasan kritis yang relevan dengan studi dan karir mahasiswa di masa depan. Laut Cina Selatan adalah jalur perdagangan utama yang dilalui oleh lebih dari setengah perdagangan minyak mentah dunia dan berbagai komoditas lainnya. Mahasiswa ekonomi dan bisnis dapat mempelajari dampak ekonomi dari konflik di kawasan ini, termasuk bagaimana ketidakstabilan maritim dapat mempengaruhi rantai pasokan global, harga energi, dan perdagangan internasional. Ini memberikan wawasan tentang pentingnya stabilitas regional bagi ekonomi global dan strategi bisnis internasional. Selain itu, mahasiswa dalam bidang studi sosial, ekonomi, dan pembangunan dapat melihat bagaimana konflik di Laut Cina Selatan mempengaruhi kehidupan masyarakat pesisir. Studi ini mencakup isu-isu seperti keamanan pangan, kesejahteraan ekonomi, dan keberlanjutan komunitas pesisir yang bergantung pada sumber daya laut. Dengan memahami dampak sosial-ekonomi dari konflik ini, mahasiswa dapat berkontribusi pada pengembangan kebijakan dan program yang mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir. Hal ini dapat mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga laut dari kapal-kapal asing. Bagi mahasiswa yang mempelajari hubungan internasional, ilmu politik, dan studi kawasan, Laut Cina Selatan adalah studi kasus yang sempurna untuk memahami dinamika geopolitik, konflik teritorial, dan diplomasi. Konflik di Laut Cina Selatan melibatkan beberapa negara besar dan menyoroti bagaimana klaim teritorial dapat mempengaruhi hubungan internasional dan stabilitas regional. Pemahaman tentang konflik ini membantu mahasiswa mengembangkan wawasan kritis tentang strategi diplomasi dan keamanan internasional. Konflik di kawasan ini menunjukkan pentingnya keamanan maritim, patroli perbatasan, dan kebijakan pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara. Melalui studi kasus ini, mahasiswa dapat menganalisis bagaimana negara-negara mengembangkan strategi pertahanan dan mengelola ancaman maritim, serta pentingnya kolaborasi internasional dalam memastikan keamanan maritim. Mahasiswa yang mempelajari ilmu lingkungan dan kelautan dapat mengeksplorasi dampak lingkungan dari eksploitasi sumber daya alam di Laut Cina Selatan. Kawasan ini kaya akan keanekaragaman hayati laut yang terancam oleh aktivitas manusia seperti penangkapan ikan berlebihan, pengeboran minyak, dan pembangunan pulau buatan. Studi tentang Laut Cina Selatan dapat meningkatkan pemahaman tentang pentingnya konservasi laut, keberlanjutan sumber daya alam, dan mitigasi dampak lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dengan mengetahui pentingnya Laut Cina Selatan, mahasiswa dapat mengembangkan perspektif yang lebih holistik dan kritis dalam studi mereka, serta mempersiapkan diri untuk berkontribusi secara positif dalam bidang mereka masing-masing dan berkontribusi pada sasaran visi 3 Indonesia Emas 2045 yang berambisi untuk menguatkan diplomasi internasional serta berkontribusi pada isu-isu global.
Peran Mahasiswa dalam Kedaulatan Indonesia
Mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan yang akan memegang peranan penting dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai sektor demi keberlangsungan negara. Dengan memahami dan terlibat dalam isu kedaulatan maritim sejak dini, mereka dapat mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang lebih kompeten dan visioner. Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh selama masa studi akan menjadi bekal berharga dalam menghadapi tantangan kompleks yang dihadapi Indonesia di masa depan. Dengan keterlibatan aktif, mahasiswa dapat membentuk arah kebijakan maritim yang lebih baik dan memastikan bahwa kedaulatan Indonesia di Laut Cina Selatan tetap terjaga. Laut Cina Selatan tidak hanya menjadi isu politik dan militer, tetapi juga melibatkan aspek hukum, ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa hukum dapat menganalisis dan mengadvokasi kepatuhan terhadap hukum laut internasional seperti UNCLOS. Mahasiswa ekonomi dapat menilai dampak ekonomi dari ketegangan di Laut Cina Selatan terhadap perdagangan global dan regional. Selanjutnya, Mahasiswa dari rumpun ilmu lingkungan dapat meneliti dampak ekologi dari eksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut. Mahasiswa dari rumpun ilmu sosial, ekonomi, dan lingkungan dapat berkontribusi dalam merancang kebijakan pembangunan berkelanjutan yang menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan konservasi lingkungan di Laut Cina Selatan. Mereka dapat mengadvokasi pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dan berkeadilan, yang tidak hanya melindungi kedaulatan Indonesia tetapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat pesisir. Dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan, mahasiswa dapat membantu menciptakan kebijakan yang mendukung pemanfaatan sumber daya laut secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa dari bidang sains dan teknologi dapat berkontribusi melalui inovasi dan pengembangan teknologi untuk memantau dan melindungi perairan Indonesia. Teknologi pemantauan maritim, seperti drone dan sistem pemantauan berbasis satelit, dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas ilegal di perairan Indonesia. Selain itu, mahasiswa teknik dapat mengembangkan teknologi baru untuk eksplorasi sumber daya alam secara berkelanjutan. Dengan inovasi teknologi yang terus berkembang, mahasiswa dapat membantu memperkuat kapabilitas maritim Indonesia dan menjaga kedaulatannya.
Terakhir, mahasiswa secara umum memiliki peran sebagai agen pendidikan dan advokasi di masyarakat. Mereka dapat menggunakan pengetahuan yang mereka peroleh untuk mengedukasi masyarakat luas mengenai pentingnya menjaga kedaulatan Indonesia di Laut Cina Selatan. Melalui seminar, diskusi publik, dan kampanye media sosial, mahasiswa dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan memobilisasi dukungan publik untuk kebijakan maritim yang proaktif dan berbasis hukum. Keterlibatan mahasiswa dalam pendidikan dan advokasi ini sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Referensi
antaranews.com. (2024, April 14). Indonesia berkepentingan redam konflik di Laut China Selatan. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/4057017/indonesia-berkepentingan-redam-konflik-di-laut-china-selatan
Indonesia. (1983, October 18). Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Marek, J. (2021, July 9). US-China International Law Disputes in the South China Sea. Www.airuniversity.af.edu. https://www.airuniversity.af.edu/Wild-Blue-Yonder/Article-Display/Article/2685294/us-china-international-law-disputes-in-the-south-china-sea/
Masdin Masdin. (2016). Implementasi Ketentuan-ketentuan United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) 1982 Terhadap Perlindungan Dan Pelestarian Lingkungan Laut Di Indonesia. Legal Opinion, 4(2), 152580.
Miranda, G., & Maljak, V. (2022). The Role of United Nations Convention on the Laws of the Sea in the South China Sea Disputes Written by Gleice Miranda and Valentina Maljak The Role of United Nations Convention on the Laws of the Sea in the South China Sea Disputes-role-of-united-nations-convention-on-the-laws-of-the-sea-in-the-south-china-sea-disputes.
ADVERTISEMENT
Permana, R. H. (2020, January 6). Mengenal Lebih Dalam ZEE Natuna yang Diserobot China. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-4848075/mengenal-lebih-dalam-zee-natuna-yang-diserobot-china
Raspati, I. N., Wiranto, S., & Poernomo, H. (2020). Pengaruh Preventive Diplomacy TNI AL di Laut Cina Selatan dalam Mempertahankan Stabilitas Keamanan Asia Tenggara. Jurnal Maritim Indonesia, 8(1). https://doi.org/10.52307/ijm.v8i1.51
Sebayang, R. (2020, September 14). Heboh China Kembali Klaim Natuna RI, Ini Fakta-faktanya! News. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200914093939-4-186529/heboh-china-kembali-klaim-natuna-ri-ini-fakta-faktanya
Storey, I., & Lin, Z. (2016). The South China Sea dispute : navigating diplomatic and strategic tensions. Iseas Yusof Ishak Institute.
Sulistyani, Y. A., Pertiwi, A. C., & Sari, M. I. (2021). Indonesia’s Responses amidst the Dynamic of the South China Sea Dispute under Jokowi’s Administration [Respons Indonesia di tengah Dinamika Sengketa Laut China Selatan di bawah Pemerintahan Jokowi. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional, 12(1), 85–103. https://doi.org/10.22212/jp.v12i1.2149
ADVERTISEMENT