Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kisah Sepiring Nasi: Apa pun Makananmu, Kurangi Jejak Karbonnya
22 September 2022 10:19 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Anita Dwi Aminullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tentunya kita cukup familiar dengan jingle iklan "Apa pun makanannya, minumnya teh blabla...." Jingle tersebut semestinya bisa kita jadikan slogan dalam perang mengurangi emisi karbon, slogan tersebut adalah "Apa pun makananmu, kurangi jejak karbonnya."
ADVERTISEMENT
Jejak karbon cukup signifikan untuk dijelaskan pada perjalanan sepiring nasi yang kita konsumsi. Bukan sekadar jauh dekatnya jarak produksi beras dari lokasi tempat tinggal kita saja. Tetapi meliputi proses bertanam padi di sawah hingga siap kita konsumsi.
Tanaman padi dalam masa tanam dan perawatannya akan membutuhkan sekian banyak energi petani yang diperoleh oleh makanan, minuman dan energi BBM kendaraan motor roda dua yang digunakan petani ke sawahnya. Termasuk BBM penggerak traktor untuk membalikkan tanah sawah agar siap ditanami bibit padi. Semua kegiatan tersebut meninggalkan jejak karbon.
Kisah perjalanan butiran nasi ini tentu tidak berbeda jauh dengan produksi sayuran dan bahan makanan lainnya. Sebuah pengorbanan energi yang akhirnya menjadi sebaran dan tumpukan karbon di lingkungan kita. Tinggal bagaimana kita memberikan makna jejak karbon yang dihasilkan dalam proses tersebut.
Jelas bukan sikap yang bijaksana membiarkan jejak karbon tersebut diabaikan. Semestinya kita tergugah untuk menekan kesia-siaan jejak karbon yang telah kita lakukan. Kita dapat memulai dari diri sendiri untuk berkontribusi mengurangi jejak karbon, di antaranya:
ADVERTISEMENT
Mulailah berkomitmen untuk berpartisipasi dalam mengurangi pemanasan global. Karena nyatanya menghapus jejak karbon memerlukan effort tersendiri dengan motivasi demi mewariskan pada anak cucu kita sebuah masa depan dan kehidupan. Tidak hanya berhenti pada satu generasi saja, tetapi menata keberlanjutan dan kelestarian fungsi alam bagi kehidupan.
ADVERTISEMENT