Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hustle Culture dan Implikasinya terhadap Kesehatan Mental serta Hubungan Sosial
11 Desember 2024 14:25 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari ANNISA ARIANY PUTRI HARSONO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada beberapa tahun terakhir, istilah hustle culture tidak asing dan semakin populer di kalangan milenial maupun Gen-Z. Hustle culture merupakan gaya hidup yang mendorong seseorang untuk terus bekerja dan mengorbankan waktu beristirahat demi mendapatkan hasil yang terbaik. Hustle culture memang dianggap membawa dampak positif seperti mencerminkan ambisi dan etos kerja yang tinggi, namun di sisi lain budaya ini justru menimbulkan sejumlah dampak negatif yang berdampak pada kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang.
ADVERTISEMENT
Apa itu Hustle Culture?
Hustle culture diartikan sebagai fenomena sosial yang berfokus pada cara bekerja seseorang yang dianggap ekstrem dan terus-menerus sebagai cara dalam meraih kesuksesan seseorang. Suryanto (2022) menjelaskan bahwa hustle culture merupakan suatu fenomena yang menyebabkan pengutamaan pekerjaan di atas segala aspek kehidupan lain untuk mencapai produktivitas demi kesuksesan dini. Salah satu ciri hustle culture adalah individu setiap saat selalu memikirkan pekerjaan, baik saat jam pulang kerja, saat di rumah, dan lainnya (Irma et al., 2022). Istilah ini juga sering didukung dengan narasi bahwa “tidur itu bisa ditunda” maupun “24 jam sehari saja tidak cukup” oleh beberapa figur publik maupun para pelaku bisnis sukses. Sehingga, budaya ini juga sering dijadikan sebagai tolak ukur nilai seseorang terhadap produktivitas dengan didukung oleh logika kapitalisme.
ADVERTISEMENT
Dampak terhadap Kesehatan Mental
The American Institution of Stress mengatakan bahwa di tahun 2017 terdapat 80% karyawan generasi milenial yang menghadapi rasa stress dengan pekerjaan, 29% dari mereka merasa kelelahan setelah bekerja (Predy dalam Gaol et al,, 2023). Selain itu, survei yang dilakukan Ipsos pada tahun 2023 mengatakan bahwa Gen-Z menunjukkan gejala stres yang lebih parah sebesar 43% dari mereka merasa stres yang berdampak pada kehidupan sehari-harinya.
Menurut World Health Organization (WHO), burnout adalah sindrom yang dikonseptualisasikan akibat dari stres yang didapatkan saat bekerja (Hadiyanti, 2022). Selain itu, ketidakpastian terhadap hasil kerja keras. Dapat diketahui juga bahwa hustle culture meningkatkan risiko terhadap kesehatan mental, seperti burnout karena terlalu fokus pada pekerjaan sehingga tidak mendapat waktu istirahat yang cukup, kecemasan akibat ketidakpastian karier serta tekanan untuk selalu produktif, dan depresi karena kurangnya keseimbangan hidup seseorang jika hasil kerja kerasnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Dampak terhadap Hubungan Sosial
Saat seseorang terjebak pada hustle culture, mereka akan kekurangan waktu bersama keluarga dan teman-teman demi pekerjaan. Hal ini tentu saja akan menyebabkan isolasi sosial dan merusak hubungan interpersonal seseorang. Selain itu, sebuah studi oleh Harvard Business Review menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres tinggi cenderung memiliki kualitas interaksi sosial yang lebih rendah (HBR, 2019). Hustle culture juga menyebabkan seseorang kesulitan untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya atau kehilangan Work-Life Balance. Pekerja juga cenderung untuk menghindari beberapa kegiatan sosial atau interaksi sosial karena merasa bersalah jika tidak bekerja, hal ini akan memperkuat rasa keterasingan dan siklus stres maupun kelelahan pada seseorang.
Kesimpulan
Hustle culture mendorong individu untuk terus bekerja tiada henti dan mengorbankan waktu istirahat dan kehidupan pribadi demi mencapai kesuksesan. Meskipun budaya ini memiliki sisi positif terhadap ambisi dan etos kerja yang tinggi, dampak negatifnya justru pada kesehatan mental dan hubungan sosial yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Banyaknya data menunjukkan bahwa pekerja mengalami stres, kelelahan, burnout, dan tekanan akibat tuntutan produktif. Selain itu, hustle culture juga dapat menyebabkan isolasi sosial dan rusaknya hubungan interpersonal dikarenakan individu tersebut lebih memilih untuk fokus pada pekerjaan daripada berinteraksi dengan keluarga maupun teman-temannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk dapat menyadari dampak dari adanya hustle culture serta dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi agar terciptanya hubungan sosial yang baik dan kesehatan mental yang sehat.
ADVERTISEMENT
Annisa Ariany Putri Harsono, Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya.
Referensi
Gaol, F. V. L., Deti, R., & Yusuf, R. (2023). Analisis Work Life Balance Pada Karyawan Generasi Milenial di Bandung. INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia, 7(1), 30-37.
Hadiyanti, N. (2022). Burnout dan Stres Biasa dalam Pekerjaan, Apa Sih Bedanya?. gooddoctor.co.id.
Harvard Business Review (HBR). (2019). Stress and relationships: How stress affects our interactions.
Irma, I., Azzahra, R. Q., Patiung, R., & Bakar, R. M. (2022). Pencegahan Perilaku Hustle Culture Pada Karyawan di PT. Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi Melalui Psikoedukasi Non-Pelatihan. Devote: Jurnal Pengabdian Masyarakat Global, 1(2), 71-76.
Suryanto, A. (2022). Perancangan Cerita Interaktif Mengenai Hustle Culture Bagi Remaja Akhir. Skripsi. Fakultas Seni Dan Desain Universitas Multimedia Nusantara.
ADVERTISEMENT