Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Lebih Sering Mendengarkan daripada Membaca dan Menulis
23 Juli 2022 20:51 WIB
Tulisan dari Dimas Rahmat Naufal Wardhana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika orang membaca dan menulis ada dihadapan kita, lalu melihat mereka sedang serius lebih baik jangan menganggunya dalam ketenangan. Untuk menulis dan membaca butuh adanya keadaan yang kondusif dan tidak berisik dihadapannya.
ADVERTISEMENT
Apabila belajar mendengarkan lebih asik dibandingkan membaca dan menulis. Berarti bisa dimulai dengan mengajarkan cara mendengar suatu pelajaran atau kita sedang diskusi, kemudian orang menyampaikan pendapatnya, lalu kita dengarkan sampai selesai baru kita menganalisis dan jangan langsung dibenarkan, maka dari itu memastikan ialah hal terbaik dalam membuat kesimpulan.
Mengenai rendahnya literasi di Indonesia memang kenyataanya lebih kepada suka mendengarkan daripada membaca dan menulis, karena kekuatan dari mendengarkan kita bisa lebih fokus ke suatu tujuan atau objek pembicara yang dia katakan. Kemudian mendengarkan bisa juga seperti kita membaca dua kali, yang di mana dalam ilmu komunikasi pun orang yang menyampaikan pesan (pembicara) disebut komunikator. Sedangkan penerima pesan ialah komunikan (pendengar). Sehingga antara komunikator dan komunikan dalam menginformasikan isi pesan secara berantai harus sama-sama mendengar.
ADVERTISEMENT
Secara akal pikiran dalam berkomunikasi pun orang lebih enak mendengarkan daripada menulis hasil telpon yang dia bincangkan, akan tetapi biasanya mendengar melalui telepon bisa langsung paham dan mengerti. Meski ingin mensejahterakan masyarakat hanya dengan mengajarkan, mendengar jelas akan salah besar, karena menumbuhkan literasi melalui mendengarkan, membaca dan menulis kita bisa paham makna sebenarnya.
Dalam menulis suatu media digital titik fokus mendengarkan diperlukan pada saat menerima informasi melalui youtube, tapi hal yang sangat penting ialah membaca dan menulis terasa lebih seru dan tahu arti dari penulisnya yang membuat buku untuk memberitahu kepada kita semua, bahwasannya menjadi pembicara yang baik atau komunikator yang baik maka jadilah komunikan yang fokus dan tepat.
ADVERTISEMENT
Walaupun orang mencela, kalau orang yang baca buku terus maka disebut kutu buku. Padahal tidak, karena yang sebenarnya ialah kita sebagai mahkluk sosial dan intelektual harus haus akan ilmu pengetahuan dan ingat ilmu tidak bisa dibeli. Kemudian dalam menulis perlu diperhatikan mengenai persepsi yang dibahas, karena orang-orang mengambil persepsi yang salah pun akan malas bacanya apalagi menulisnya, karena tidak mengerti topik apa yang harus dibahas.
Bicara mengenai menulis dan membaca kenyataannya berkesinambungan antara mendengarkan, membaca dan menulis. Contoh ada seorang siswa yang mendengarkan apa yang dijelaskan, kemudian dia membacanya kembali buku tersebut. Ia pun terus membaca hingga membuat buku terbalik. Terus dia menjadi permata kecil yang akan terus tumbuh melalui proses itulah ketiganya.
ADVERTISEMENT
Coba kalian pikirkan mengenai ketiganya tidak harus terburu-buru. Kita bisa perlahan menikmati proses yang berjalan, lalu kita memotivasi diri sendiri untuk mengetahui ketiganya. Juga sebagai pertimbangan indeks literasi Indonesia berada di 2 terbawah, maka dari itu bagaimana caranya kita bisa mengembangkan literasi di daerah kita terlebih dulu atau lingkungan keluarga dalam lingkup kecilnya.
Sekarang belajar pun serba teknologi. Sehingga lupa akan buku sang jendela dunia, kemudian lebih mendengarkan daripada membaca dan menulis bukan hal tabu lagi tapi sudah menjadi kebiasaan. Lalu juga biasanya membaca buku akan langsung mengantuk sedangkan bermain teknologi malah sebaliknya. Sejatinya kita malah lebih ingin didengar bukan mendengarkan, maka ini menjadi problematika. Contoh kita sedang mendengarkan lagu kesukaan atau mendengarkan curhatan orang terdekatmu. Kemudian kita akan merasakan empati, meski sering sakit hati.
ADVERTISEMENT
Namun kurang banyak membaca dan menulis bisa merosotkan keinginan menyerap banyak ilmu yang tidak tahu menjadi tahu. Membaca dan menulis terasa seperti berhubungan satu sama lain seperti sebelum menulis kita membaca dulu tema yang akan dibahas, kemudian baru mulai mencatat sebagai pemanis. Bisa saja pemanis itu akan merusak diri kita, contoh kita tanpa menulis dan membaca berita apa saja melewati koran, media digital, sosial media apapun akan terasa sia-sia dan akan tertipu pada salah satu berita yang kita lihat benar padahal kita sedang terlempar jauh dari fakta sebenarnya.
Terasa dengan membaca akan pengetahuan yang bisa kita tularkan kepada orang lain. Jangan pelit ketika ilmu anda bertambah, sebab bila anda pelit dalam ilmu pengetahuan, maka ilmu anda tidak akan berkembang. Kita harus memiliki falsafah mata air. Semakin diambil, semakin jernih airnya. Orang yang banyak beramal ilmu pengetahuan, biasanya akan semakin pintar dan menjadi orang yang bijaksana.
ADVERTISEMENT
Tidak kalah dengan membaca, menulis pun sebagai tabiat yang terpenting karena kita akan menguraikan pemahaman bacaan kita untuk tertuang dalam goresannya dan dijadikan sebagai opini. Berhubung kita berada di negara demokrasi kita harus sadar masalah yang ada dan dengan menulis ini kita bisa menyampaikan pendapat.
Diharapkan dari kalangan terpelajar perlu mengingat membaca dan menulis harus ada dalam kehidupan kita, dengannya mereka berdua akan menuntunmu agar semakin mengetahui banyak hal. Kemudian kita seolah membuka jendela dunia, maka dunia akan selalu meneropong dari kejauhan menunggu diri kita datang. Bahwasannya di atas langit ada langit ketika sampai batasnya maka akan menyenangkan, karena manusia seperti kita ada batasan-batasan dan kalau melebihi batas akan berakibat fatal dan menyakitkan dalam melakukan dan mempelajari ketiganya.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Administrasi Publik
KADER IMM FISIP
Univeristas Muhammadiyah Jakarta