Konten dari Pengguna

Kurang Tidur Bikin Mudah Marah? Ini Dia Penyebabnya!

Rizvani Aqila Maharani
Undergraduate Psychology Student at Universitas Brawijaya
1 Desember 2024 19:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizvani Aqila Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mengapa Tidur Penting untuk Emosi?
Tidur bukan sekadar proses pemulihan fisik, melainkan juga waktu yang sangat krusial untuk pemulihan mental dan menjaga keseimbangan emosional. Selama tidur, terutama dalam fase REM (Rapid Eye Movement), otak memproses emosi yang kita alami sepanjang hari dan meredakan intensitas emosi negatif, seperti kemarahan atau ketakutan, agar tidak terlalu membebani kita saat bangun. Tidur juga memperkuat koneksi antara amigdala, yang mengatur emosi, dan korteks prefrontal, yang berperan dalam berpikir logis dan mengendalikan emosi. Ketika koneksi ini kuat, kita akan lebih mampu mengatur emosi kita. Sebaliknya, kurang tidur membuat hubungan ini melemah, yang mengakibatkan kita menjadi lebih emosional dan sulit berpikir secara rasional.
Sleeping. Photo : https://id.pinterest.com/pin/555209460329905351/
zoom-in-whitePerbesar
Sleeping. Photo : https://id.pinterest.com/pin/555209460329905351/
Otak yang Kelelahan: Apa yang Terjadi?
ADVERTISEMENT
Kurang tidur memiliki dampak yang signifikan pada cara otak mengelola emosi dan menghubungkan berbagai bagian otak, yang kemudian memengaruhi perilaku emosional kita. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh kurang tidur adalah peningkatan reaktivitas amigdala, yaitu bagian otak yang bertugas mengatur respons emosional. Ketika kita mengalami kekurangan tidur, amigdala menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan emosional, terutama yang bersifat negatif. Hal ini membuat kita lebih mudah mengalami stres, kemarahan, atau kecemasan, bahkan dalam situasi yang sebenarnya tidak membutuhkan reaksi emosional yang intens. Aktivasi amigdala juga meningkat, melibatkan area lain di otak, yang berujung pada reaksi emosi yang lebih intens dan sulit untuk dikendalikan.
Selain itu, gangguan pada konektivitas antara amigdala dan korteks prefrontal, yang berfungsi dalam pengendalian dan penenangan emosi, dapat terjadi. Dengan tidur yang cukup, korteks prefrontal mampu mengontrol amigdala secara efektif, yang pada gilirannya membantu dalam mengatur reaksi emosional. Namun, apabila kurang tidur, hubungan ini akan melemah, sehingga amigdala berfungsi secara berlebihan tanpa pengendalian yang memadai, membuat kita menjadi lebih sensitif terhadap stres dan kesulitan dalam mengelola emosi.
ADVERTISEMENT
Kurang tidur dapat berdampak signifikan pada fungsi umum otak, termasuk dalam pengambilan keputusan, konsentrasi, dan regulasi suasana hati. Ketika kemampuan mengendalikan emosi menurun, risiko mengalami gangguan mental seperti kecemasan dan depresi pun meningkat. Selain itu, kurang tidur juga menghambat retensi memori, yang membuat kita lebih sulit untuk mengingat informasi baru. Gangguan pada fungsi otak dapat mengganggu pula proses detoksifikasi dalam otak, meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
Neurotransmitter yang Tidak Seimbang
Tidur yang tidak cukup memiliki dampak yang signifikan terhadap keseimbangan hormonal dalam tubuh, terutama hormon yang berperan dalam pengaturan suasana hati dan stres. Kadar kortisol, yang dikenal sebagai hormon stres, tetap berada pada tingkat tinggi tanpa adanya tidur yang memadai, yang menyebabkan meningkatnya kecemasan dan stres. Selain itu, kurang tidur juga berakibat pada penurunan kadar serotonin dan dopamin, dua hormon yang penting untuk menciptakan perasaan bahagia dan tenang. Penurunan kedua hormon ini bisa mengakibatkan perasaan tertekan, cemas, dan hilangnya semangat. Dengan demikian, kurang tidur dapat mengganggu keseimbangan hormon-hormon tersebut dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan mood, kecemasan, serta depresi.
ADVERTISEMENT
Lebih Sensitif terhadap Stres
Kurang tidur dapat berakibat pada ketidakstabilan emosi dan meningkatkan kerentanan terhadap stres. Saat seseorang kekurangan tidur, otak tidak memiliki waktu yang memadai untuk beristirahat dan memulihkan diri. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan fungsi kognitif. Sebagai akibatnya, mereka yang kurang tidur cenderung mengalami peningkatan aktivitas di bagian otak yang mengatur emosi negatif seperti marah dan takut, sementara bagian yang berfungsi untuk mengendalikan emosi menjadi kurang aktif.
Sederhananya, kurang tidur mengakibatkan fungsi otak tidak dapat beroperasi secara optimal, sehingga kita menjadi lebih mudah tersinggung dan kesulitan dalam mengendalikan emosi. Hal ini terjadi karena otak kurang mampu dalam memproses informasi dan merespons rangsangan dengan tepat. Akibatnya, kejadian sehari-hari yang biasanya dianggap sepele dapat memicu reaksi emosional yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Hubungan Kurang Tidur dengan Depresi dan Kecemasan
Kurang tidur dalam waktu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan mental, terutama depresi dan kecemasan. Ketika tubuh tidak mendapatkan cukup tidur, keseimbangan hormonal menjadi terganggu, produksi hormon stres meningkat, dan fungsi kognitif mengalami penurunan. Perubahan ini dapat memengaruhi struktur otak dan mengganggu siklus tidur yang normal. Akibatnya, kita menjadi lebih sensitif terhadap stres, mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi, serta rentan terhadap pikiran negatif. Di samping itu, kurang tidur juga dapat memperburuk atau bahkan memicu gejala depresi yang telah ada sebelumnya.
Kesimpulan: Tidur untuk Emosi yang Sehat
Tidur yang cukup memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga kestabilan emosi dan kesehatan mental. Saat kita tidur, otak kita melakukan proses dan pengaturan terhadap emosi yang kita alami sepanjang hari. Dengan tidur, reaksi emosi yang berlebihan dapat berkurang, dan konektivitas antar berbagai bagian otak yang bertanggung jawab atas emosi, seperti amigdala dan korteks prefrontal, dapat diperkuat, memungkinkan kita untuk lebih baik
ADVERTISEMENT
dalam mengelola perasaan kita. Di sisi lain, kurang tidur dapat meningkatkan reaktivitas amigdala, mengurangi kontrol atas emosi, dan meningkatkan Risiko gangguan suasana hati, kecemasan, serta depresi. Selain itu, tidur yang cukup juga berperan dalam menjaga keseimbangan hormon yang mempengaruhi emosi kita, seperti menurunkan kadar kortisol atau hormon stres, dan meningkatkan serotonin serta dopamin yang berkontribusi terhadap suasana hati yang baik.