Konten dari Pengguna

Tantangan UNHCR dan Pemerintah Indonesia Dalam Menangani Pengungsi Rohingya

Ardina Rasti Widiani
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prodi Pendidikan Matematika
31 Desember 2023 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ardina Rasti Widiani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambaran para pengungsi rohingya berpindah pindah. sumber foto: shutterstok
zoom-in-whitePerbesar
gambaran para pengungsi rohingya berpindah pindah. sumber foto: shutterstok
ADVERTISEMENT
Dapat kita lihat dengan banyaknya pemberitaan melalui media cetak maupun media digital tentang permasalahan global yang semakin kompleks, karena meningkatnya pengungsi yang datang dari negara-negara yang berkonflik maupun krisis. Maka perlu adanya perhatian serius dan sosialisasi dari pihak yang berwenang dalam hal ini UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dan pemerintah indonesia melalui Kemenkopulhukam. Karena dengan kurangnya pemahaman banyak terjadi aksi penolakan dari penduduk setempat seperti baru-baru ini pengusiran secara paksa sejumlah pengungsi dari tempat-tempat pengungsian yang sebelumnya sudah disediakan pemerintah bekerjasama dengan UNHCR. Isu yang masih sangat hangat ini tentang penolakan pengungsi dari warga setempat di Aceh kepada pengungsi etnis Rohingya menjadi sorotan dunia khususnya UNHCR yang memang menangani langsung terkait para pengungsi etnis Rohingya. Ini menjadi salah satu bukti kurangnya pemahaman tentang pengungsi yang mendapat perlindungan dari negara-negara yang menjadi tujuan para pengungsi dari warga setempat. Yang pada kejadian tersebut mereka dipaksa pindah oleh mahasiswa dan penduduk yg melakukan aksi tersebut sebagian dilakukan karena ujaran kebencian yang disebarkan melalu media yang dilajukan oknum-oknum tak bertanggung jawab tentang para pengungsi etnis Rohingya. Sehingga para pengungsi yang seharusnya mendapat perlindungan malah mendapat perlakuaan yang kurang mengenakan.
Gambaran malangnya para pengungsi rohingya. sumber foto: shutterstok
zoom-in-whitePerbesar
Gambaran malangnya para pengungsi rohingya. sumber foto: shutterstok
Namun perlu disadari bahwa pemahaman-pemahaman yang kurang tentang Pancasila pun mempunyai andil atas tindakan-tindakan yang tidak bisa dibenarkan tersebut karena dalam Sila ke-2 menjadikan "Kemanusiaan yang adil dan beradab" juga mempunyai makna mulia jika memanusiakan manusia serta menjadi manusia yang beradab sesuai ajaran pada Sila ke 1 yaitu "Ketuhanan yang Maha Esa" adalah hal wajib yang harus dilaksanakan dan menjadi pedoman dalam bertindak dengan mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan. Sila ini berlaku untuk diri sendiri, juga sesama manusia dan lingkungannya. Permasalahan yang timbul dan kesulitan dalam setiap pelaksanaan kegiatan menjadi PR yang perlu segera di uraikan.
ADVERTISEMENT
Seperti Artikel Opini yang pernah dipaparkan dari Sekertariat Kabinet oleh Kepala Subbidang Hubungan Multilateral Perserikatan Bangsa-Bangsa, Setkab RI. Bapak Taufik Akbar, S.IP., M.A. dan Kepala Subbidang Hubungan Multilateral Non Perserikatan Bangsa-Bangsa, Setkab RI. Ibu Riski Dwijayanti, S.E., MGPP. Yang dipublikasikan pada 28 Januari 2022 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri diIndonesia. Mengatakan Permasalahan pengungsi merupakan isu global yang melibatkan lebih dari satu negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), selama tahun 2020 setidaknya 82,4 juta orang di dunia melakukan perpindahan negara secara terpaksa, dan angka tersebut memiliki tren yang terus meningkat. Per September 2021, UNHCR mencatat jumlah pengungsi yang terdaftar di Indonesia mencapai 13.273 orang. Dari jumlah tersebut, 73 persen adalah orang dewasa dan 27 persen adalah anak-anak, di mana sebanyak 7.458 orang berasal dari Afghanistan, 1.364 orang dari Somalia, 707 orang dari Myanmar, 677 orang dari Irak, dan selebihnya dari negara-negara lain. Tren jumlah pengungsi yang terus meningkat setiap tahunnya telah menimbulkan berbagai permasalahan dalam penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia. Selain itu, belum optimalnya pengaturan penanganan pengungsi dalam peraturan perundang-undangan Indonesia juga telah mengakibatkan penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia belum terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik, khususnya terkait penentuan status pengungsi, jangka waktu pengungsi, dan kontribusi anggaran Pemerintah Daerah.
Gambaran para pengungsi rohingya. sumber foto: shutterstok
Permasalahan dalam menangani pengungsi luar negeri yaitu UNHCR belum memberikan informasi yang jelas mengenai status dan data pengungsi di Indonesia, dan beberapa pengungsi telah berada di Indonesia lebih lama dari perkiraan akibat pandemi COVID-19. Negara-negara seperti Australia dan Amerika mengurangi jumlah pengungsi. Permasalahan sosial mencakup keterbatasan sumber daya, masalah kesehatan mental dan fisik, layanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memadai, serta konflik antara pengungsi dan masyarakat. Australia telah memberikan bantuan melalui IOM untuk pengungsi baru di Indonesia, namun belum ada mekanisme yang jelas dalam penggunaan APBN. Koordinasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan IOM masih kurang, dan seluruh daerah belum melaksanakan Satgas Penanganan Pengungsi.
ADVERTISEMENT
Indonesia belum meratifikasi Konvensi Terkait Status Pengungsi (Konvensi 1951) dan Protokol Terkait Status Pengungsi (Protokol 1967), sehingga belum bisa memberikan status pengungsi kepada warganya. Namun Indonesia merupakan negara yang mendukung pengungsi dengan hak asasi manusia, sesuai dengan Konvensi 1951 yang mewajibkan negara untuk tidak menerapkan prinsip non-refoulement. UNHCR dan IOM bekerja sama untuk mengelola, mendukung, dan memberikan solusi bagi pengungsi di negara-negara Indonesia, termasuk yang berada di negara tetangga. Hingga Januari-September 2021, pengungsi yang berada di Indonesia hanya berjumlah 375 orang. UNHCR dan IOM juga bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan Organisasi Kesejahteraan Sosial Indonesia (LSM) dalam mengelola dan memberikan bantuan untuk status pengungsi. Namun definisi pencari suaka berbeda dengan pengungsi, dan respon Indonesia terhadap pengungsi belumlah lengkap.
ADVERTISEMENT
Langkah Pemerintah Indonesia, sebagai negara penampung sementara, telah menawarkan berbagai jenis bantuan untuk menangani kesulitan yang dihadapi oleh para pengungsi. Sebagai contoh, selama pandemi ini, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Surat Edaran tanggal 10 Juni 2020 tentang cara memberikan layanan terkait COVID-19 kepada pengungsi yang terdaftar. Sehingga September 2021, 5.262 pengungsi menerima bantuan dana COVID-19, dan sejak Juni 2020, 1.155 pengungsi rentan menerima bantuan bulanan. Selain itu, beberapa kota dan kabupaten telah memiliki Satuan Tugas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (Satgas PPLN) sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 300/2307/SJ dan Nomor 300/2308/SJ tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Dengan adanya Satgas ini, diharapkan koordinasi antar lembaga di daerah tersebut menjadi lebih terpadu dan terintegrasi dalam menangani pengungsi.
ADVERTISEMENT
Perpres Nomor 125 Tahun 2016 adalah koridor terhadap penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia, yang memberikan dasar hukum bagi pelindungan terhadap pengungsi luar negeri di Indonesia. Perpres tersebut membentuk tren peningkatan pengungsi luar di Indonesia dan permasalahan yang timbul. Perpres perubahan tersebut akan mengatur secara rinci terutama mengenai penentuan status, jangka waktu, dan kontribusi ataupun alokasi anggaran pada Pemerintah Daerah. Dalam rangka penanganan pengungsi yang lebih baik dan rencana revisi Perpres Nomor 125 Tahun 2016, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian untuk memperkuat kebijakan penanganan pengungsi luar negeri di Indonesia. Hal ini terjadi mengenai penanganan pengungsi yang berbeda dan penyebarannya di Indonesia, perlakuan terhadap pencari suaka yang belum berstatus sebagai pengungsi, perlakuan terhadap pengungsi yang memutuskan untuk keluar dari rumah penampungan dan menjadi pengungsi mandiri, dan peningkatan koordinasi dan penegasan Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Organisasi Internasional termasuk UNHCR dan IOM. Penanganan yang lebih baik dan pengaturan yang terkoordinasi dan terintegrasi terhadap pengungsi luar negeri membuat Indonesia dapat membuka komitmennya untuk berperan dalam misi kemanusiaan internasional dan pelindungan atas hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Sumber:
https://polkam.go.id/deputi-bidkoor-kamtibmas-perpres-pengungsi-dari-luar-negeri-belum-akomodir-sejumlah-masalah/#:~:text=%E2%80%9CDi%20dalam%20menangani%20pengungsi%20dari,pengaman%2C%20penampungan%2C%20pengawasan%2C%20kerjasama
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231229063904-20-1042934/nelangsa-nasib-pengungsi-rohingya-di-serambi-makkah
https://news.detik.com/berita/d-7112568/mahasiswa-di-aceh-usir-rohingya-lsm-duga-akibat-ujaran-kebencian-di-medsos/amp
https://setkab.go.id/upaya-penanganan-pengungsi-luar-negeri-di-indonesia/