Konten dari Pengguna

Kelas Sosioliterasi, Gerbang Menulis Siswa di Media Massa

Ares Faujian
Guru Inovatif Nasional 2020 (KEMDIKBUD) & 2023 (Penerbit Erlangga) - Agen Pusat Penguatan Karakter (PUSPEKA) KEMDIKBUDRISTEK - Fasilitator Literasi Regional Sumatra BADAN BAHASA - Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sosiologi Kab. Belitung Timur
7 Agustus 2021 11:02 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ares Faujian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Paktik Terbaik "Kelas Sosioiterasi" Menerima Apresiasi sebagai Terbaik III pada Lomba Guru dan Kepala Sekolah Dedikatif, Inovatif dan Inspiratif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2020 (Sumber: Dokumentasi Ares Faujian, 2020)
zoom-in-whitePerbesar
Paktik Terbaik "Kelas Sosioiterasi" Menerima Apresiasi sebagai Terbaik III pada Lomba Guru dan Kepala Sekolah Dedikatif, Inovatif dan Inspiratif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2020 (Sumber: Dokumentasi Ares Faujian, 2020)
Menulis telah menjadi kebutuhan zaman. Penanda keilmuan, penyambung peradaban. Sejak adanya tulisan, ihwal inilah yang menjadi ciri bahwa masa prasejarah berakhir dan era sejarah pun dimulai. Penemuan yang membuat suatu peradaban bisa terindentifikasi ini adalah proses peninggalan jejak literasi berupa tulisan hingga gambar-gambar khas ala masanya tersebut.
ADVERTISEMENT
Proses perkembangan ‘menulis’ sendiri telah mengalami transformasi dari masa ke masa. Mulai menulis sebagai wujud dokumentasi karya, menulis dengan tujuan asah kreativitas, menulis karena hobi, menulis untuk kebutuhan sains, hingga menulis estetika sebagai ungkapan rasa dari pikiran dan hati seorang penulis. Produk menulis saat ini jua menjadi sebuah kewajiban akademis bagi kalangan-kalangan tertentu. Misalnya, bagi kalangan guru untuk kebutuhan pengembangan praktik mengajar, pengembangan IPTEK pembelajaran, dan pengembangan karir dengan naik pangkat atau golongan jika ia seorang PNS.
Kategori tulisan akademik yang dihasilkan pun beragam. Hal ini bisa dideskripsikan dengan menulis modul, penelitian tindakan kelas (PTK), jurnal ilmiah, best practice (praktik terbaik), sampai dengan menulis artikel ilmiah bergaya populer di media massa.
ADVERTISEMENT
Mirisnya, tidak semua guru bisa melakukan ini. Apalagi bagi sebagian pendidik era kelahiran Baby Boomers (generasi X), yang mana perihal menulis ilmiah biasanya terakhir dilakukan kala penyelesaian tugas akhir kuliah, yakni skripsi.
Tuntutan kenaikan pangkat masa itu pun tak seperti zaman sekarang ini. Di mana, stagnan di pangkat IVa adalah ciri khas guru era ‘jaman old’ tersebut. Namun di masa kini, sejak giat Gerakan Literasi Nasional (GLN) tahun 2016 sebagai implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti berekspansi, semua kalangan baik itu peserta didik, guru, hingga masyarakat mulai gemar membaca berikut berbondong-bondong rajin menulis. Walaupun awalnya dalam karya keroyokan, yaitu buku antologi.
Ini adalah langkah progres dalam rangka enkulturasi (pembudayaan) literasi baca-tulis. Karena sesuatu karya yang besar pasti dimulai dari karya-karya yang kecil. Tulisan yang banyak pun pasti dimulai dari tulisan yang sedikit. Begitu pula soal kualitas tulisan. Semua itu akan bertahap terasah oleh waktu, pengalaman, kompetisi, hingga referensi yang sering dibaca/ disaksikan.
ADVERTISEMENT
Menulis di media massa (cetak atau daring) juga merupakan kasta menulis yang tidak mudah terjamah oleh sembarang orang. Artinya untuk menulis di media massa, kualitas adalah yang utama. Tulisan yang diterbitkan adalah tulisan standar media massa yang pastinya tidak boleh abal-abal atau kaleng-kaleng. Karena produk ini akan dikonsumsi oleh berbagai kalangan di dunia maya serta dunia nyata, dan ‘nama baik’ pihak redaksi media massa pun dipertaruhkan untuk hal ini.
Membentuk generasi masa depan yang memiliki kualitas apik di media massa jua tidaklah sesederhana menulis diari. Karena untuk menulis media massa itu diperlukan topik yang tepat, judul yang memikat, konstruksi tulisan yang baik, bahasa dan kata yang tertata dengan rapi, serta akurasi data yang valid. Tidak hanya itu, panjang tulisan dan gaya kepenulisan pun turut menjadi syarat lain agar suatu tulisan bisa dimuat di media massa, selain syarat paling utama yakni karya bukan hasil plagiarisme.
ADVERTISEMENT
Kompetensi menulis generasi muda dapat dimunculkan bahkan ditingkatkan jika sekolah atau guru menggunakan strategi membentuk kelas menulis. Strategi pembelajaran kelas menulis akan efektif dan efisien apabila keberadaannya didesain dengan baik, dieksekusi, serta pada akhirnya menerbitkan karya literasi. Selama ini, banyak sekali ide atau gagasan peserta didik yang tidak dapat memberikan manfaat berkelanjutan karena minimnya dokumentasi dalam bentuk tulisan. Ide/ gagasan bahkan praktik baik tersebut pun hilang menjadi debu tanpa adanya manfaat keberlanjutan untuk masyarakat karena tidak diarsipkan dan atau dipublikasikan.

Kelas Sosioliterasi

Kelas Sosioliterasi Generasi 1 SMA Negeri 1 Manggar Prov. Kep. Bangka Belitung (Sumber: Dokumentasi Ares Faujian, 2020)
Nama kelas “Sosioliterasi” ini berasal dari dua kata yakni, kata ‘Sosiologi’ dan kata ‘literasi’. ‘Sosiologi’ adalah ilmu yang mengkaji tentang masyarakat, dan merupakan mata pelajaran yang penulis ampu di SMA Negeri 1 Manggar, sehingga secara langsung menjadi bidang tulisan penulis dan juga objek/ tema tulisan peserta didik di kelas menulis Sosioliterasi. Selanjutnya untuk kata ‘literasi’ (KBBI), memiliki arti kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Sehingga dapat disimpulkan “Kelas Sosioliterasi” yaitu, kelas yang mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup melalui mata pelajaran Sosiologi, khususnya ihwal ini adalah kecakapan/ keterampilan menulis di media massa serta aksi literasi sosial sebagai edukasi sosial bermasyarakat bagi siswa.
ADVERTISEMENT
Kelas Sosioliterasi merupakan salah satu wujud kebaruan dan inovasi strategi pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Di mana kelas ini mengembangkan keterampilan abad 21 “4C”, yaitu:
Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk memaksimalkan potensi menulis siswa. Dalam membimbing Kelas Sosioliterasi, ada hal-hal yang terkadang harus dilakukan di luar jadwal sekolah. Pertama, proses seleksi dan pemetaan tulisan peserta didik. Di mana, guru harus membaca tulisan-tulisan siswa yang untuk selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan kemampuan menulisnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, proses penyuntingan/ revisi dan memperkuat kualitas tulisan peserta didik agar rilis di media massa. Proses ini memiliki tingkat kerumitan yang tinggi. Karena ada kadang kala tulisan siswa tidak kunjung terbit di media massa, dan hal ini membuat motivasi siswa menjadi terdegradasi bertahap. Dalam kondisi yang seperti ini, proses pembimbingan dan konsultasi bisa dilakukan pada jadwal sekolah dan juga luar jadwal sekolah. Bila perlu (jika memungkinkan) terbuka 24 jam untuk tanya-jawab, disertai memotivasi siswa melalui grup WhatsApp/ Telegram ataupun via video meetings agar mereka tetap semangat menulis.
Selain itu, seorang mentor/ guru harus menjadi teladan menulis yang baik dengan konsisten juga ikut menulis guna memberikan semangat menulis kepada peserta didik. Di lain hal, penulis juga membuat konten video dan tulisan di web (belitungmuda.com) tentang menulis, berikut pula membuat buku yang berjudul Gerbang Menulis: Mosaik Opini, Tips & Trip Menulis Artikel di Media Massa. Media-media atau berbagai sumber referensi yang dibuat ini dimaksudkan guna menjadi pedoman menulis dan dapat membantu guru-guru untuk naik pangkat, berikut pula mempermudah pembimbingan siswa di Kelas Sosioliterasi.
ADVERTISEMENT

Konsep Sosialiterasi

Kelas Sosioliterasi dibentuk guna membangkitkan motivasi dan minat siswa menulis, membantu siswa meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan inovatif, serta memfasilitasi siswa untuk menulis. Ya, konsep “Sosialiterasi” adalah inti dari strategi pembelajaran kelas menulis ini. Ingat, Sosialiterasi ya! Bukan Sosioliterasi.
Konsep Sosialiterasi adalah konsep pembelajaran yang diprioritaskan agar karya bisa dipublikasikan melalui media massa guna bermanfaat bagi masyarakat, serta akhirnya diarsipkan menjadi buku untuk referensi bacaan bagi generasi selanjutnya. Dengan mengarsipkan data melalui tulisan ini, kita dapat mengetahui ide, mindset, metode, strategi, bahkan solusi kreatif ala penulis muda dalam memahami suatu gejala sosial di masyarakat. Termasuk sebagai sumber informasi perihal problematika yang sedang mereka hadapi.
Sosialiterasi atau pembelajaran sosial ini berarti proses edukasi (berliterasi) individu “dari dan untuk masyarakat”. “Dari”, karena ditulis oleh masyarakat, dan “untuk masyarakat” adalah tujuan tulisan tersebut dipublikasikan serta didokumentasikan untuk masyarakat masa depan. Selain menulis, konsep Sosialiterasi ini adalah pembelajaran literasi sosial dengan praktik pengalaman lapangan siswa yang bisa dilakukan dengan aksi-aksi yang beragam di setiap periodenya. Misalnya bakti sosial, eksperimen sosial, hingga riset sosial.
ADVERTISEMENT

Ekspansi Literasi

Proses keberlangsungan Kelas Sosioliterasi ini merupakan komitmen keberlanjutan setelah program kerja telah dibuat, yakni pemberian materi menulis secara tatap muka dan daring, memeriksa pekerjaan tulisan siswa, pembimbingan, dan monitoring-evaluasi efektivitas program secara berkala. Berikutnya, hal lain yang dilakukan adalah publikasi ke media massa, serta membekali/ meningkatkan kemampuan menulis peserta didik dengan pelatihan menulis artikel dari pihak redaksi media cetak/ daring.
Strategi membuat kelas menulis ini dapat diekspansi atau pun diadaptasi dengan mata pelajaran (mapel) lainnya. Misalnya pada mata pelajaran Biologi, Geografi, Ekonomi, Bahasa Indonesia, hingga bidang pelajaran lainnya. Nama kelas pun bisa disesuaikan dengan mata pelajaran yang diampu. Contohnya Bioliterasi untuk mapel Biologi, Geoliterasi untuk mapel Geografi, Ekoliterasi untuk mapel Ekonomi, dll. Atau pun bisa pula dengan menggunakan nama lainnya sesuai keinginan atau kesepakatan dalam suatu sekolah atau kelompok menulis.
ADVERTISEMENT
Agar program ini bisa konsisten, peran mentor/ guru mapel sangatlah sentris. Karena untuk mencetak siswa penulis, guru pengampu pun harus siap menjadi teladan menulis, yakni menjadi guru penulis. Selain itu, lakukanlah kolaborasi dengan pimpinan berikut pengawas sekolah serta kerja sama yang baik dengan pihak redaksi media massa. Bila perlu, lakukanlah dalam bentuk MoU agar program ini bisa terkontrol dan menghasilkan produk yang berkesinambungan dengan pihak redaksi media massa.
Inilah wujud best practice nasional dengan desain peserta didik menulis di koran atau media massa. Kelas Sosioliterasi ini sebenarnya adalah upaya penanaman budaya menulis agar nanti kala peserta didik studi pascasekolah (strata 1 dan 2) atau menjadi seorang guru, mereka sudah memiliki landasan menulis standar di media massa. Karena menulis di media massa sendiri saat ini telah menjadi kebutuhan ilmiah di kalangan akademisi. Bagi mata kuliah tertentu, untuk mendapatkan nilai yang baik/ sangat baik di beberapa perguruan tinggi, mahasiswa dituntut harus bisa menulis artikel opini di koran. Termasuk pula persiapan bagi mahasiswa calon guru yang nantinya mereka diharapkan akan mudah naik pangkat (PNS) dan tidak mandek di pangkat atau golongan-golongan tertentu.
ADVERTISEMENT
Mendidik dan melatih peserta didik agar bisa menulis di media massa adalah salah satu cara mempersiapkan generasi di masa depan dengan meningkatkan keterampilan menulis ilmiah ala jurnalistik. Semoga praktik terbaik Kelas Sosioliterasi dengan konsep Sosialiterasi ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan bisa diekspansi dengan adaptasi pada mata pelajaran atau bidang-bidang lainnya. Semoga!
- Ares Faujian, Terbaik III Nasional Guru Dedikatif dan Inovatif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2020