Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memetik Buah Merdeka Belajar Ki Hajar Dewantara
5 Mei 2024 8:43 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Ares Faujian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tokoh dan pahlawan memiliki pemikiran dan gagasan untuk bangsanya, tak terkecuali Ki Hadjar Dewantara selaku pahlawan pendidikan Indonesia. Beliau sangat menekankan pentingnya kemerdekaan dalam pendidikan bagi peserta didik, yang dalam gagasan ini dituangkan dalam konsep Merdeka Belajar.
ADVERTISEMENT
Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara (KHD) adalah figur pendidikan yang tak lekang oleh waktu. Pendiri Taman Siswa tahun 1922 ini memainkan peranan yang sangat penting dalam membangun fondasi pendidikan di Indonesia. Pantaslah, tanggal 2 Mei 1889 sebagai tanggal lahir beliau dijadikan tanggal peringatan Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 316 tahun 1959 pada tanggal 16 Desember 1959.
Kita tentunya pernah baca dan pernah mendengar semboyan "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", yang artinya; "Di depan memberikan teladan, di tengah membangun karsa (cita-cita), di belakang memberikan dorongan". Apalagi kalimat “Tut Wuri Handayani”. Kata-kata ini kokoh menjadi bagian dari logo Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI. Yang artinya, semboyan KHD ini menjadi bahasa penggerak pendidikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
KHD menawarkan sebuah gagasan revolusioner pada masanya, bahkan kontekstual hingga saat ini. Gagasan ini menanamkan semangat kemerdekaan dan kebebasan dalam belajar, yang saat ini disebut “Merdeka Belajar”.
Merdeka Belajar
Konsep Merdeka Belajar bukanlah sekadar tentang merdekanya individu untuk belajar tanpa tekanan dari luar, namun lebih dari itu, konsep ini mewakili kebebasan dalam mengembangkan potensi diri secara optimal. Tentunya ini semua sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan masing-masing personal (murid). Dalam hal ini, KHD menyebutkan istilah “kodrat”.
KHD mendeskripsikan dasar pendidikan berhubungan dengan kodrat anak, yaitu kodrat alamnya dan kodrat zamannya. KHD mengutarakan, kodrat alam yaitu terkait “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak tersebut berada. Hal ini berkaitan dengan bakat yang dimiliki, ras, etnis, hingga ciri khas lingkungan budaya daerahnya. Misalnya, apakah itu masyarakat pertanian, masyarakat pariwisata, masyarakat pegunungan, masyarakat pesisir, dsb.
ADVERTISEMENT
Selain itu menurut KHD, ada pula kodrat zaman. KHD dalam filosofinya menegaskan agar pendidik mendidik anak sesuai dengan zamannya. Artinya, cara mengajar, cara belajar, hingga pola perilaku atau interaksi manusia akan berbeda dari masa ke masa. Misalnya, karakteristik siswa abad ke-20 tentu berbeda dengan siswa abad ke-21, berikut pula dengan perubahan sosial di dalamnya. Maka dari itu, guru dituntut untuk mampu menuntun kodrat alam anak dengan baik, namun tetap mampu pula mengiringi perkembangan mereka sesuai dengan kodrat zamannya.
KHD dalam filosofinya menyebutkan istilah “menuntun”. Menuntun perilaku murid, KHD memusatkan pada keberadaan pendidik. Dalam ilustrasi beliau, pendidik atau guru ini diibaratkan layaknya petani atau tukang kebun. Lalu, peserta didik dianalogikan sebagai biji tanaman yang disemai dan ditanam oleh petani (pendidik) di suatu lahan.
ADVERTISEMENT
Menurut KHD, setiap biji tanaman (murid) memiliki metode tanam dan pemeliharaan yang bervariasi. Misalnya, cara menanam dan merawat tanaman padi akan berbeda jika dilakukan dengan tanaman jagung. Hal ini akan berdampak pula pada hasil panen yang diterima.
Tak hanya itu, meskipun tanahnya kurang baik, namun petani (guru) mampu memanajemen dan merawat tanaman dengan baik, maka akan didapatkan hasil panen yang lebih baik. Begitu pula walaupun tanahnya subur, jika manajemen dan perawatannya tidak tepat dilakukan oleh petani, maka akan didapatkan kualitas tanaman yang tak sesuai ekspektasi. Peserta didik itu bak bibit-bibit yang masa depan tumbuhnya ditentukan oleh kepiawaian si petani (guru).
Dalam proses “menuntun” ini, KHD menyebutkan bahwa guru adalah pamong belajar dan murid diberikan kebebasan (merdeka belajar) dalam proses perkembangnya. Peran pamong pada diri guru ini adalah memberikan bimbingan dalam menentukan arah pendidikan murid. Hal ini dilakukan agar murid berada pada jalur yang tepat dan tidak hilang arah, bahkan membahayakan dirinya serta orang lain.
ADVERTISEMENT
Melalui Merdeka Belajar, KHD berusaha memberikan gambaran lingkungan pendidikan yang berpusat pada peserta didik, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk menerima pendidikan dan pengajaran, tanpa diskriminasi serta marginalisasi. Bagi KHD, pendidikan bukanlah hanya tentang kualitas pengetahuan saja, namun juga proses pengembangan karakter (budi pekerti) dan kecerdasan.
KHD percaya bahwa pendidikan ialah kunci utama dalam menggapai kemerdekaan. Baginya, pendidikan harus membebaskan pikiran dan membentuk karakter personal yang tangguh untuk mencapai kemerdekaan hakiki. Dalam pandangannya, ia menyebutkan bahwa pendidikan yang baik itu tidak menghilangkan nilai-nilai lokal dan menghargai identitas kultural setempat.
Dalam pemikiran KHD, ia menolak pemisahan antara budaya lokal dan pengaruh global. Pendidikan yang ideal haruslah memadukan nilai-nilai tradisional dengan ilmu pengetahuan modern yang berkembang. Karena beliau menekankan pada pendidikan yang haruslah sesuai zamannya.
ADVERTISEMENT
Dalam filosofi pendidikan, KHD berpesan pada guru untuk tetap bersikap terbuka terhadap perubahan. Republik Indonesia memiliki kekuatan sosial budaya yang bisa ‘menebalkan’ kekuatan kodrat murid yang masih samar. Hal ini juga menjadi filterisasi dari serangan globalisasi dan atau modernisasi yang mengancam jati diri lokal dan nusantara.
Pemikiran KHD telah meninggalkan warisan emas dalam dunia pendidikan Indonesia. Gagasan-gagasan beliau tidak hanya tertuang pada semboyan pendidikan nasional. Namun juga sudah terintegrasi dalam Kurikulum Merdeka, salah satunya melalui pembelajaran berdiferensiasi.
Selanjutnya, pemikiran beliau juga sudah diinternalisasikan pada program Pendidikan Guru Penggerak, yang mana program ini merupakan cikal bakal lahirnya kepala sekolah dan pengawas sekolah, yakni melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI No. 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak, yang menyatakan bahwa sertifikat Guru Penggerak dapat digunakan sebagai salah satu persyaratan menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah atau penugasan lain di bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Buah pemikiran KHD dalam manifestasi Merdeka Belajar sudah dapat kita baca di berbagai literatur. Bahkan, buah ini pun sudah dapat kita petik melalui program, produk, hingga proyek hasil karya di sekolah. Akan tetapi, apakah pemikiran ini akan terus dapat kita tindak lanjuti dengan konsistensi aksi? Apalagi jika berbicara pergantian menteri dan problematika karakter peserta didik saat ini. Rasanya, walaupun sudah Merdeka Belajar, namun buah karakter belum nikmat untuk dicicipi. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai kasus intoleransi, demoralisasi, perundungan, hingga kekerasan seksual yang terus-menerus ada di setiap tahun.
Dalam menghormati warisan KHD, penting bagi kita untuk meneruskan semangat perjuangan dan visi pendidikan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa generasi yang akan datang dapat terus dipandu menuju merdeka yang hakiki dan berkeadilan. Sekian, salam Merdeka Belajar!
ADVERTISEMENT