Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Toriq Hadad dan Kekalahan Saya yang Belum Terbalas
10 Mei 2021 10:07 WIB
Tulisan dari Arifin Asydhad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hujan deras mengguyur Tokyo pada suatu hari di akhir Oktober 2019. Saya dan Toriq Hadad menyusuri kawasan Shibuya. Tujuan utama mencari toko yang khusus menjual alat-alat tenis meja: T. T. Kokusai. Dari Google Maps, diketahui lokasi toko itu berada di jalan kecil dan akses untuk mencapainya cukup memakan waktu bila pakai mobil. Akhirnya, kami turun di kawasan pertokoan Shibuya, tak jauh dari Simpang Lima Shibuya yang terkenal itu.
ADVERTISEMENT
Toko itu berlokasi di seberang titik kami turun dari mobil. Sebenarnya tidak jauh, tapi untuk menyeberang harus naik jembatan penyeberangan. Sambil berpayung, kami berjalan menaiki anak-anak tangga jembatan penyeberangan. "Fin, kayaknya kita gak bisa jalan cepat, harus pelan-pelan. Terakhir-terakhir ini lututku bermasalah. Maklum Fin, balung tuwo (tulang tua)," kata Toriq Hadad serius.
"Oh sorry mas apa sebaiknya kita turun lagi, dan pakai lift aja?” kata saya. Saat itu, kami ingin cepat karena free time di sela-sela acara yang dihelat Astra International itu cukup terbatas. Toriq menolak pakai lift, melanjutkan naik tangga. Begitu mau menuruni tangga penyeberangan, saya menawarkan sekali lagi untuk naik lift. Tapi Toriq tetap tidak mau menggunakan lift.
ADVERTISEMENT
Saya semangat menuju toko itu, karena Toriq Hadad menyemangati saya dengan kisah-kisah tenis meja. Termasuk, dia menyarankan sebaiknya saya membeli bet merek Butterfly seri Harimoto yang saat itu lagi naik daun, menjadi incaran para pehobi tenis meja. "Kalau di Jakarta mahal, Fin, masih langka. Kamu beli di sini saja," kata Toriq.
Sebenarnya saya sudah pernah sekali ke toko ini beberapa tahun sebelumnya. Saat itu saya membeli bet Butterfly seri Petr Korbel (sampai saat ini kondisi masih bagus). Tapi saat itu saya asal beli, kurang terlalu memahami seluk beluk bat. Pemahaman saya tentang tenis meja hanya sebatas hobi bermain. Ini beda dengan Toriq. Selain pemain tenis meja hebat, Toriq sangat memahami soal bet dengan detail, termasuk tren-tren bet yang diincar komunitas tenis meja, sekaligus harga-harganya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sekali dua kali Toriq bercerita tentang tenis meja kepada saya saat di hotel tempat kami menginap. Baik saat sarapan di restoran, maupun saat-saat bincang santai. Dia senang bercerita soal tenis meja karena tahu saya juga hobi tenis meja, meski teknik bermain saya pas-pasan. Maklum, main tenis meja asal main, tidak pernah mendapat pelatihan khusus. Bermain tenis meja ini sudah saya lakukan sejak kelas 3 SD. Tapi ya begitulah, tidak bisa konsisten untuk terus berlatih. Tergantung mood. Toriq semakin tertarik ketika saya bercerita selama ini mengompori teman-teman di kantor kumparan untuk bermain tenis meja. Saya buat acara Pemred Cup tiap tahun. Hadiah untuk pemenang, saya rogoh dari kantong saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Begitu sampai di T. T. Kokusai, Toriq yang sepertinya baru pertama kali datang ke toko ini, sangat semringah. Apalagi, begitu masuk, kami disambut dengan banner foto Harimoto, pemain tenis meja dunia dari Jepang. Nama lengkapnya: Harimoto Tomokazu. Kelahiran 27 Juni 2003 ini punya wajah imut-imut, maklum, saat itu dia masih berusia 16 tahun. Harimoto ini anak ajaib. Di usia belianya, dia sudah nangkring di ranking 5 petenis meja dunia. Ranking 1-4 diisi para petenis hebat senior, di atas 24 tahun. Harimoto menjadi primadona petenis meja dunia setelah pada 2017 (di usia 13 tahun), menjadi juara termuda ITTF Word Tour. Setelahnya, banyak sekali prestasi yang ia raih. Dan tahun 2021 ini, Harimoto masih berada di ranking 5 dunia. Ciri khas Harimoto: Teriak kencang begitu dapat poin, sambil mengepalkan tangan kirinya. Kelebihan dia: Backhand yang cepat dan keras. Gaya dia bermain asyik.
ADVERTISEMENT
"Fin, berdiri di samping dia. Saya foto," pinta Toriq. Saya pun mengiyakan. Saya berpose seperti Harimoto di poster itu. Sayang, foto yang diambil Toriq ini hilang, seiring iPhone saya yang tiba-tiba eror seminggu lalu. Semua data di iPhone saya tak terselamatkan.
Di toko ini, kami menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Lama? Iya. Karena Toriq menjelaskan sangat detail tentang bet. Dia me-review hampir semua seri bat Buttferly yang dipajang. Sampai suatu saat, Toriq bilang, "Kamu beli ini Fin." Saya mengikuti apa yang disarankan Toriq. Seri bet yang dipilih Toriq: HARIMOTO TOMOKAZU INNERFORCE SUPER ZLC . Ini seri bet yang memang sudah kami bahas sebelumnya.
Butterfly mengajak kolaborasi Harimoto dalam membuat bet ini. "Ini cocok buat kamu Fin. Bidikan lembut, tapi topspin-nya sangat kuat. Dah beli saja," kata Toriq. Harganya lumayan, lebih mahal dibanding harga bet-bet seri lain. Setelah memutuskan beli bet, Toriq mengajak untuk melihat karet pelapis bet. Dia menjelaskan fungsi karet hitam dan merah. Jujur, saya baru tahu juga mengapa karet bet ada hitam dan merah, ha ha. Setelah karet dipilihkan Toriq, kemudian saya diajak memilih list perekat sisi pipih bet. Intinya, Toriq sangat detail dalam menjalani hobinya ini. Singkat cerita, Toriq juga membeli bet yang sama dengan yang saya beli.
ADVERTISEMENT
Hujan masih mengguyur saat kami keluar dari T. T. Kokusai. Ditemani Wisnu Wijaya dari Astra International, kami kemudian bergegas kembali ke titik kumpul untuk melanjutkan agenda selanjutnya. Kami tetap berjalan melalui tangga penyeberangan, sambil menenteng tas belanjaan T. T. Kokusai yang berisi bet Harimoto.
Seusai membeli bet Butterfly Harimoto, bukan berarti kisah soal tenis meja saya dan Toriq selesai. Pembicaraan berlanjut sepulang dari Tokyo. Saya mencoba bet Harimoto pertama kali untuk tampil di Pemred Cup kumparan. Jadi juara? Tidak. Saya hanya masuk semifinal. Teman-teman saya di kumparan ternyata lebih jago, meski bet yang mereka pakai tidak semahal punya saya. Namanya juga pertandingan: Ada saat kalah, ada kala menang. Meski tidak juara, tapi saya bisa merasakan bedanya bet Harimoto. Benar kata Toriq.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari kemudian, saya dan Toriq merencanakan menggelar pertandingan antara kumparan vs Tempo. Pertandingan digelar di kantor Majalah Tempo di kawasan Palmerah, Jakarta Selatan, malam hari. Saya memboyong petenis meja terbaik dari kumparan. Di pertandingan persahabatan ini, saya harus menghadapi Toriq Hadad.
"Saya pakai Harimoto ya, mas," kata saya kepada Toriq. "Punya saya belum saya pakai Fin. Saya simpan untuk koleksi. Saya masih pakai yang lama," kata dia. Pertandingan antara saya dan Toriq berjalan tidak seru, karena memang tidak imbang. Toriq yang selalu jadi juara 1 di Tempo itu memang sangat dahsyat. Sangat tenang dalam bermain, Toriq meladeni saya hanya dengan seperempat kemampuannya. Saya takluk 0-3. Pemain kumparan yang lain juga dihabisi oleh para petenis meja andal Majalah Tempo.
Toriq dan kawan-kawan Tempo memberikan penghiburan. "Santai saja. Kalau teman-teman kumparan perlu pelatih, saya bisa bantu carikan," kata Toriq. Meski pertandingan berjalan tidak imbang, tapi saya dan Toriq bersepakat menindaklanjuti pertandingan selanjutnya. Rencananya, pertandingan balasan akan digelar di kantor kumparan. Namun, pertandingan balasan ini belum terlaksana sampai sekarang karena kemudian muncul pandemi COVID-19.
Sampai akhirnya, Sabtu, 8 Mei 2021, seusai subuh bertepatan 26 Ramadhan 1422 H, saya mendengar Toriq meninggal dunia. Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Saat Toriq masuk RS beberapa hari sebelumnya, saya terus mendoakan wartawan senior yang baik hati ini dengan doa terbaik. Saya menyempatkan diri mengantar Toriq ke peristirahatan terakhirnya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut, Jakarta Selatan. Saya berdoa di depan makamnya. Mas Toriq yang memiliki jiwa sosial tinggi. Dia juga religius. Insya Allah Toriq husnul khotimah.
Kekalahan bermain tenis meja yang saya alami belum terbalas. Meski saya juga yakin, walaupun Toriq masih ada di dunia ini, kekalahan saya pun tak terbalas juga. Suatu kehormatan bagi saya bisa bermain tenis meja bersama Toriq.
ADVERTISEMENT
Saya mengenal Toriq sejak 2007. Saat itu, saya yang menjadi Wakil Pemimpin Redaksi detikcom, bertemu Toriq—yang saat itu sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Tempo—saat sama-sama menjalankan tugas ke Malaysia untuk bertemu Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi. Saya memanggilnya: Mas Toriq. Meski senior, Toriq memperlakukan saya sebagai sahabat. Dia tidak menggurui, tidak meremehkan orang lain. Setelah mengenal pertama kali itu, saya dan Toriq sering berkomunikasi lewat online maupun offline. Silaturahmi saya dengan Toriq terus berlanjut sama dia menjabat sebagai Direktur Utama PT Tempo Inti Media.
Banyak orang yang sudah menyaksikan kehebatan Toriq sebagai jurnalis. Dia menjadi guru banyak orang, termasuk saya, meski tidak pernah bekerja di media yang sama. Tapi, pasti tidak banyak yang pernah merasakan kehebatan dia dalam bermain tenis meja. Saya sangat beruntung. Selamat jalan Mas Toriq!
ADVERTISEMENT