Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Konflik Tanpa Ujung dan Keterlibatan Militer Swasta di Republik Afrika Tengah
27 Juli 2023 6:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Arif Wicaksa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Central African Republik atau Republik Afrika Tengah (RAT) merupakan salah satu negara Afrika yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, kekayaan alam itu tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat negara ini. Pasalnya, sejak negara ini merdeka pada 13 Agustus 1960 lalu, konflik dan perang sipil berkepanjangan senantiasa menghiasi perjalanan negara bekas jajahan Prancis ini.
Permasalahan yang dialami oleh RAT merupakan permasalahan multidimensional yang sangat kompleks. Persoalan perang sipil dan kudeta telah melibatkan banyak pihak, baik dari kalangan pemerintahan dan masyarakat RAT sendiri, hingga campur tangan politik pihak asing dalam permasalahan politik domestik negara ini.
Banyaknya aktor yang terlibat menjadi representasi demikian banyaknya kepentingan yang mencabik-cabik negara ini yang pada akhirnya akan merugikan rakyat RAT sendiri.
Pemerintahan RAT sendiri yang saat ini dipimpin oleh Presiden Faustin-Archange Touadera berdiri di atas pijakan yang sangat rentan dan rapuh terhadap pemberontakan, perang sipil dan kudeta. Kelompok anti-pemerintah merupakan pihak yang tidak bisa dipandang enteng keberadaannya di RAT.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, kemampuan kelompok anti-pemerintah ini diperkirakan mampu untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Touadera. Kelompok-kelompok anti pemerintah ini jumlahnya cukup banyak sehingga keadaan ini pada satu sisi melemahkan kekuatan pemerintah RAT.
Sebut saja kelompok milisi Seleka, Anti-Balaka, hingga Lord’s Resistance Army (LRA) menjadi kelompok yang berkontribusi terhadap permasalahan kemanusiaan di RAT. Bahkan sejak kurang lebih lima atau enam tahun terakhir, muncul kelompok baru yang semakin memperkeruh keadaan krisis kemanusiaan di RAT, seperti kelompok Koalisi Patriot untuk Perubahan atau the Coalition of Patriots for Change.
Intinya, permasalahan konflik dan perang sipil di RAT tampaknya belum menemui titik terang, malah sebaliknya, justru muncul fenomena-fenomena yang berpeluang memperburuk keadaan negara ini.
Selain dari kubu kelompok milisi pemberontak, dan pihak anti-pemerintah, permasalahan juga muncul dari pihak pemerintah RAT sendiri.
ADVERTISEMENT
RAT merupakan negara republik yang dipimpin oleh Presiden sebagai kepala negara yang kemudian setelah terpilih akan menunjuk Perdana Menteri untuk menjadi kepala pemerintahan.
Presiden RAT boleh menjabat selama dua periode pemerintahan. Presiden Touadera adalah presiden yang telah menjabat kepala negara sejak tahun 2016, dan terpilih kembali pada tahun 2020.
Pada tahun 2023 ini, Touadera berencana untuk melakukan amandemen konstitusi RAT yang salah satu poinnya adalah menghapuskan batasan masa jabatan presiden untuk menjabat maksimal dua kali periode. Perubahan konstitusi ini direncanakan akan dilakukan pada tanggal 30 Juli 2023 ini.
Rencana pemerintahan Presiden Touadera tentu saja mendapatkan berbagai respons dari banyak pihak. Tanggapan pro dan kontra menghiasi rencana amandemen konstitusi ini.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara dengan keadaan militer yang tidak begitu kuat, bahkan cenderung lemah, khususnya dalam menghadapi konflik domestik, pemerintah RAT pada akhirnya mengambil langkah untuk meminta bantuan militer dari negara lain.
Rusia merupakan salah satu tujuan dari pemerintah RAT untuk mencari bantuan militer. Namun hal yang unik dari bantuan militer dari Rusia adalah dengan hadirnya kelompok militer swasta Wagner yang memberikan bantuan militernya kepada RAT.
Kelompok militer swasta Wagner asal Rusia di bawah kepemimpinan Yevgeny Prigozhin menjadi makin tenar namanya pasca usaha kudeta yang mereka lakukan terhadap pemerintahan Rusia di bawah pimpinan Presiden Vladimir Putin beberapa waktu lalu.
Kelompok Wagner sebenarnya telah menjual jasa pelayanan militernya kepada pemerintah RAT sejak tahun 2018. Namun kali ini, tugas Kelompok Wagner terbilang cukup istimewa karena diberi misi untuk mengamankan amandemen konstitusi yang akan dilakukan pada 30 Juli kelak, sebagaimana yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah RAT Albert Yaloke Mokpem.
ADVERTISEMENT
Sebagai balas jasa dari layanan pengamanan dan pendampingan militer oleh Kelompok Wagner, pemerintah RAT konon memberikan bayaran berupa izin eksploitasi sumber daya alam RAT yang kaya kepada Kelompok Wagner.
Bagaimanapun juga, karena bentuk Kelompok Wagner sebagai perusahaan militer swasta yang bekerja sama dengan pemerintah RAT, tidak bisa diketahui pasti apa bayaran yang bisa diberikan oleh pemerintah RAT kepada kelompok Wagner.
Apakah melibatkan Kelompok Wagner dalam perpolitikan RAT beserta konflik di dalamnya merupakan hal yang tepat untuk mencapai stabilitas negara bahkan perdamaian? Atau malah sebaliknya, akan memunculkan permasalahan-permasalahan baru yang justru pada akhirnya akan merugikan rakyat RAT sendiri?
Yang jelas untuk saat ini, struktur politik pemerintahan, struktur ekonomi dan sosial RAT belum cukup mapan untuk mencapai stabilitas negara dan mewujudkan pembangunan berkeadilan, hal ini karena konflik sosial hingga konflik politik yang berkemungkinan berakhir pada siklus kudeta tanpa ujung terus menghantui dinamika politik negara ini.
ADVERTISEMENT
Politik yang bukan berorientasi pada usaha merebut dan mempertahankan kekuasaan harus menjadi perhatian bagi pihak-pihak yang terlibat dalam dinamika politik RAT jika ingin mencapai perdamaian dan stabilitas bagi negara ini.