Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kasus Pelecehan di Lingkungan Kerja: Kejahatan yang Sukar Terungkap
2 September 2021 20:09 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ariq Aden tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Media sosial dihebohkan dengan kasus pelecehan dan perundungan terhadap salah satu karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh rekan kerjanya sendiri. Korban yang berinisial MS, menceritakan kisahnya dalam sebuah rilis pers yang dipublikasikan pada tanggal 1 September 2020.
ADVERTISEMENT
Saat membaca rilis pers tersebut, hanya kesedihan yang dapat saya rasakan. Mengapa tidak? Korban menderita selama hampir 10 tahun namun tidak ada satu pun pihak yang menguak tuntas kasusnya, termasuk polisi. Oleh karena itu jangan salahkan saya jika tulisan ini sangat subjektif dan penuh amarah.
Dalam rilis pers tersebut, MS menjelaskan bahwa pelecehan ini sudah terjadi sejak tahun 2012, dimana ia dipaksa untuk membelikan makanan bagi rekan kerjanya. Selain itu, korban juga sering diintimidasi dan ditindas layaknya budak pesuruh.
Pada tahun 2015, korban dilecehkan oleh rekan kerjanya dengan mencoret *maaf* alat kemaluannya dengan spidol dan kejadian tersebut diabadikan oleh pelaku. Momen tersebut sangat membekas dalam diri korban, hingga stres dan trauma. Alhasil, stres yang dialami oleh korban membuahkan penyakit lambung.
ADVERTISEMENT
Namun penindasan yang dilakukan oleh rekan kerjanya tidak berhenti sampai disitu. Pada tahun 2017, saat acara Bimtek, korban yang sedang tidur nyenyak, dilemparkan ke kolam renang dan ditertawai bersama pada pukul 1 pagi. Tidak ada satu orang yang membela korban saat itu.
Pada tahun yang sama, korban sempat melapor kepada Komnas HAM melalui surel. Surel tersebut dibalas oleh Komnas HAM dengan menjelaskan bahwa hal yang dialami korban merupakan kejahatan atau tindak pidana, dan disarankan untuk melapor ke polisi untuk membuat laporan kepolisian.
Merasa tidak betah karena sering sakit pada tahun 2019, akhirnya korban pergi ke Polsek Gambir untuk membuat surat laporan polisi. Namun respons yang diberikan petugas yang sedang bertugas sangat tidak berperikemanusiaan.
ADVERTISEMENT
“Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan.” ucap petugas polisi yang sedang bertugas saat itu.
Apakah sekarang korban tindak pidana tidak berhak untuk melapor? Biarkan perusahaan yang mengurus tindak pidana? Sangat tidak mencerminkan slogan mereka “Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat”. Bahkan slogan tersebut terpampang jelas dalam laman resmi Polri.
Akhirnya korban mengadukan para pelaku pelecehan kepada atasannya. Namun solusi yang diberikan oleh atasan hanya sebatas pemindahan ruangan korban ke tempat yang mungkin dirasanya “aman”. Bahkan para pelaku tidak mendapatkan sanksi sama sekali. Sungguh solusi yang aneh.
Karena solusi yang aneh, korban masih mendapatkan penindasan oleh para pelaku. Korban sering dicibir sebagai si pengadu dan manusia lemah. Perundingan ini terus menerus berlanjut.
ADVERTISEMENT
Sampai akhirnya pada tahun 2020, korban kembali ke Polsek Gambir berharap laporan yang diberikan akan diproses dan para pelaku dipanggil untuk pemeriksaan. Namun korban hanya diminta nomor telepon para pelaku agar pihak polisi dapat menghubungi mereka.
Ingat, pelaku sudah mengadukan pelecehan dan penindasan ini sebanyak dua kali, namun, belum ada penyelesaian yang pasti dari pihak kepolisian. Seperti pihak polisi tidak serius menghadapi masalah pelecehan seksual. Peristiwa tersebut tentu membuat korban semakin stres.
Setelah berdiskusi dengan pengacara, korban berani menceritakan kisahnya ke publik. Dalam rilis pers yang dipublikasikan, terdapat tujuh terduga pelaku pelecehan dan penindasan.
Pada hari kamis, 9 September 2021, satu hari setelah rilis pers korban diterbitkan, Agung Suprio selaku Ketua KPI Pusat memberikan pernyataan bahwa ia akan melakukan investigasi internal terhadap para terduga pelaku pelecehan. Tetapi ia enggan memberikan penjelasan terkait sanksi atau hukuman apa yang akan diberikan kepada terduga pelaku.
ADVERTISEMENT
Walaupun investigasi sedang dilakukan, apapun yang terjadi, tidak akan menutup kesedihan korban selama hampir 10 tahun.
Jika dari pihak Komnas HAM memberikan saran untuk melaporkan ke polisi, dan polisi memberikan saran untuk melaporkan ke atasan, dan atasan memberikan solusi aneh.
Jadi dimana letak keadilan di Indonesia? Apakah harus viral terlebih dahulu agar semuanya dapat di proses? Bagaimana jika terdapat korban pelecehan seksual di luar sana dan mengalami hal serupa? Dimana polisi tidak bisa diandalkan untuk menangani tindak pidana.