Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tahayul dan Sains
19 Juni 2023 9:47 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Arman Dhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Publik di Indonesia dibuat gempar dengan kabar pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Wowon CS. Pelaku membunuh 9 orang dalam aksinya karena motif ingin menguasai harta. Dari penelusuran dan pemeriksaan polisi, diketahui bahwa para korban dipengaruhi janji supranatural akan lebih kaya melalui pesugihan. Namun hal ini hanya kebohongan sampai akhirnya Wowon membunuh seluruh korbannya.
ADVERTISEMENT
Sebagai bangsa, Orang Indonesia memang memiliki tradisi supranatural yang besar. Banyak dari kita percaya tahayul sehingga membuat masyarakat tak bisa berpikir kritis. Beberapa tahun lalu warga Depok ditipu dan dibuat percaya ada kasus babi ngepet, yang ternyata hanya kebohongan belaka.
Kita mungkin masih disibukkan dengan urusan babi ngepet atau pesugihan. Berita-berita soal cerita mistis dan tahayul masih jadi konten yang paling banyak dibaca, sementara konten pengetahuan dan sains nyaris tak punya penggemar di media online.
Kita punya sentimen terhadap individu yang percaya tahayul, melabeli mereka sebagai orang bodoh dan tak berkemajuan. Ini yang menyebabkan kita agak malu saat membandingkan Indonesia dengan negara Jepang soal tahayul. Padahal ya tahayul itu ada di semua peradaban dan kemajuan juga ada di semua masyarakat.
ADVERTISEMENT
Bedanya, beberapa takhayul dan kepercayaan diletakkan pada tempatnya. Sebagai tradisi, bukan sesuatu yang perlu dipercaya dan dianggap kebenaran. Seperti agama yang menjadi ruang keyakinan privat, tahayul semestinya bukan hal yang harus dipamerkan di ruang publik. Bahkan di negara-negara yang dianggap masih memegang teguh kepercayaan agama, sains bisa berkembang.
Mesir, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim dengan keyakinan teguh, memiliki tokoh sains yang luar biasa. Salah seorang di antaranya adalah Sameera Moussa, yang dijuluki sebagai Ibu Teknologi Atom Mesir. Sameera diakui sebagai pionir dalam fisika nuklir di Mesir. Ia merupakan perempuan pertama bergelar doktor dalam bidang radiasi atom dan bercita-cita memanfaatkan teknologi untuk penggunaan medis secara terjangkau.
Sameera pernah berseloroh bahwa, kelak, teknologi nuklir untuk pengobatan akan semurah obat sakit kepala. Meski demikian ia sangat menentang dan menolak penggunaan teknologi nuklir untuk senjata. Kemajuan teknologi seharusnya diberikan ruang lebih banyak di media kita, ketimbang berita tentang tahayul yang tidak penting.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia kita biasa melihat berita-berita mistis dan tahayul digunakan untuk meledek betapa terbelakangnya masyarakat di pinggiran. Menyandingkan dengan berita-berita kemajuan teknologi yang diperoleh negara lain. Seperti matahari buatan yang dikembangkan oleh pemerintah China, atau riset terbaru dari pemerintah Korea Selatan tentang Covid-19.
Sentimen ini sebenarnya ya bias informasi. Setelah melihat beberapa berita dan jurnal, negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China ya masih memelihara takhayul dan juga mistisme. Bedanya mungkin pada proporsi pemberitaan dan bagaimana mereka memperlakukan takhayul itu tadi.
Amerika sebagai negara yang dianggap paling adidaya juga punya banyak keajaiban yang bikin kita tepok jidat. Mulai dari menyuntik diri dengan disinfectant untuk mengatasi Corona sampai sekte gereja yang percaya bahwa memiliki senjata api akan membawa dunia jadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Di Jepang misalnya, ada penelitian saintifik terkait pengaruh takhayul terhadap pasien di Rumah Sakit. Masyarakat Jepang percaya ada hari-hari mujarab yang membawa keberuntungan, jadi mereka memaksakan diri keluar dari rumah sakit pada hari-hari itu.
Di Korea ada Pimpinan gereja yang menolak memakai masker dan tak percaya Covid sehingga terjadi super spreader.
Di China ada kasus warga yang melempar koin ke baling-baling pesawat untuk memperoleh keberuntungan. Jadi ya kalau mau meledek orang Indonesia yang percaya Babi Ngepet, semestinya tidak disandingan dengan kemajuan teknologi, tapi konten tahayul serupa. Kita harus memberikan alternatif berita yang mendorong publik untuk maju, bukan terjebak pada fanatisme.
Mengapa Indonesia masih belum maju secara teknologi sebagai bangsa? Mungkin jawabannya adalah pada prioritas pemerintah. Kita bisa melihat dari besaran dana yang diberikan pada sektor terkait. Misalnya seberapa besar dana yang diberikan pemerintah untuk riset teknologi dibandingkan dengan pendanaan lainnya. Salah satu tolok ukur yang dilakukan melalui besaran pengeluaran domestik bruto untuk Riset dan pengembangan.
ADVERTISEMENT
Pengeluaran domestik bruto untuk Research & Development didefinisikan sebagai total pengeluaran (saat ini dan modal) untuk R&D yang dilakukan oleh semua perusahaan residen, lembaga penelitian, laboratorium universitas dan pemerintah, dll., di suatu negara. Ini termasuk R&D yang didanai dari luar negeri, tetapi tidak termasuk dana dalam negeri untuk R&D yang dilakukan di luar ekonomi domestik. Indikator ini diukur dalam harga konstan USD menggunakan tahun dasar 2015 dan Paritas Daya Beli (PPP) dan sebagai persentase dari PDB.
Pada 2009 nature.com melansir bahwa pemerintah Israel mengalokasikan dana 65 juta dolar untuk kepentingan riset ilmu pengetahuan dan medis. Angka itu lebih tinggi daripada Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat. Pendanaan maksimal yang bisa diberikan kepada individu senilai 50.000 dolar. Tahun 2023 Israel mengeluarkan 16,888 miliar dolar atau 5.4 persen dari total anggaran negaranya.
ADVERTISEMENT
Pada 2015 universitas-universitas di ISrael mengumpulkan 430 juta dolar pendanaan untuk riset akademik, naik 9 persen dari tahun sebelumnya, untuk melakukan riset, tapi berdasarkan kementerian sains, teknologi dan luar angkasa Israel angka itu belum cukup.
54 persen pendanaan eksternal ini dihabiskan untuk penelitian sains, 10 persen untuk riset medis, 16 persen untuk arsitektur dan teknik, 4 persen untuk pertanian, dan 15 persen untuk ilmu-ilmu sosial. Pendanaan itu berasal dari pemerintah, lembaga donor, korporasi, dan bantuan dari negara-negara lain untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Perlu lebih besar lagi peran pemerintah kita untuk fokus pada pengembangan teknologi. Artinya, perlu lebih banyak usaha untuk mempopulerkan sains pada publik, melalui pendidikan atau pemberitaan. Ini mengapa kita harus memboikot atau melarang pemberitaan terkait klenik, tahayul, dan sejenisnya di ruang publik. Agar masyarakat bisa jadi lebih kritis dan maju.
ADVERTISEMENT
*Artikel ini pernah dimuat di Refactory.id dengan judul yang sama.
Sumber:
https://data.oecd.org/rd/gross-domestic-spending-on-r-d.htm
https://kumparan.com/kumparannews/yang-perlu-diketahui-sejauh-ini-dari-kasus-pembunuhan-berantai-wowon-cs-1zgkHnN9YzK