Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Salat di Luar Salat (3)
27 Januari 2022 12:05 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada bagian kedua, penulis sudah menjelaskan filosofi mengusap kepala ketika berwudu, pada bagian ketiga ini penulis insya Allah akan menjelaskan makna membasuh kaki ketika berwudu dan di luar wudu.
ADVERTISEMENT
Secara fiqh, membasuh kaki saat akan melaksanakan salat merupakan syarat syah mengerjakan salat. Ketika kaki sudah dibasuh sesuai dengan petunjuk agama, maka syah untuk mengerjakan salat.
Tidak syahnya salat jika kaki tidak dibasuh, ini mengindikasikan bahwa agama memberikan peluang besar kepada umatnya untuk membersihkan kaki. Selain untuk kebersihan fisik kaki, juga untuk kebersihan dan kesucian sikap serta laku lampah kaki.
Laku lampah yang kotor, sering menginjakkan kaki ke tempat-tempat yang diyakini membawa aura batin dan hati menjadi redup. Sejatinya perlu mendapatkan perawatan jiwa. Jiwa yang tenang, mengindikasikan bahwa suasana batinnya sedang bersama dengan Tuhannya.
Sebaliknya, apabila jiwanya merasa gelisah, bingung, dan penuh dengan kecemasan, hal itu pertanda jiwanya sedang sakit. Obatnya tidak lain segera menghampiri Tuhan dengan terlebih dahulu berwudu dan melaksanakan salat. Di mana pun dan kapan pun jiwa merasa kosong, maka sujudlah kepada-Nya sebagai bentuk ikhtiar meminta pertolongan kepada-Nya.
ADVERTISEMENT
Jangan ragu, jadikan salat sebagai media dialog kita dengan Tuhan. Di mana pun dan kapan pun. Sambil merenungi ikhtiar fisik, sekiranya ada hal-hal yang membuat kehidupan menjadi runyam.
Jika sepulang dari pusat perbelanjaan atau mall, hati menjadi gelisah atau mengandung tatapan kosong, berarti perilaku itu perlu mendapat perhatian dan sekaligus evaluasi laku lampah yang sudah diperbuat.
Pada tahap ini, artinya harus kembali mendekat kepada-Nya lewat salat, yang sebelumnya harus berwudu. Melangkah ke pusat perbelanjaan memang tidak ada salahnya, apalagi untuk membeli kebutuhan pokok yang akan dipersembahkan untuk keluarga. Atau tujuan lain, untuk kepentingan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri, keluarga, atau masyarakat.
Langkah kaki ke pusat perbelanjaan, tentu itu adalah perjalanan mulia. Namun, jangan sekali-kali melangkahkan kaki ke pusat perbelanjaan hanya untuk nongkrong yang tidak jelas, untuk berbuat apa dan mau apa.
ADVERTISEMENT
Jika hal itu banyak menjadi kenyataan di masa kini, jangan lah segan untuk merenungi arti membasuh kaki. Artinya kaki menjadi media penting untuk melangkah, meskipun pada ujungnya disambung dengan kendaraan. Tapi itu sebelas dua belas juga.
Kaki yang melangkah tanpa pertimbangan untuk berbuat apa, sebaiknya dipikirkan terlebih dahulu secara matang. Lalu bagaimana bagi orang yang sedang merasa galau dan entah apa yang harus diperbuat? Tidak masalah juga, tetap melangkah.
Melangkah ke sana ke mari, bukan tidak boleh tetapi itu setidaknya untuk mengurai dan sekaligus sebagai ancang-ancang untuk mencari solusi. Siapa tahu dengan melangkah ke sana ke mari itu, di samping untuk melancarkan peredaran darah, juga untuk sedikit mengendurkan saraf-saraf yang sedang tegang.
ADVERTISEMENT
Baru setelah itu bisa langsung mengambil air wudu sebagai media untuk mengendurkan saraf-saraf yang kedua, setelah mondar-mandir ke sana ke mari. Ibaratnya sai' yang dilakukan oleh Ibunda Nabi Ismail AS, ketika mencari air lantaran anaknya kehausan yang amat sangat.
Begitu pun anggota wudu, salah satunya kaki, hakikatnya sedang kehausan ingin segera mendekat kepada-Nya, agar jiwa yang tadinya suci kembali suci. Suci dari tujuan yang akan membawa kaki kepada pekerjaan yang mengundang murka Tuhannya.
Di dalam QS al-Jumu’ah ayat 10 Allah SWT sudah menyinggung bahwa “ apabila sudah menunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi untuk mencari karunia Allah....” Ayat ini memberikan isyarat kepada umat manusia bahwa kita harus bergerak dan tidak boleh berdiam diri dalam rangka untuk menjemput karuni-Nya.
ADVERTISEMENT
Namun, jangan lupa di tengah mencari karunia itu tidak boleh dicampuri oleh urusan lain yang yang tidak jelas. Apalagi urusan itu akan membawa redupnya hati, maka sebaiknya cepatlah kembali ke fitrahnya masing-masing, agar pelita yang sangat berharga itu tetap menyala di tengah kehidupan yang penuh dinamika. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.