Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
PPDB Jalur 3D: Ketika Uang Ikut Menentukan Bangku Sekolah
5 Juli 2024 10:44 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari asep k nur zaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), para orang tua di Indonesia kembali dihadapkan pada dilema klasik: bagaimana memastikan anak-anak mereka mendapatkan tempat di sekolah negeri favorit?
ADVERTISEMENT
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021, PPDB resmi dibagi menjadi empat jalur: zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua, dan prestasi. Namun, di balik sistem ini, terdapat praktik yang sudah menjadi aksioma atau rahasia umum, yaitu "Jalur 3D" yang lebih praktis dan cepat.
Jalur 3D adalah akronim dari "Daftar, Datang, dan Duit". Ia menjadi jalan pintas bagi orang tua yang memiliki dana lebih. Dengan uang belasan hingga puluhan juta rupiah, mereka dapat 'membeli' bangku di sekolah negeri favorit, mulai dari SD, SMP, hingga SMA.
Jalur ini tidak diatur dalam regulasi resmi, melainkan hasil dari kolusi antara orang tua dan oknum sekolah yang ingin anaknya masuk tanpa harus memikirkan nilai atau jarak.
ADVERTISEMENT
Harga bangku di jalur 3D tidak main-main. Untuk sekolah favorit, harga per bangku bisa mencapai Rp20 juta. Alasan utama orang tua berlomba-lomba masuk sekolah negeri adalah karena sekolah negeri tidak memungut SPP dan dianggap lebih bergengsi.
Namun, tidak semua orang tua memilih jalur 3D. Beberapa orang tua lebih memilih sekolah swasta daripada membayar mahal untuk bangku di sekolah negeri. Dengan uang pangkal Rp10 juta-Rp20 juta, mereka bisa mendapatkan sekolah swasta yang berkualitas, meskipun setiap bulan harus membayar SPP.
Pilihan ini dianggap lebih masuk akal bagi beberapa orang tua yang menginginkan kualitas pendidikan yang lebih terjamin tanpa perlu bersaing dalam sistem PPDB yang rumit dan penuh ketidakpastian.
Fenomena jalur 3D ini mencerminkan ketidakadilan dalam sistem pendidikan Indonesia. Bagi yang memiliki uang, pendidikan berkualitas bisa didapatkan dengan mudah, sementara yang kurang mampu harus berjuang lebih keras. Pemerintah diharapkan bisa mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini.
ADVERTISEMENT
Jika jalur 3D diresmikan, dana yang terkumpul bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru, dan menyediakan fasilitas belajar yang lebih baik. Ini bisa menjadi solusi win-win bagi semua pihak.
Sementara itu, pemerintah perlu menetapkan tarif resmi untuk setiap bangku yang dijual melalui jalur 3D dan mengawasi penggunaannya agar dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. Dengan begitu, jalur 3D bisa menjadi solusi yang lebih transparan dan akuntabel.
Kesimpulannya, PPDB saat ini membutuhkan reformasi besar-besaran untuk menghilangkan praktik-praktik korupsi seperti jalur 3D. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk pendidikan berkualitas, tanpa harus membayar mahal untuk itu. Mari kita dukung upaya peningkatan transparansi dan keadilan dalam sistem pendidikan Indonesia.
ADVERTISEMENT