Konten dari Pengguna

Kejujuran Whitaker

Asro Kamal Rokan
Wapemred Harian Merdeka (1993-1994), Pemred Republika (2003-2005), Pemimpin Umum LKBN Antara (2005-2007), Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat (2018-2023)
4 Juni 2023 13:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asro Kamal Rokan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pilot Foto: Shutter stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pilot Foto: Shutter stock
ADVERTISEMENT
FLIGHT dibintangi Danzel Washington, dirilis di New York, Oktober 2012. Film ini mengisahkan kejujuran kapten pilot William Whitaker, meski berakibat dia penjara, dipecat, dan kariernya hancur. Tapi dia bersyukur terbebas dari kebohongan dan tidak mempertahankan harga diri yang palsu.
ADVERTISEMENT
“Mungkin aku dianggap bodoh. Jika aku berbohong, aku tetap menjadi pilot, tidak dipenjara, tetap memiliki harga diriku -- harga diri yang palsu -- mengkhianati kepercayaan publik. Aku tidak ingin mengkhianati kepercayaan publik,” ujar William Whitaker di penjara.
Saya menonton film ini dua pekan lalu di Netflix. Sangat menggugah.
Kisahnya begini: William Whitaker Sr, yang diperankan Danzel Washington, kapten pilot, pemabuk dan pecandu kokain. Pagi sebelum menerbangkan pesawat Southjet Flight 227 ke Atlanta, di kamar hotelnya di Orlando, Whitaker menghirup kokain.
Awalnya, pesawat yang membawa 102 penumpang itu terbang normal. Di saat itu, diam-diam Whitaker mencampur vodka dengan jus jeruk. Dia tertidur. Kopilot mengambil alih kendali dalam situasi cuaca memburuk. Whitaker terbangun saat pesawat mengalami guncangan hebat. Penumpang berteriak. Suasana gaduh.
ADVERTISEMENT
Whitaker mengambil alih kendali pesawat yang mulai menukik. Beberapa bagian belakang pesawat mengeluarkan api. Roda tidak bisa diturunkan, tertahan lempengan penutup karena kerusakan. Whitaker menarik tuas untuk mengangkat pesawat, namun gagal, tuas tidak berfungsi. Sebagian bahan bakar dibuang untuk mengurangi beban.
Namun ini tidak banyak membantu. Posisi pesawat bahkan terbang terbalik. Penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman, berjatuhan. Ada yang terjepit dan tertimpa koper-koper kabin. Suasana semakin panik. Kaki pramugari Katerina Marquez terjepit, kepalanya terbentur dan berdarah saat menolong anak kecil. Belakangan diketahui, Marquez tewas.
Dalam situasi panik dan pesawat semakin menukik, Whitaker dengan keahliannya, berhasil mendaratkan pesawat tanpa roda di lapangan. Dari 102 penumpang, enam orang meninggal – dua penumpang dan dua awak pesawat, termasuk Katerina Márquez. Kopilot mengalami koma. Sedangkan Whitaker selamat, hanya cidera di sekitar mata dan dirawat beberapa hari di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Media menyebut Whitaker sebagai pahlawan karena keberhasilannya menyelamatkan 96 dari 102 penumpang dalam situasi yang mustahil.
Setelah itu, hidup Whitaker penuh kecemasan. Dia menemui kopilot yang telah siuman, juga pramugari yang selamat. Dia menekan keduanya agar nanti saat investigasi tim penyelidik Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) tidak memberi tahu bahwa ia mabuk saat menerbangkan pesawat. Mereka setuju.Sampai di sini, Whitaker merasa aman.
Kebiasaan mabuk menyebabkan kehidupan rumah tangga Whitaker berantakan. Istri dan putranya mengusirnya dari rumah. Teman perempuannya, yang sembuh dari kecanduan alkohol, memintanya untuk berhenti. Whitaker marah. Mereka berpisah. Whitaker tetap meneruskan kebiasaan buruknya itu.
Kini dia cemas. Tim penyelidik NTSB--semacam Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di Indonesia -- menemukan dua botol vodka di pesawat. NTSB juga meneliti contoh darah Whitaker, yang diambil saat dia belum sadarkan diri dalam perawatan di rumah sakit. Hasil tes toksikologi, menemukan ada kandungan narkoba dalam darah Whitaker dan pramugari Katerina Marquez.
ADVERTISEMENT
Pengacara Hugh Lang meyakinkan Whitaker mengikuti skenario untuk meyakinkan penyidik NTSB bahwa validitas uji darah tersebut diragukan karena peralatan rumah sakit tidak memadai. Sedangkan soal dua botol kosong vodka, pengacara menyebutkan vodka tersebut diminum Katerina Marquez, yang telah meninggal. Apalagi, tidak ditemukan sidik jari dan juga tidak ada saksi.
Rekaman kotak hitam juga tidak merekam pembicaraan soal vodka. Sampai di sini, Whitaker merasa tenang. Dia tetap melanjutkan kebiasaan buruknya. Bahkan, pagi menjelang sidang NTSB, Whitaker sengaja mengkomsumsi kokain untuk memperkuat kepercayaan dirinya.
Sidang NTSB berlangsung. Whitaker dengan baik menjawab semua pertanyaan Ellen Block, pemimpin NTSB. Skenario pengacara berjalan sesuai mereka harapkan. Ellen Block bahkan berpendapat, penyebab kecelakaan pesawat karena kerusakan dan perawatan yang buruk.
ADVERTISEMENT
Pemimpin NTSB memuji keberanian dan keahlian Whitaker sebagai kapten pilot, yang menyelamatkan 96 dari 102 penumpang. Menurutnya, tidak ada satu pun pilot yang dapat mendaratkan pesawat rusak tersebut berdasar simulasi percobaan kecelakaan yang pernah dilakukan NTSB.
Ellen Block kemudian menayangkan wajah Katerina Marquez, pramugari yang meninggal saat kecelakaan. Ellen Block bertanya pada Whitaker, apakah Katarina yang meminum dua botol vodka di pesawat? Whitaker berkali-kali menatap wajah Katerina Marquez di layar. Wajahnya berubah tegang. “Tuhan tolonglah aku,” desisnya.
Di sinilah titik balik kesadaran Whitaker. Dia bisa saja mengatakan Marquez-lah yang meminum vodka tersebut, untuk menyelamatkan karier, kehidupan, dan terbebas dari hukuman. Tapi tidak, Whitaker mengikuti suara hati nuraninya–kejujurannya.
“Bukan dia yang meminumnya. Akulah yang meminum vodka itu!”
ADVERTISEMENT
Sidang riuh. Pengacara berdiri, memprotes Whitaker dengan menyebut kapten pilot itu telah salah ucap.
Whitaker melanjutkan, “Aku mabuk. Setiap hari aku mabuk. Pagi sebelum kecelakaan, aku mabuk. Aku pecandu. Kini pun aku mabuk Nona Block,” ujar Whitaker dengan sangat tenang.
Suasana sidang hening. Ellen Block menutup map pertanyaan dan pergi dalam suasana hening.
Pengakuan jujur Whitaker mengubah semuanya, termasuk jalan hidupnya. Dia dipenjara lima tahun, sertifikat pilotnya dicabut Federal Aviation Administration (FAA), dia dipecat sebagai pilot. Tapi dia sangat bahagia dan bersyukur telah jujur dan terbebas dari kebohongan.
Di penjara, di hadapan para narapidana rehabilitasi narkoba, Whitaker mengatakan kariernya telah berakhir. “Aku telah tiba pada batas hidupku untuk tidak berbohong. Jika aku mengatakan vodka itu diminum Marquez, aku tetap menjadi pilot, tidak dipenjara, tetap memiliki harga diriku, harga diri yang palsu. Inilah batas hidupku, tidak berbohong. Aku tidak ingin mengkhianati kepercayaan publik.”
ADVERTISEMENT
Whitaker melanjutkan "Kini, di sinilah aku, di penjara ini, selama empat atau lima tahun. Bagiku, ini adil. Aku terima ini dan aku tidak mabuk lagi. Aku berterima kasih pada Tuhan. Aku bersyukur untuk itu. Untuk pertama dalam hidupku aku bebas dari kebohongan.”
Whitaker menyibukkan diri dengan menulis. Tiga belas bulan dilaluinya tanpa mabuk. Foto-foto temannya ditempelnya di dinding, bersama kartu ucapan selamat dari keluarga dan sahabatnya atas suksesnya berhenti mabuk.
Putranya, Will Whitaker, Jr, yang pernah mengusirnya, menemuinya di penjara. Mereka berpelukan. Hubungan mereka kembali pulih. Putranya kini mengagumi dan bangga pada ayahnya.
Whitaker Jr menemui ayahnya untuk wawancara penulisan esai, yang ditugaskan kampusnya tentang sukses ayahnya berhenti sebagai pemabuk. Esainya berjudul "Orang paling berpengaruh yang belum pernah saya temui.”
ADVERTISEMENT
Pada bagian akhir wawancara, yang direkam itu, putranya bertanya "Siapa Anda saat Anda menerbangkan pesawat di atas kepala banyak orang?”
Whitaker terdiam lama, kemudian tersenyum, "Pertanyaan yang bagus," jawabnya. Film ditutup.
Whitaker berhenti jadi pemabuk. Tapi, keberhasilan terbesarnya adalah tidak berbohong, tidak mengkhianati publik. Kini, pertanyaan serupa mungkin juga kepada kita,”Siapakah kita, pemabuk, pembohong, atau keduanya, untuk mempertahankan harga diri palsu?”