Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Jurnalisme Beretika, Moralitas vs Sensasionalitas
29 September 2024 18:21 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Asyani Rahayu Simatupang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
"Para Praktisi Jurnalisme Wajib Menggunakan Nurani Mereka." - Bill Kovach & Tom Rosenstiel
ADVERTISEMENT
Moral pers menjadi aspek vital dalam jurnalisme, berfungsi sebagai pedoman bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya dengan integritas dan tanggung jawab. Kode etik jurnalistik menetapkan prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang oleh setiap wartawan, seperti kejujuran, akurasi, dan komitmen terhadap kebenaran. Mengingat salah satu poin dari 9 Elemen Jurnalisme yang dikemukakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel adalah, “Jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani mereka.” menggarisbawahi pentingnya panduan moral dalam praktik jurnalistik. Mereka berpendapat bahwa jurnalisme bukan hanya soal laporan berita, tetapi juga tentang menjalankan tanggung jawab sosial dan melayani kepentingan publik. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ini, wartawan dapat memastikan bahwa mereka tidak hanya menjadi penyampai fakta, tetapi juga pembela kebenaran yang berintegritas dan etis.
ADVERTISEMENT
Kovach dan Rosenstiel menjelaskan bahwa hati nurani jurnalisme mencakup komitmen untuk mencari kebenaran dan menyajikan informasi secara adil dan objektif. Wartawan dituntut untuk memisahkan kepentingan pribadi dan profesional demi melayani masyarakat. Mereka menekankan bahwa jurnalisme yang baik adalah jurnalisme yang mampu menghadirkan fakta dengan cara yang beretika, mengedepankan transparansi, dan mempertimbangkan dampak dari setiap informasi yang disampaikan. Dalam hal ini, hati nurani berfungsi sebagai kompas moral yang membimbing wartawan dalam pengambilan keputusan.
Namun, jurnalisme kuning muncul sebagai antitesis dari moral pers dan etika jurnalistik. Fenomena ini ditandai dengan laporan yang sensationalis dan kurang akurat, yang sering kali mengabaikan fakta demi menarik perhatian pembaca. Jurnalisme kuning sering kali mengedepankan cerita yang dramatis dan kontroversial, tanpa mempertimbangkan implikasi sosial dan etis dari informasi yang disajikan. Praktik ini tidak hanya merusak kredibilitas media, tetapi juga menyesatkan publik dengan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
ADVERTISEMENT
Contoh nyata dari jurnalisme kuning dapat dilihat pada berita-berita yang berfokus pada bencana alam atau kejadian tragis tanpa memberikan konteks yang memadai. Misalnya, laporan tentang kecelakaan yang berlebihan dengan menampilkan gambar-gambar mengerikan tanpa menyampaikan informasi tentang bantuan atau pemulihan, menunjukkan bagaimana nilai-nilai etika diabaikan demi keuntungan komersial. Dalam kasus ini, moralitas pers tergadaikan, dan fokus utama bergeser dari penyampaian kebenaran kepada pencarian sensasi.
Di sisi lain, terdapat pula banyak contoh wartawan yang mengedepankan hati nuraninya dalam menjalankan tugasnya. Seorang wartawan investigasi yang menemukan praktik korupsi di pemerintahan setempat, misalnya, mungkin menghadapi tekanan untuk tidak melaporkan berita tersebut. Namun, dengan berpegang pada prinsip jurnalisme yang beretika, wartawan tersebut memilih untuk melaporkan kebenaran meskipun harus menghadapi risiko bagi karier dan keselamatannya. Keputusan ini menunjukkan bahwa moral pers masih dapat menjadi landasan yang kuat dalam jurnalisme.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, ada juga contoh di mana wartawan lebih memilih untuk mengutamakan karirnya daripada prinsip-prinsip etika. Misalnya, seorang jurnalis yang tahu bahwa informasi tertentu adalah palsu tetapi memilih untuk melaporkannya demi menarik perhatian dan meningkatkan popularitasnya. Dalam hal ini, keputusan tersebut mencerminkan pengabaian terhadap nilai-nilai moral dan etika jurnalisme, dan menunjukkan betapa ambisi pribadi dapat memengaruhi keputusan profesional.
Kesimpulannya, dalam dunia jurnalisme yang kompleks dan sering kali menantang, moral pers dan kode etik jurnalistik harus senantiasa menjadi pedoman utama. Hati nurani, seperti yang dijelaskan oleh Kovach dan Rosenstiel, berperan penting dalam memastikan bahwa wartawan tetap berkomitmen pada kebenaran dan tanggung jawab sosial. Meskipun tantangan seperti jurnalisme kuning dapat mengancam integritas media, komitmen terhadap prinsip-prinsip etika akan selalu menjadi landasan bagi jurnalisme yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT