Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Dinobatkan Sebagai Negara Fatherless, Peran Ayah Indonesia Dipertanyakan
24 Maret 2024 11:59 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Aulia Riviani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Anaknya kurus tuh!, pasti ibunya gak kasih makanan bergizi”, “Anaknya nakal tuh, ibunya gak bisa mendidik”, “Anaknya gak bisa baca, pasti ibunya gak bisa memberikan pendidikan yang layak”.
ADVERTISEMENT
Kalimat-kalimat tersebut pasti sudah tidak asing ditelinga kita, terutama bagi para ibu. Sering kali kalimat ini terlontar dari mulut masyarakat Indonesia. Tetapi, pernahkah kalian penasaran, dari sekian banyaknya kalimat seperti itu pasti selalu “ibu” yang menjadi subjeknya. Jarang sekali ditemukan kalimat yang menyalahkan “ayah”. Hal ini bisa menjadi pertanda bahwa peran ayah di lingkungan keluarga Indonesia sangatlah minim. Hal ini lah yang disebut sebagai fenomena fatherless.
Apa itu fenomena fatherless?
Parents! Sudah tahukah kalian bahwa Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara fatherless di dunia? Yuk!, kita bahas lebih lanjut mengenai fenomena ini.
Pada kenyataanya, pola asuh anak tidak hanya membutuhkan peran Ibu, tetapi peran seorang Ayah dalam kehidupan anak juga sama pentingnya dan tidak tergantikan. Namun, karena adanya budaya turun-temurun yang membentuk pola pikir masyarakat Indonesia bahwa hanya Ibulah yang mengatur dan melaksanakan pola asuh untuk anaknya, sehingga ayah tidak perlu ikut andil dalam pola asuh anak. Ketiadaan peran seorang ayah bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara psikologis, hal inilah yang disebut dengan fenomena fatherless.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Antara, “Fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak dengan kata lain pengasuhan,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti.
Apa alasan tingginya fenomena fatherless di Indonesia?
Salah satu alasan tingginya fenomena fatherless disebabkan oleh budaya patriarki yang masih diterapkan hingga saat ini. Kira-kira apa ya hubungannya?.
Budaya patriarki dalam ranah keluarga, biasanya menerapkan sistem sosok laki-laki memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak, serta harta benda. Dalam hal ini, sosok ayah menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di dalam keluarga. Secara tersirat budaya ini menempatkan laki-laki lebih tinggi di dalam keluarga.
Salah satu contoh budaya patriarki yang terjadi dalam lingkup keluarga Indonesia adalah pembagian peran orangtua yang tidak seimbang. Sosok ayah dikenal serta diyakini sebagai pihak yang bertanggung jawab perihal nafkah, sedangkan perempuan bertanggung jawab dalam urusan domestik seperti, memasak, mengurus anak, dan pekerjaan domestik lainnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi lantaran menurut sebagian besar orang-orang yang menerapkan budaya patriarki beranggapan bahwa urusan domestik adalah urusan perempuan atau terkadang disebut sebagai “fitrah”-nya perempuan dan laki-laki hanya bertanggung jawab terhadap nafkah. Sehingga inilah salah satu yang menjadi penyebab tingginya fenomena fatherless di Indonesia.
Padahal yang dikatakan fitrahnya perempuan hanya ada tiga menurut agama islam, yaitu, menstruasi, mengandung, dan melahirkan. Pekerjaan domestik seperti, membereskan rumah hingga mendidik anak merupakan tugas untuk kedua orang tua bukan salah satunya saja. Lalu bagaimana pandangan agama terhadap fenomena fatherless?
Pandangan Agama Terhadap Fatherless
Dari jurnal yang berjudul Dampak Fatherless terhadap Karakter Anak dalam Pandangan Islam dilakukan penelitian untuk menganalisis apakah fatherless ini berdampak dalam karakteristik anak yang dikaji menurut pandangan Islam. Fatherless merupakan tidak ada atau ketidakhadiran peran 'ayah' dalam mengasuh anak. Dapat dijelaskan bahwa maksud dari Ketidakhadiran ayah ini disebabkan oleh kematian ayah, sang ayah bekerja di luar daerah, bercerai, ketidakpedulian sang ayah atau masalah kesehatan ayah.
ADVERTISEMENT
Menurut pandangan agama islam menganjurkan dan mewajibkan ayah ikut serta berperan dalam pengasuhan karena di dalam Al-Quran sudah dicontohkan melalui kisah Nabi Luqman, Nabi Yaqub, Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim. Ayah tidak hanya sebagai pemimpin tapi ayah juga sebagai pendidik, mendidik anak secara emosional, kognitif, moral dan spiritualnya.
Apabila ayah tidak hadir dalam pengasuhan dapat berdampak pada karakter anak, diantaranya, anak menjadi minder, rendahnya kontrol diri, lari dari masalah, menjadi individu yang mudah menyerah. Maka dari itu diperlukan kerjasama antara ayah dan ibu dalam mengasuh, mendidik dan membimbing anak.
Selain dari sudut pandang agama Islam, berikut menurut agama Kristen yang ditulis pada jurnal Menelisik Kontribusi Ayah dalam Mengajarkan Kemandirian pada Anak dalam Journal of Christian Education and Leadership pada kesimpulan halaman 72, yaitu setiap anak tidak dapat mandiri sendiri, mereka membutuhkan orang yang lebih dewasa untuk mengajari nya. Jika tidak ada sosok ayah dalam proses pertumbuhan anak maka anak akan sulit untuk belajar mandiri. Diharapkan bahwa ayah dapat mengajarkan hal-hal dalam Alkitab supaya anak sedari kecil dapat mempraktekkan nya di kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Dari sini kita tahu bahwa pada kenyataanya peran ayah sangat memiliki dampak besar untuk anak baik dari segi fisik dan mental.
Dampak negatif fatherless dalam tumbuh kembang anak
Fenomena fatherless tidak hanya dialami oleh anak yatim saja, melainkan juga dialami oleh anak-anak yang memiliki sosok ayah, namun sang ayah tidak ikut berpartisipasi dalam pola asuhnya atau juga sosok ayah yang digantikan perannya oleh kakek atau kerabat laki-laki lainnya.
Dalam kajian Siti Maryam Munjiat dalam jurnal Hubungan Fatherless dengan Penyesuaian Sosial Remaja Implementasi Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah milik Dasalinda menyimpulkan bahwa ketiadaan ayah, baik secara fisik maupun psikis memberikan dampak yang sangat besar dan berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Tanpa peran ayah, anak merasa rendah diri dan sulit beradaptasi dengan dunia luar. Selain itu, kematangan psikologis anak tumbuh dengan lambat dan cenderung kekanak-kanakan. Bahkan, anak lari dari masalah dan menjadi emosional saat menghadapi masalah. Dan anak tidak mampu mengambil keputusan atau ragu-ragu dalam banyak situasi yang membutuhkan keputusan yang cepat dan tegas.
ADVERTISEMENT
Melihat adanya dampak negatif dari fenomena fatherless, kira-kira adakah upaya,pencegahan yang bisa orang tua lakukan?
Pencegahan fatherless dapat dimulai dengan kesadaran akan tanggung jawab ayah secara menyeluruh. Ayah perlu menyadari pentingnya kehadiran dan keterlibatan dalam kehidupan anak-anak. Arief (2017) membuat penelitian di sebuah sekolah di Jakarta Barat mengenai keikutsertaan ayah pada pengasuhan anak. Penelitian ini mengelompokkan ayah menjadi 6 peran, yaitu ayah sebagai pemimpin (leader), ayah sebagai penunjang ekonomi (economic provider), ayah sebagai pelindung (protector), ayah sebagai pendidik (educator), ayah sebagai teman bermain (playmates), dan ayah sebagai sahabat (friend) (Nurjan 2021,17). Dengan menyadari peran ini, ayah dapat aktif dalam merawat anak-anak, memberi dukungan emosional, mendukung pendidikan, dan menjalin hubungan positif dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Mengetahui bahwa fatherless bisa kita cegah, yuk kita bahas apa saja yang bisa para ayah lakukan di rumah guna memenuhi peranya sebagai dalam pola asuh anak!
Peran ayah dalam lingkup keluarga
Dalam mengasuh dan mendidik anak ayah punya peran yang sangat besar loh. Mengutip laman milik Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kompas.com, ada lima peran yang bisa ayah lakukan dalam mengasuh dan mendidik anak.
Pertama, Ayah bisa membantu memecahkan masalah anak. Seorang ayah harus ikut terlibat dalam kehidupan anaknya baik secara fisik maupun psikologis. Bayangkan betapa senangnya anak kita ketika sang ayah membantunya dalam memecahkan masalah mereka.
Mungkin bagi ayah sebagai orang dewasa, beberapa masalah yang dialami oleh anak adalah hal yang sepele, tetapi bagi anak bisa jadi hal itu adalah masalah yang rumit, seperti, soal pekerjaan rumah yang sulit, mengajari cara mengendarai sepeda, atau sekadar mengikat tali sepatu.
ADVERTISEMENT
Menjadi sosok problem solver, ayah diharapkan bisa membantu memecahkan berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga. Dengan adanya contoh sosok problem solver, perlahan anak akan belajar cara memecahkan masalahnya sendiri dan tumbuh menjadi anak yang memiliki critical thinking.
Kedua, ayah juga bisa menjadi teman bermain bagi anak. Bermain bersama anak mampu meningkatkan hubungan atau bonding yang baik antara ayah dan anak. Anak pun bisa belajar saat bermain dengan ayah. Ayah juga bisa mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai melalui kegiatan bermain bersama anak.
Biasanya para ayah mengajak anaknya bermain dengan fisik, seperti, bermain bola, kejar-kejaran, atau bermain sepeda. Dengan dilakukannya kegiatan ini, anak bisa memperkuat otot, meningkatkan koordinasi, keseimbangan, dan fleksibilitas tubuh, hingga belajar membangun ikatan emosi positif dengan ayahnya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ayah berperan sebagai pembimbing prinsip. Ayah juga memiliki peran sebagai sosok yang mengajarkan anak tentang perilaku yang diharapkan secara sosial. Hal tersebut bisa membantu anak untuk belajar cara berperilaku di lingkungan sosialnya, bisa membedakan mana yang benar atau salah, mengajarkan anak untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka sendiri, dan juga mengajari anak untuk bisa memiliki prinsip hidup yang baik.
Kegiatan ini juga bisa membantu anak dalam mengembangkan proses berkomunikasi yang sehat. Salah satu contoh kegiatan yang bisa ayah lakukan yaitu, mendengarkan anak ketika ia sedang berbicara lalu berdiskusi. Hal ini bisa mengajarkan dan membentuk anak menjadi sosok pendengar yang baik.
Keempat, ayah menjadi sosok penyedia. Seringkali ayah salah paham dan menganggap bahwa tugasnya hanya sekedar menyediakan keperluan yang bersifat material, padahal menjadi sosok penyedia berarti memiliki peran sebagai penyedia keperluan bagi keluarga baik secara material dan non-material.
ADVERTISEMENT
Dalam segi material sudah pasti ayah menyediakan mulai dari segi materi seperti uang, makanan, tempat tinggal, serta pakaian untuk anak. Namun menyediakan hal yang non-material inilah yang sering dilupakan.
Para ayah bisa loh, ikut andil dalam membimbing anak, memperlihatkan dukungan emosianal pada anak, hingga mendukug perkembangan anak. Menjadi sosok ayah yang peduli akan kondisi psikologis anak merupakan salah satu bentuk penyedia non-material.
Bisa dibayangkan, jika ayah dan ibu saling besinergi dalam pola asuh anak baik dari segi fisik, mental, dan material. Kelak anak akan belajar serta tumbuh menjadi orang yang stabil, bertanggung jawab, dan tidak takut untuk mencoba banyak hal.
Kelima, aya sebagai sosok penyiap. Berdasarkan kondisi ideal, ayah merupakan orang yang berperan sangat besar saat menyiapkan anak untuk menghadapi tantangan hidup. Ayah bisa mengajarkan nilai-nilai moral, tidak hanya mengajarkan tetapi sosok ayah juga harus menerapkan apa yang mereka ingin ajarkan terhadap anaknya.
ADVERTISEMENT
Kita semua pasti tahu bahwa anak adalah sosok peniru andal kedua orang tuanya. Jadi ketika kita ingin anak kita menjadi orang yang baik, sopan, atau percaya diri, maka akan lebih baik jika kedua orang tuanya juga menerapkan perilaku-perilaku baik di rumah.