Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pasir Negara Dijual, Siapa Yang Sebenarnya Di Untungkan?
4 Oktober 2024 19:01 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari AURELIA ZAHRA FARAHDILA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru baru ini, Presiden Jokowi telah membuka kembali ekspor pasir laut ke beberapa negara di Asia Tenggara yaitu Singapura, Malaysia, dan China. Melalui pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi usai meresmikan produksi smelter milik di Gresik, Jawa Timur, pada Senin (23/9/2024). Beliau menggaris bawahi bahwa hanya sedimen pasir yang berada di jalur laut yang diperbolehkan. Presiden Jokowi juga memperbolehkan sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut untuk mengentikan sedimentasi di laut. Peraturan ini diizinkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 menuai banyak tanda tanya besar di publik. Mengapa ekspor ini kembali berjalan setelah dianggap illegal selama 20 tahun? Apa alasan spesifik pemerintah sebenarnya? Hal ini menimbulkan banyak kontra yang timbul di benak masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tepat 20 tahun yang lalu, mantan presiden Indonesia Megawati Soekarno Putri, menghentikan ekspor paisr laut Indonesia yang telah terbuka selama 24 tahun ke pemerintah Singapura karena menyebabkan kerugian yang tidak sebanding dengan keuntugan yang didapat. Tercatat bedasarkan data dari Walhi diperkirakan 70 pulau kecil telah tenggelam sampai pertengahan tahun 2001. Tidak hanya itu, kerugian yang didapat oleh negara bisa mencapai 327 triliun pada saat itu. Sehingga Presiden saat itu yaitu Megawati Soekarno Putri mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/II/2003 untuk menghentikan ekspor pasir ini.
Pengerukan pasir laut ini bisa dibilang sangat beresiko, dikarenakan hal tersebut sangat memicu adanya erosi. Sedangkan jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia, banyak daerah yang berpotensi terjadi abrasi seperti Kecamatan Tuban dan pulau pulau di pesisir Riau. Abrasi pantai dapat mempercepat penyempitan daratan, menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies laut, dan merusak ekosistem terumbu karang yang berperan penting dalam menjaga biodiversitas laut.
ADVERTISEMENT
Melalui akun X yang diposting pada tanggal 18 september, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan kekecewaan nya terhadap keputusan ini.
Melalui postingan ulang tersebut, banyak netizen yan mengungkapkan kekecewaan ini. Seolah olah negara sedang dijual demi keuntungan semata. Tentunya dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan menyebabkan kerugian yang menjalar di berbagai sektor.
Meskipun pengeskporan pasir pantai ini memberikan keuntungan bagi negara, namun hal ini hanya bersifat jangka pendek. Pemerintah kurang memikirkan bagaimana kerugian yang didapat pada masa-masa yang akan datang. Pengeksporan pasir pantai ini, menyebabkan negara kehilangan sumber daya alam. Tidak hanya itu, akibat dari ekspor pasir ini berdampak bagi sumber mata pencaharian masyarakat. Pengerukan pasir laut dapat memicu penurunan produktivitas laut yang langsung mempengaruhi mata pencaharian masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut, seperti nelayan dan petani tambak. Dengan hancurnya ekosistem laut, mereka kehilangan akses terhadap sumber daya yang menjadi sandaran hidup mereka sehari-hari. Akibatnya, mereka harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan hasil tangkapan atau panen, yang semakin langka akibat rusaknya habitat ikan dan udang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengerukan pasir laut juga mengganggu pariwisata pesisir yang menjadi salah satu sektor ekonomi penting di beberapa wilayah Indonesia. Pantai yang terkikis dan rusaknya ekosistem bawah laut mengurangi daya tarik wisata bahari, yang pada akhirnya berdampak pada pendapatan masyarakat setempat yang bergantung pada industri pariwisata.
Abrasi pantai didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisi semula (Trihatmodjo, 2012) maka dengan itu bisa mengancam berkurangnya garis pantai negara dan memperkecil wilayah daerah yang terdampak. Dengan itu, ekspor pasir ini malah condong untuk memberikan keutungan ke negara lain, karena berperan penting dalam reklamasi perluasan daratannya. Salah satu contohnya adalah Singapura yang menjadi salah satu negara tujuan eskpor pasir ini. Dalam kurun waktu per juni 2024, luas wilayah singapura bertambah sekitar 157,7 km persegi. Hal ini terbilang miris, karena negara pengekspor justru mengalami kerugian lebih daripada negara yang mengimpor. Efek dari ekspor pasir ini bahkan bisa menyebabkan tenggelamnya pulau pulau kecil. Kerugian ini bukan hanya bersifat ekologis, tetapi juga strategis. Pulau-pulau kecil memiliki peran penting dalam menjaga kedaulatan wilayah negara, dan kehilangan pulau-pulau tersebut dapat memengaruhi batas teritorial Indonesia. Dengan semakin menipisnya garis pantai Indonesia, pemerintah sebenarnya sedang menukar kedaulatan wilayah dan ekosistem kita dengan keuntungan ekonomi jangka pendek yang tak sebanding.
ADVERTISEMENT
Dari uraian di atas, kita lagi lagi diperlihatkan bagaimana pemerintah kurang memperhatikan pengelolaan sumber daya dengan lebih matang dan efek jangka panjang bagi negara. Ini seperti mereka meninggalkan beban bagi generasi mendatang. Dengan adanya Keputusan ekspor ini seakan akan pemerintah ingin menjual negara secara perlahan. Kebijakan ekspor pasir laut memang menawarkan keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi risiko dan efek samping yang dihasilkan jauh lebih besar. Memicu kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi jangka panjang, dan kerugian wilayah teritorial merupakan sesuatu yang tidak bisa teratasi dengan uang saja. Pemerintah perlu menimang kembali kebjiakan ini, tentunya dengan melihat dampaknya secara holistik, dan memprioritaskan kepentingan jangka panjang demi masa depan yang lebih baik bagi lingkungan dan rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT