Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nuklir: Energi dan Pertahanan
9 Oktober 2023 10:47 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Awaf Wirajaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut UU No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi, mendefinisikan energi sebagai kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia dan elektromagnetika. Kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya energi.
ADVERTISEMENT
Secara global pemenuhan kebutuhan energi primer masih didominasi oleh bahan bakar fosil, yaitu sebesar 82% (BP, 2022). Tapi bauran bahan bakar fosil terus menurun mulai dari 2015 sebesar 85% dan menurun lagi pada tahun 2019 sebesar 83%. Mengurangi bauran bahan bakar fosil pada energi primer juga merupakan bentuk kesadaran sebuah negara karena energi berkaitan erat dengan pertahanan.
Pertahanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal bertahan atau mempertahankan. Dalam konteks bernegara, pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Pertahanan negara memiliki beberapa komponen yaitu komponen utama, komponen cadangan, komponen pendukung, sumber daya nasional serta sarana dan prasarana. Energi pada hal ini termasuk ke dalam sumber daya nasional yang diklasifikasikan sebagai sumber daya alam, yang memiliki arti potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dalam wujud asalnya dapat didayagunakan untuk kepentingan pertahanan negara (UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara).
Ketahanan Energi Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) didefinisikan sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Pada ketahanan energi juga memiliki 2 konsep yang saling berkaitan yaitu energi mendukung pertahanan dan pertahanan mendukung energi.
ADVERTISEMENT
Energi mendukung pertahanan adalah dukungan energi untuk mengemban tugas pertahanan militer secara optimal seperti cadangan energi nasional yang meliputi cadangan operasional, cadangan penyangga energi (CPE) dan cadangan strategis energi (CSE).
Sedangkan, pertahanan mendukung energi dilakukan oleh suatu negara untuk mengimbangi kekuatan negara lain untuk mengamankan objek vital nasional. Keberadaan sumber daya energi di wilayah perbatasan yang garis perbatasannya belum pasti antara dua negara menyebabkan tumpang tindih (overlapping) seperti pada Blok Natuna, Blok Ambalat dan Blok Masela.
Salah satu energi yang dapat mendukung kedua konsep ketahanan energi di atas adalah nuklir. Pemanfaatan tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik di Indonesia tertuang pada UU No. 17 tahun 2007 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, akan tetapi belum dapat terlaksana sebab masih banyak pro dan kontra yang terjadi terkait pembangunan tersebut.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang kontra terhadap dibuatnya PLTN ini memiliki persepsi yang buruk terhadap nuklir dan menyebabkan menjadi khawatir dampak yang akan terjadi dengan dibuatnya pembangkit dengan bertenaga nuklir. Kekhawatiran ini juga disebabkan masyarakat yang belum paham dengan teknologi nuklir dan banyaknya berita yang berkembang di masyarakat mengenai nuklir seperti pemboman Hiroshima dan Nagasaki yang terjadi akibat senjata nuklir dan berita mengenai nuklir yang bersifat negatif seperti bahaya radiasi yang disebabkan nuklir (Wijaya et al., 2021).
Urgensi dari pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia pada pembahasan ini adalah sektor ketenagalistrikan dan sektor pertahanan. Pertumbuhan konsumsi listrik dalam 10 tahun terakhir menunjukkan peningkatan dari 174 TWh di tahun 2012 menjadi 255 TWh di tahun 2021 sehingga listrik mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan jenis energi lainnya setelah mengalami penurunan konsumsi listrik pada tahun 2020 akibat dari pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Dan pada rentang 2016 sampai 2021 konsumsi listrik perkapita tumbuh sebesar 2,9% yaitu 956, 1021, 1064, 1084, 1088 dan 1123 dalam satuan kWh/kapita. Meningkatnya kebutuhan listrik per tahun dan konsumsi listrik per kapita ini dapat dipenuhi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN.
PLTN di seluruh dunia saat ini menggunakan bahan bakar uranium, belum ada pemanfaatan thorium sebagai bahan bakarnya. Hasil pemetaan cadangan uranium yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Geologi Nuklir (PPGN) – BATAN, Indonesia memiliki cadangan uranium sekitar 70.000 ton U3O8 (yellow cake).
Dari 70.000 ton uranium tersebut, 1.608 ton kategori terukur, 6.456 ton kategori terindikasi, 2.648 ton tereka dan sisanya masuk dalam kategori hipotetik. Untuk mengoperasikan reaktor selama 10 tahun diperlukan pasokan yellow cake sekitar 2.446,8 ton.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut telah melebihi cadangan terukur yang dimiliki Indonesia, sehingga harus ada upaya untuk menambah cadangan uranium terukur agar dapat mengamankan pasokan untuk kebutuhan PLTN (Bastori & Birmano, 2018).
Selain cukup dalam hal bahan bakar, pembangkit listrik tenaga nuklir ini juga memiliki keunggulan antara lain adalah yang Pertama, dampak lingkungan yang dihasilkan oleh PLTN sangat jauh dibandingkan dengan pembangkit listrik panas bumi, gas dan batubara.
Hasil emisi gas CO2 dari nuklir adalah 16 sedangkan untuk panas bumi, gas dan batubara masing-masing sebesar 45, 469 dan 1001 dalam satuan gram/kWh. Kedua, energi yang dihasilkan dari reaksi uranium sebagai bahan bakar PLTN juga sangat besar hingga ribuan kali lipat. 1 kg uranium (U) dapat menghasilkan energi setara dengan 20.000 kg batubara atau 10.000 kg minyak bumi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, dari biaya total pembangkit yang di dalamnya termasuk biaya investasi, biaya bahan bakar, biaya O&P, biaya dekomisioning dan biaya pajak karbon yang relatif murah dan cukup kompetitif yaitu sebesar 60,54 US$/MWh sedangkan pembangkit listrik seperti panas bumi, gas dan batubara masing-masing 103,18, 67,85 dan 93,62 dalam satuan US$/MWh (Rasito & Hasan, 2016).
Dalam hal lain juga, PLTN ini akan mendukung target bauran EBT nasional 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050 yang mana realisasi bauran EBT per tahun 2021 masih jauh dari target yaitu hanya 12,2%, tentunya pemanfaatan nuklir sebagai pembangkit listrik akan sangat mendukung program pemerintah mencapai Indonesia Net Zero Emission 2060.
Pada sektor pertahanan, tenaga nuklir dapat digunakan sebagai senjata nuklir yang saat ini penggunaan dan percobaannya banyak mendapat kontra di kancah global. Senjata nuklir adalah alat peledak yang mendapatkan daya ledaknya dari reaksi nuklir, entah itu reaksi fisi atau kombinasi dari fisi dan fusi.
ADVERTISEMENT
Keduanya melepaskan sejumlah besar energi dari sejumlah kecil massa, bahkan alat peledak nuklir kecil dapat menghancurkan sebuah kota dengan ledakan, api, dan radiasi (Basri, 2014). Pemanfaatan nuklir sebagai senjata memiliki peran penting karena memiliki deterrent effect sebagai kekuatan militer Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Palau, Timor Leste dan Australia. Deterensi adalah strategi untuk mencegah musuh mengambil tindakan yang belum dimulai, atau mencegah musuh melakukan sesuatu yang diharapkan negara lain.
Menurut Bernard Brodie, deteren nuklir yang tepat harus selalu disiagakan dan tidak pernah digunakan. Bowen mengatakan bahwa deterensi merupakan upaya untuk mencegah pihak musuh untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang dapat merugikan kita. Yang dapat diartiakan bahwa kemampuan untuk menghancurkan negara lain sudah menjadi motivasi bagi negara lain untuk menghindarinya dan mempengaruhi perilaku negara lain.
ADVERTISEMENT
Untuk bersikap koersif atau mencegah negara lain, kekerasan dapat dihindari dan harus diantisipasi melalui akomodasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kekuasaan untuk melukai sebagai daya tawar adalah dasar dari teori deterensi, dan deterensi sangat berhasil bila tidak digunakan (Listiyono et al., 2019).
Kesimpulannya adalah nuklir dapat mendukung dua konsep ketahanan energi yaitu energi mendukung pertahanan dan pertahanan mendukung energi. Sehingga dipandang perlu percepatan pemanfaatan nuklir sebagai pembangkit listrik dan negara yang sudah memiliki PLTN dianggap mampu untuk mengembangkan ke tahap selanjutnya yaitu senjata nuklir.
Penulis berharap dengan nuklir sebagai deterrent effect mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan di perbatasan wilayah yang memiliki sumber daya energi dengan cadangan besar seperti di Blok Natuna, Blok Ambalat dan Blok Masela.
ADVERTISEMENT