Konten dari Pengguna

Kuliner, Tren, dan Gaya Hidup: Lebih dari Sekadar Makan

Ayu Lintang Ramadhiani
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada
13 Desember 2024 16:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Lintang Ramadhiani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Makanan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis, tetapi juga meliputi seluruh bagian gaya hidup seseorang. Dalam konteks ini, gaya hidup sehat menjadi semakin penting, terutama di tengah perubahan sosial dan budaya yang cepat. Makanan yang kita konsumsi mencerminkan nilai-nilai, kebiasaan, dan pilihan yang kita buat akan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan kita. Simak artikel ini untuk pembahasan bagaimana makanan berperan dalam membentuk gaya hidup dengan fokus pada pola konsumsi, pengaruh budaya, dan kesehatan.
ADVERTISEMENT

Makanan sebagai Simbol Identitas

Makanan tidak hanya berperan sebagai kebutuhan biologis, tetapi juga sebagai cerminan identitas budaya dan sosial suatu kelompok masyarakat. Makanan menjadi simbol yang menggambarkan nilai, tradisi, dan sejarah yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam berbagai budaya, makanan tertentu sering kali dihidangkan dalam acara-acara spesial, seperti pernikahan, perayaan keagamaan, atau festival. Di Indonesia, misalnya, hidangan nasi tumpeng kerap disajikan dalam perayaan ulang tahun atau acara syukuran, melambangkan keberkahan dan rasa syukur.

Globalisasi dan Perubahan Makanan

Globalisasi telah membawa dampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk pola makan masyarakat di seluruh dunia. Perubahan ini tidak hanya terlihat dari jenis makanan yang dikonsumsi, tetapi juga dalam cara makanan diproduksi, disajikan, dan dinikmati. Dalam konteks kuliner, globalisasi menciptakan arus pertukaran yang memungkinkan masyarakat mengakses berbagai jenis masakan dari berbagai belahan dunia. Hal ini tidak hanya memperkaya pilihan makanan, tetapi juga mengubah cara orang memandang dan mengonsumsi makanan.
ADVERTISEMENT
Makanan cepat saji, misalnya, seringkali lebih menarik bagi generasi muda karena kemudahan akses dan citra modern yang diusungnya. Fenomena ini menghasilkan pergeseran kebiasaan makan, di mana makanan tradisional mulai tergeser oleh pilihan internasional yang dianggap lebih "bergengsi" dan sesuai dengan gaya hidup kontemporer. Banyak orang merasa tertekan untuk mengikuti tren kuliner terbaru demi mendapatkan pengakuan sosial di lingkungan mereka. Hal ini menimbulkan ketegangan antara upaya mempertahankan tradisi kuliner lokal dan dorongan untuk mengadopsi makanan dari luar.

Pola Konsumsi dan Gaya Hidup Sehat

Tidak lagi menggandrungi makanan cepat saji, pola konsumsi makanan yang sehat telah menjadi perhatian utama dalam masyarakat modern. Penelitian menunjukkan bahwa sikap positif terhadap makanan organik berhubungan erat dengan gaya hidup sehat. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan pentingnya makanan alami dan organik dapat mendorong individu untuk memperoleh pola hidup yang lebih sehat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pandemi COVID-19 telah mempercepat kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan melalui pola makan yang baik. Bahkan, tak jarang orang sekarang berlangganan katering sehat yang telah dihitung kalori hariannya dengan berbagai tujuan, baik untuk diet ataupun hanya untuk pola hidup yang lebih sehat. Fenomena ini tercermin dalam peningkatan penjualan produk makanan sehat yang menunjukkan bahwa masyarakat semakin peduli terhadap kesehatan mereka.
Ilustrasi Makanan Sehat. Sumber: Freepik

Media Sosial dan Gaya Konsumsi

Semakin hari semakin banyak iklan makanan yang kita lihat di sosial media, entah dari pemilik resto yang sedang promosi, influencer yang sedang me-review makanan, ataupun dari individu yang tanpa dibayar dengan sukarela membagikan testimoni tentang suatu makanan atau resto tersebut, menghasilkan tempat atau makanan yang menjadi “viral” karena telah tersebar luas di internet. Tempat viral ini tidak memandang kasta, yaitu, dapat makanan kaki lima atau restoran bintang 5 sekalipun. Hal tersebut sangat memengaruhi individu untuk ikut mencoba restoran tersebut untuk sekedar riding the wave atau juga karena penasaran atas rasanya.
ADVERTISEMENT
Tidak jarang pada era sekarang ini, khususnya di kota-kota besar Indonesia, sedang marak restoran-restoran bernuansa Eropa. Individu yang memasuki fase remaja maupun dewasa dengan sukarela dan senang hati mendatangi restoran atau kafe tersebut dan tidak lupa untuk membagikan momennya di sosial media mereka.
Tak hanya untuk kebutuhan pokok, makan juga dapat dijadikan konten di sosial media dengan julukan “mukbang” ataupun sekadar ASMR yaitu Autonomous Sensory Meridian Response. Konten ini berisi video orang yang sedang makan dengan porsi besar dan juga menggunakan microphone khusus yang dapat merekam suara dengan jelas hingga terdengar suara kunyahannya. Video bertemakan ini sangat digandrungi oleh anak sekarang, dengan alasan menambah nafsu makan.
Makanan yang belakangan sering menjadi tren adalah makanan yang memiliki cita rasa yang pedas hingga berlevel-level, seperti, mie pedas, bakso pedas, sushi mahal dari Bali, dan lain-lain. Dengan konsep makanan seperti ini, banyak orang menjadi penasaran dan ingin menantang diri sendiri bahwa ia dapat memakan makanan yang terasa sangat pedas. Selain itu, makanan manis seperti kue potong, cookies, ice cream, dan lain-lain juga menjadi idola para sweet tooth.
ADVERTISEMENT

Pengaruh Budaya Terhadap Pilihan Makanan

Budaya memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan pilihan makanan individu. Dalam konteks kehidupan ibu-ibu di daerah perkotaan, sering kali tuntutan pekerjaan menjadi faktor yang mempengaruhi pola makan mereka, sehingga mereka cenderung memilih makanan olahan dibandingkan dengan makanan segar. Fenomena ini menunjukkan bahwa kesibukan dan tekanan sosial dapat berdampak pada pola makan yang pada gilirannya berpotensi mempengaruhi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam beberapa budaya, porsi makanan yang besar seringkali dipandang sebagai simbol keramahan atau kemakmuran. Pandangan ini dapat berkontribusi pada masalah gizi, seperti obesitas, yang semakin meningkat. Selain itu, persepsi terhadap makanan sehat dapat bervariasi antar budaya. Jika makanan sehat dianggap kurang menarik secara budaya, individu mungkin akan kurang termotivasi untuk memilihnya dalam pola makan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Pengaruh budaya terhadap pilihan makanan adalah fenomena yang kompleks. Dari proses akulturasi hingga identitas budaya dan dampaknya terhadap status gizi, setiap aspek menunjukkan bagaimana makanan berfungsi sebagai cerminan dari nilai-nilai sosial dan tradisi suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, sangat penting untuk mengembangkan pendekatan pendidikan gizi yang relevan dengan konteks budaya lokal.

Kesadaran Akan Makanan Berkelanjutan

Dalam era modern ini, kesadaran akan pentingnya makanan berkelanjutan semakin meningkat. Makanan berkelanjutan tidak hanya berfokus pada rasa dan penampilan, tetapi juga pada dampak terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan sosial. Makanan berkelanjutan merujuk pada praktik produksi, distribusi, dan konsumsi makanan yang bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Ini mencakup penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab, melindungi keanekaragaman hayati, serta memastikan distribusi makanan yang adil dan merata.
ADVERTISEMENT
Makanan berkelanjutan memiliki beberapa ciri khas yaitu, yang pertama, diproduksi secara ramah lingkungan menggunakan praktik pertanian yang tidak merusak ekosistem. Selanjutnya, berdampak positif bagi kesehatan dan menyediakan nutrisi yang diperlukan tubuh tanpa mengandung bahan berbahaya. Yang terakhir, memprioritaskan penggunaan produk lokal untuk mendukung petani dan produsen setempat.
Makanan adalah aspek penting dari gaya hidup kita yang mempengaruhi kesehatan fisik dan mental secara langsung maupun tidak langsung. Dengan memahami hubungan antara makanan dan gaya hidup serta mengadopsi pola makanan sehat, kita dapat meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Mari kita jadikan makanan bukan hanya sebagai kebutuhan tetapi juga sebagai bagian penting dari gaya hidup sehat kita!

Referensi

Devine, C. M. (2005). A Life Course Perspective: Understanding Food Choices in Time, Social Location, and History. Journal of Nutrition Education and Behavior, 37(3), 121–128. https://doi.org/10.1016/s1499-4046(06)60266-2
ADVERTISEMENT
Kusuma, I. (2024, June 6). Dampak Modernisasi Terhadap Pola Makan Tradisional di Indonesia – PUSKESMAS KAMPUNG JABI. Batam.go.id. https://pkmkpjabi.batam.go.id/2024/06/06/dampak-modernisasi-terhadap-pola-makan-tradisional-di-indonesia/
Nur, N., & Riski, L. (2023). Faktor Pemilihan Makanan Sebagai Tolak Ukur Pemenuhan Gizi pada Generasi Muda: Literature Review. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI), 6(12), 2352–2356. https://doi.org/10.56338/mppki.v6i12.3959
Sempati, G., & Badraningsih. (2017). PERSEPSI dan PERILAKU REMAJA TERHADAP MAKANAN TRADISIONAL DAN MAKANAN MODERN. Journal UNY.