Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pesan Tapal Batas untuk Jakarta
20 Agustus 2018 12:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Bahana Menggala Bara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jiwa patriot Joni, si penyelamat Sang Saka, tidak terbentuk begitu saja. Orang tua, guru, dan lingkungan membangun karakter heroik Joni.
ADVERTISEMENT
Bungsu dari sembilan bersaudara, Joni berasal dari keluarga yang mencintai Indonesia dan memilih untuk menjadi bagian dari Indonesia 1999 silam. Merah putih memang telah terpatri di dalam darah Joni.
Ibu dan ayah Joni sudah sepuh. Terlebih ayah Joni berusia 65 tahun dan sakit-sakitan sejak tiga tahun lalu. Ayah Joni menderita asma disertai darah.
Joni menjadi tulang punggung keluarga. Kakak-kakaknya sudah berkeluarga dan tidak lagi tinggal bersama.
Cikito Lumberto Kala (25), kakak ketiga Joni menuturkan bahwa Joni mengantar air untuk keluarga setiap hari. Joni pun sering terlambat sekolah karena mengantri air sebelum berangkat. Air ini didapat Joni dari sumur umum yang berjarak 1 km dari rumahnya.
Sekolah Joni sendiri berjarak 2 km dari rumahnya. Setiap harinya ia ke sekolah dengan berjalan kaki. Ia hanya memiliki waktu luang dan bermain sekaligus belajar di sekolah. Di luar sekolah, ia memanjat pohon asam dan jambu mete serta mencari rumput kambing untuk dijual guna menopang ekonomi keluarga.
ADVERTISEMENT
Rumah Joni adalah rumah bantuan pemerintah pasca jajak pendapat. Kondisi rumah Joni saat ini terdiri dari rumah beratap seng dan daun pohon goang (sagu). Atap goang ini dapat bertahan belasan tahun dan lebih kuat dari seng. Bangunan beratap seng dibuat untuk ditinggali. Di depannya, tampak Merah Putih berkibar.
Bangunan beratap seng dibuat untuk ditinggali. Sementara bangunan beratap daun goang menjadi dapur keluarga. Kamar mandinya terletak di luar rumah.
Lokasi rumah Joni hanya berjarak 100 meter dari wilayah Timor Leste. Dua wilayah negara tersebut hanya dibatasi sungai yang kering selama 11 bulan dan meluap banjiri rumah warga saat musim hujan tiba di Bulan Desember setiap tahunnya. Cikito ingin perbaikan untuk desanya.
ADVERTISEMENT
Cikito yang sudah berkeluarga berharap agar Joni dan warga kampung sekitar dapat mendapatkan akses air sepanjang tahun dengan lebih mudah. Ia berpesan agar pihak berwenang juga tidak menutup mata terhadap kondisi sekolah-sekolah di perbatasan.
Semoga permintaan tapal batas akan telaga air dan sumur ilmu terdengar nyaring oleh Jakarta untuk masa depan anak bangsa yang lebih maju.