Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Keluarga Sebagai Pintu Utama Menuju Zero Stunting
29 Juni 2021 8:58 WIB
·
waktu baca 4 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:44 WIB
Tulisan dari Yayasan Balita Sehat Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Banu Priyonggo, Office Manager FMCH Indonesia
Keluarga merupakan tempat pertama dalam mendapatkan pelajaran tentang hidup beragama, hidup bersosial, menjadi tempat mendapatkan perlindungan, kenyamanan dan kasih sayang bahkan menjadi media menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kesehatan. Keluarga berfungsi sangat penting untuk membentuk kecerdasan, kehidupan sosial serta tumbuh kembang seorang anak, terutama pada saat pandemi ini yang mau tidak mau menuntut peran setiap anggota keluarga saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Sebagai sosok yang bekerja di bidang kesehatan ibu dan anak, saya percaya keluarga bisa menjadi tempat utama dalam memerangi masalah kesehatan yang pelik di Indonesia. Sebut lah salah satunya stunting atau kerdil. Bersyukur beberapa tahun belakangan, isu ini menjadi perhatian bersama sehingga keterbukaan informasi mulai menyebar hingga ke pelosok. Karena kurangnya informasi yang didapatkan dalam unit keluarga dapat menjadi akar mengapa stunting terus subur di Indonesia. Bayangkan, bayi atau anak mendapatkan akses makanan baik dari ayah dan ibu, dari keluarganya. Tentu ketika mereka tidak memperoleh asupan gizi yang baik hal ini menjadi pintu masuk mereka tumbuh kerdil.
Dalam penelian yang dilakukan oleh Januarti dan Priyanto (Family Empowerment Model in Stunting Prevention Based on Family Centered Nursing, 2020), ditemukan bahwa keluarga yang berdaya mempengaruhi terjadinya pencegahan stunting. Hemat saya berdaya berarti keluarga ini memiliki pengetahuan dan kemampuan yang mumpuni akan sesuatu, salah satunya misal stunting ini. Oleh karenanya, para anggota keluarga terutama ayah dan ibu wajib membekali diri dengan pengetahuan yang baik tentang pencegahan stunting. Bisa dengan mencari referensi dari berbagai situs terpercaya, sharing dengan sesama orangtua, atau bahkan berkonsultais dengan dokter. Di samping itu, FMCH Indonesia mendesain program edukasi yang mendukung terwujudnya keluarga yang berdaya. Nama program tersebut adalah Health Education Session, di mana para orangtua akan dibekali berbagai macam pengetahuan seputar kesehatan termasuk terkait stunting.
ADVERTISEMENT
Kembali tentang stunting itu sendiri, mengutip situs bkkbn.go.id, stunting merupakan suatu keadaan kurangnya gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang menyebabkan terhambatnya tumbuh kembang anak. Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menyatakan tahun 2019 mengalami penurunan angka stunting sebesar 3% apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari 30,8% menjadi 27,67%. Tetapi angka tersebut tetap lebih tinggi apabila dibandingkan dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20%.
Sejak awal berdiri, memerangi malnutrisi setiap saat dengan cara yang variatif, adalah nafas FMCH Indonesia. Oleh karenanya ketika berbicara stunting, hal ini tidak bisa dilepaskan dari intervensi lembaga terutama di wilayah-wilayah dampingan kami. Selain melakukan kegiatan rutin seperti memantau tumbuh kembang anak, kelas memasak makanan sehat, kelas ibu hamil, serta sesi edukasi, FMCH Indonesia mulai melebarkan sayap intervensi di bidang yang dekat dengan masyarakat dampingan kami: pertanian. Bekerja sama dengan New Zealand Embassy, FMCH Indonesia akan memerangi stunting melalui program Kebun Gizi. Program ini mengandalkan keluarga sebagai gerbang utama menuju zero stunting dengan alat penggeraknya melalui Kebun Gizi. Di mana kebun ini nantinya akan diinstalasi di tiap pekarangan rumah keluarga dampingan kami.
ADVERTISEMENT
Program ini kami implementasikan di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Desa Nunleu, Kecamatan Amanatun Selatan. Provinsi ini masuk 5 besar dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia. Lebih rinci, terdapat 552 anak di Amanatun Selatan yang kerdil dari 13 desa yang ada. Desa Nunleu sendiri menjadi 1 dari 13 desa tersebut dengan kasus kerdil yang tinggi (Puskesmas Oinlasi, 2019). Apalagi dalam 2 tahun terakhir di masa pandemi, angka ini diprediksi akan meningkat. Oleh karena mobilitas kita terbatas seputar keluarga, Kebun Gizi ini diharapkan bisa menjadi salah satu jalan menekan angka kasus stunting di kecamatan ini.
Bahkan tidak hanya bisa menuju zero stunting, dengan berkebun bersama, bisa menjadi suatu kegiatan mempersatukan keluarga. Anak tidak bosan karena kehabisan kegiatan dan bisa membantu perekonomian keluarga karena bisa memenuhi sebagian kebutuhan pangan keluarga. Ketika Sebagian kebutuhan sudah terpenuhi, niscaya tidak menambah beban pikiran orangtua di masa yang tak menentu ini. Ketika orangtua dan anak berbahagia, sudah pasti keluarga akan semakin utuh dan kuat.
ADVERTISEMENT
Hasil dari Kebun Gizi juga sudah pasti terkontrol dengan baik, karena diolah oleh tangan sendiri. Asupan gizi bagi bayi dan balita pun terpenuhi terutama dalam 1000 HPK mereka. Lebih lanjut, program ini juga berkolaborasi dengan stakeholder dan tenaga kesehatan lokal dalam proses pelaksanaannya. Harapannya, ketika sudah bisa dimulai dari pekarangan tiap keluarga, bisa ditingkatkan ke tingkat desa, kecamatan, kabupaten, bahkan di tingkat provinsi. Atau bahkan program ini juga bisa diadopsi oelh semua keluarga di luar sana di Indonesia.
Karena percayalah, asupan gizi yang baik dari seorang anak memang asalnya dari apa yang ia dapatkan di keluarga masing-masing. Dengan peringatan Harganas 2021 ini, mari kita bergandeng tangan bersama, mengingat fungsi utama keluarga. Sebuah unit utama bagi individu dalam membentuk diri mereka, termasuk mencapai derajat kesehatan yang baik. Mari bergerak bersama di tiap keluarga memastikan unit ini menjadi pintu utama menuju zero stunting.
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Keluarga Nasional 2021!
Penulis: Banu Priyonggo, Office Manager FMCH Indonesia
Editor: Brigita Rumung, Media and Communications Officer FMCH Indonesia