Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Dilema Etika dalam Dunia Jurnalisme: Mengapa Ada Wartawan Amplop?
31 Agustus 2024 16:31 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Balqis Sulistiyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam dunia jurnalisme, di mana kejujuran dan integritas seharusnya menjadi landasan utama, terdapat praktik yang mencoreng citra profesi ini: penerimaan amplop oleh wartawan.
ADVERTISEMENT
Buku "Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas" oleh Bekti Nugroho Samsuri (2013) menyoroti fenomena ini dan menawarkan wawasan tentang dilema etika yang dihadapi oleh beberapa wartawan. Praktik ini tidak hanya melanggar kode etik jurnalisme, tetapi juga menciptakan berbagai tantangan moral dan sosial yang kompleks. Meski tidak semua wartawan terlibat dalam praktik ini, fenomena ini memberikan cerminan yang menarik tentang tantangan moral yang dihadapi oleh profesi yang seharusnya menjadi pilar demokrasi ini.
Salah satu motivasi utama mengapa beberapa wartawan mengambil amplop adalah keadaan ekonomi. Di banyak negara, gaji wartawan sering kali tidak sebanding dengan beban kerja dan risiko yang dihadapi. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal "Journalism Studies", tekanan ekonomi dapat mendorong wartawan untuk mencari sumber pendapatan tambahan, termasuk menerima suap (Tumber & Waisbord, 2004). Ini menciptakan lingkaran setan di mana kebutuhan finansial mengalahkan komitmen etika dan integritas.
ADVERTISEMENT
Selain faktor ekonomi, ada juga tekanan dari atasan atau perusahaan media yang sering kali mengharapkan hasil yang cepat, menarik, dan sensasional. Dalam dunia yang serba cepat ini, wartawan mungkin merasa tertekan untuk mendapatkan berita panas yang menarik perhatian publik. Selain itu, faktor bagaimana masyarakat ikut menormalisasikannya juga berperan. Di beberapa masyarakat, menerima amplop dianggap sebagai hal yang biasa dan diterima, meskipun secara resmi tidak diperbolehkan. Dalam situasi seperti ini, wartawan yang menolak menerima amplop mungkin merasa terasing atau kehilangan akses ke informasi penting. Oleh karena itu, pendidikan etika dalam jurnalisme sangat penting.
Namun, penting untuk menggali lebih dalam tentang dampak dari tindakan menerima amplop ini. Dalam jangka pendek, wartawan mungkin mendapatkan keuntungan finansial, tetapi dalam jangka panjang, mereka dapat merusak reputasi pribadi dan profesional mereka. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap media, dampaknya sangat besar. Publik menjadi skeptis terhadap informasi yang disajikan, dan ini merugikan kebebasan pers serta demokrasi itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya wartawan yang terpengaruh oleh praktik ini; masyarakat pun menjadi korban. Ketika informasi yang disampaikan tidak objektif dan dipengaruhi oleh kepentingan tertentu, maka publik akan menerima berita yang bias. Ini dapat menciptakan ketidakadilan sosial dan memperburuk polarisasi masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi wartawan untuk menyadari tanggung jawab besar yang mereka emban. Mereka tidak hanya menyampaikan berita, tetapi juga membentuk opini publik.
Seiring perkembangan teknologi informasi dan media sosial, cara informasi disebarkan juga berubah. Sekarang, setiap orang bisa menjadi 'wartawan' dengan menggunakan smartphone mereka. Ini menambah tantangan bagi wartawan profesional, karena mereka harus bersaing dengan informasi yang mungkin tidak terverifikasi. Dalam situasi seperti ini, godaan untuk menerima amplop semakin meningkat, karena wartawan mungkin merasa perlu untuk menawarkan sesuatu yang lebih menarik untuk bersaing.
ADVERTISEMENT
Satu langkah untuk meredakan masalah ini adalah dengan meningkatkan transparansi dalam industri media. Perusahaan media seharusnya menunjukkan komitmen terhadap etika dengan membuat kebijakan yang jelas mengenai penerimaan hadiah atau suap. Wartawan yang merasa aman dan terlindungi oleh kebijakan ini akan lebih cenderung untuk menolak tawaran yang merugikan integritas mereka. Sebuah penelitian oleh Williams & Donsbach (2011) menunjukkan bahwa ketika perusahaan media menerapkan kebijakan etika yang ketat, wartawan merasa lebih bertanggung jawab dan berkomitmen terhadap standar profesional.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran dalam memperbaiki keadaan ini. Dengan meningkatkan literasi media, masyarakat dapat lebih kritis terhadap informasi yang mereka terima. Ini dapat mendorong wartawan untuk lebih bertanggung jawab dan menghindari praktik-praktik yang merugikan. Ketika publik menuntut transparansi dan keakuratan, wartawan akan lebih termotivasi untuk menjaga integritas mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam kesimpulannya, dilema etika yang dihadapi oleh wartawan terkait penerimaan amplop adalah masalah yang kompleks dan multidimensional. Meskipun tekanan ekonomi, budaya, dan institusi berperan besar dalam keputusan mereka, sangat penting bagi wartawan untuk tetap berpegang pada prinsip etika. Kualitas informasi yang disajikan sangat bergantung pada integritas wartawan, dan inilah yang harus menjadi prioritas utama dalam dunia jurnalisme saat ini.
Oleh:
Balqis Sulistiyani
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas