Konten Media Partner

Melihat Tradisi Malam Pasang Lampu di Gorontalo

1 Juni 2019 14:48 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Malam pasang lampu di Gorontalo dihiasasi berbagai lampu tradisional. Tradisi tua ini terus dipertahankan masyarakat hingga saat ini. Jumat, (31/5) Foto : Burdu/banthayoid
zoom-in-whitePerbesar
Malam pasang lampu di Gorontalo dihiasasi berbagai lampu tradisional. Tradisi tua ini terus dipertahankan masyarakat hingga saat ini. Jumat, (31/5) Foto : Burdu/banthayoid
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - Tiga hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat muslim di Gorontalo beramai-ramai memasang lampu tradisional di depan rumahnya. Kebiasaan itu disebut tumbilotohe atau malam pasang lampu, tradisi sejak jaman dahulu yang masih dipertahankan hingga kini.
ADVERTISEMENT
Pantauan Banthayo.id, Jumat (31/5), masyarakat sudah melaksanakan tradisi malam pasang lampu.
Tohetutu, lampu tradisional yang terbuat dari buah pepaya mengkal, hanya bisa ditemui saat perayaan tumbilotohe. (Foto :Burdu/banthayoid)
Beragam cerita tentang tradisi malam pasang lampu dipercayai oleh masyarakat Gorontalo. Sejarawan Gorontalo, Aw Lihu, menjelaskan secara umum malam pasang lampu merupakan kebiasaan masyarakat Gorontalo untuk menerangi jalan menuju ke tempat pertemuan atau ibadah.
Salah seorang warga memegang Tohetutu, lampu tradisional khas Gorontalo. (Foto :Burdu/banthayoid)
"Karena dahulu sering kali raja mengumpulkan para kepala daerah dan juga bawahannya di dalam istana raja untuk melakukan musyawarah, dalam hal membicarakan urusan menjelang Idul Fitri. Kemudian, para kepala daerah ini datang dengan membawa lampu penerangan berbahan getah pohon damar. Saat tiba dilokasi pertemuan, lampu tersebut ditata rapi di depan istana. Sehingga kebiasaan itu menjadi tradisi tumbilotohe," jelasnya.
Selain tohetutu, Tonggolo'opo ( lampion khas Gorontalo ) juga menghiasi malam pasang lampu. (Foto :Rahmat Ali/banthayoid)
Pendapat lain dikemukakan Dewan Adat Gorontalo, Yamin Husain. Ia menjelaskan, tradisi itu sudah ada sejak abad ke-15. Tumbilotohe terbagi atas dua kata, "tumbilo" yang diartikan pasang dan "tohe" yang berarti lampu. Maka tombilotohe merupakan lampu yang digunakan untuk membantu masyarakat Gorontalo yang menuju masjid untuk melaksanakan pembayaran zakat fitrah.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu Gorontalo seperti hutan, dipenuhi pepohonan dan rawa-rawa. Ditambah lagi belum ada listrik seperti saat ini. Jadi prakarsa masyarakat saat itu membuat lampu penerangan yang diletakkan di depan rumah masing-masing," jelasnya.
Seorang warga yang tengah memasang lampu botol pada perayaan tumbilotohe. (Foto :Burdu/banthayoid)
Saat itu, lanjut Yamin, getah pohon damar menjadi bahan menyalakan lampu. Lalu berganti minyak kelapa karena getah pohon mulai sulit didapat.
"Seiring perkembangan zaman, hal tersebut tetap menjadi tradisi sehingga saat ini lampu-lampu tersebut dipasang di depan rumah, di jalan-jalan, di lahan-lahan kosong nan luas. Bahkan sudah dibuat berupa "alikusu" atau kerangka pintu gerbang khas Gorontalo," jelasnya.
Seiring perjalanan waktu, masyarakat Gorontalo, mulai menggunakan lampu dari botol bekas. sebagai pengganti pepaya. (Foto : Burdu/banthayoid)
Menurut Budayawan Gorontalo, Halim Rasyid, tradisi ini pernah masuk dalam rekor MURI tahun 2007, dengan menyalakan 5 juta lampu botol.
Bahkan, tradisi malam pasang lampu turut dijadikan ajang lomba oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Untuk menambah kemeriahan, masyarakat mulai menggunakan lampu listrik yang di rangkai sedemikian rupa. Penggunaan lampu listrik berawal dari harga minyak tanah yang melambung tinggi pada tahun 2012, sehingga pemerintah mulai menyarankan menggunakan lampu listrik," jelas Halim.
Tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun silam ini, menjadi hari paling di nanti masyarakat Gorontalo saat menjelang lebaran. (Foto :Rahmat Ali/banthayoid)
Halim berharap tradisi malam pasang lampu tidak punah. Sebab, tradisi itu memiliki nilai agama yang sangat tinggi. Apalagi konsep penggunaan lampu yang kini semakin menghilangkan nilai sejarahnya.
Desa Talumelito, menjadi pusat perayaan tradisi Tumbilotohe di Kabupaten Gorontalo. (Foto :Burdu/banthayoid)
"Lampu tradisional yang berbahan baku getah pohon damar yang disebut "tohetutu" ini kemudian dilupakan orang. Hanya beberapa warga yang masih mempertahankan "tohetutu" dengan mencari getah di hutan." tutupnya.
Tonggolo'opo raksasa yang di bangun di tengah jalan menuju Desa konservasi Talumelito, menjadi lokasi berswafoto masyarakat. (Foto :Burdu/banthayoid)
----
Reporter : Rahmat Ali
Editor : Febriandy Abidin