Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Melihat Tradisi Malam Pasang Lampu di Gorontalo
1 Juni 2019 14:48 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - Tiga hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat muslim di Gorontalo beramai-ramai memasang lampu tradisional di depan rumahnya. Kebiasaan itu disebut tumbilotohe atau malam pasang lampu, tradisi sejak jaman dahulu yang masih dipertahankan hingga kini.
ADVERTISEMENT
Pantauan Banthayo.id, Jumat (31/5), masyarakat sudah melaksanakan tradisi malam pasang lampu.
Beragam cerita tentang tradisi malam pasang lampu dipercayai oleh masyarakat Gorontalo. Sejarawan Gorontalo, Aw Lihu, menjelaskan secara umum malam pasang lampu merupakan kebiasaan masyarakat Gorontalo untuk menerangi jalan menuju ke tempat pertemuan atau ibadah.
"Karena dahulu sering kali raja mengumpulkan para kepala daerah dan juga bawahannya di dalam istana raja untuk melakukan musyawarah, dalam hal membicarakan urusan menjelang Idul Fitri. Kemudian, para kepala daerah ini datang dengan membawa lampu penerangan berbahan getah pohon damar. Saat tiba dilokasi pertemuan, lampu tersebut ditata rapi di depan istana. Sehingga kebiasaan itu menjadi tradisi tumbilotohe," jelasnya.
Pendapat lain dikemukakan Dewan Adat Gorontalo, Yamin Husain. Ia menjelaskan, tradisi itu sudah ada sejak abad ke-15. Tumbilotohe terbagi atas dua kata, "tumbilo" yang diartikan pasang dan "tohe" yang berarti lampu. Maka tombilotohe merupakan lampu yang digunakan untuk membantu masyarakat Gorontalo yang menuju masjid untuk melaksanakan pembayaran zakat fitrah.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu Gorontalo seperti hutan, dipenuhi pepohonan dan rawa-rawa. Ditambah lagi belum ada listrik seperti saat ini. Jadi prakarsa masyarakat saat itu membuat lampu penerangan yang diletakkan di depan rumah masing-masing," jelasnya.
Saat itu, lanjut Yamin, getah pohon damar menjadi bahan menyalakan lampu. Lalu berganti minyak kelapa karena getah pohon mulai sulit didapat.
"Seiring perkembangan zaman, hal tersebut tetap menjadi tradisi sehingga saat ini lampu-lampu tersebut dipasang di depan rumah, di jalan-jalan, di lahan-lahan kosong nan luas. Bahkan sudah dibuat berupa "alikusu" atau kerangka pintu gerbang khas Gorontalo," jelasnya.
Menurut Budayawan Gorontalo, Halim Rasyid, tradisi ini pernah masuk dalam rekor MURI tahun 2007, dengan menyalakan 5 juta lampu botol.
Bahkan, tradisi malam pasang lampu turut dijadikan ajang lomba oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Untuk menambah kemeriahan, masyarakat mulai menggunakan lampu listrik yang di rangkai sedemikian rupa. Penggunaan lampu listrik berawal dari harga minyak tanah yang melambung tinggi pada tahun 2012, sehingga pemerintah mulai menyarankan menggunakan lampu listrik," jelas Halim.
Halim berharap tradisi malam pasang lampu tidak punah. Sebab, tradisi itu memiliki nilai agama yang sangat tinggi. Apalagi konsep penggunaan lampu yang kini semakin menghilangkan nilai sejarahnya.
"Lampu tradisional yang berbahan baku getah pohon damar yang disebut "tohetutu" ini kemudian dilupakan orang. Hanya beberapa warga yang masih mempertahankan "tohetutu" dengan mencari getah di hutan." tutupnya.
----
Reporter : Rahmat Ali
Editor : Febriandy Abidin