Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Makna Idul Fitri bagi Pejuang Negeri
14 Mei 2023 19:41 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Bayu Dharmala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tradisi kita sangat kental dengan suasana lebaran Idul Fitri yang penuh kehangatan dan kebersamaan. Dari gema takbir yang merdu dikumandangkan oleh umat muslim saat malam hari raya, hingga hangatnya suasana saling bermaafan sesuai Salat Id di lapangan.
ADVERTISEMENT
Berkumpul dengan sanak keluarga, melepas rindu dengan kerabat yang merantau jauh di kota, sambil menikmati ketupat dan opor ayam adalah bentuk kehangatan yang identik dengan nuansa lebaran di negara mayoritas muslim termasuk Indonesia.
Tidak hanya itu, kekhidmatan suasana lebaran juga bisa dilihat dari kebersamaan untuk saling berbagi zakat fitrah dan membahagiakan keluarga dengan berbelanja kue lebaran dan baju baru. Tetapi, suasana tersebut mungkin tidak dirasakan oleh para pejuang negeri yang tengah bekerja untuk menafkahi keluarga atau belajar di luar negeri untuk nantinya kembali mengabdi ke Bumi Pertiwi.
Mereka yang tinggal di negara yang bukan mayoritas muslim seperti di Amerika Serikat yang tentu memberikan pengalaman dan makna lebaran yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Lebaran di Amerika, khususnya di Kota Tucson negara bagian Arizona, tahun ini jatuh pada Jumat 21 April 2023 waktu setempat. Kendati jauh dari keluarga di Indonesia, suasana lebaran di Amerika tidak terlalu sepi sebab ada beberapa masyarakat muslim yang berasal dari berbagai negara, misalnya Afrika, India, Timur Tengah, Malaysia, dan tentunya Indonesia.
Saat berkumpul bersama, mereka terlihat sangat akrab dalam naungan payung islam meskipun memiliki budaya dan latar belakang yang berbeda. Mereka bisa berbaur dan bersosialisasi dengan ramah.
Di Kota Tucson Arizona sendiri terdapat wadah bagi para umat muslim untuk beribadah dan berkumpul, yakni Islamic Center of Tucson (ICT) yang memfasilitasi kegiatan Idul Fitri seperti melihat hilal (moonsighting) mengkoordinasi pembagian zakat fitrah dan pelaksanaan Salat Id.
ADVERTISEMENT
Kekhikdmatan Murni untuk Kembali Fitri
Makna mendalam yang didapat dari pengalaman berlebaran di negeri Paman Sam ini adalah tentang kekhidmatan murni untuk kembali fitri kendati tidak dalam suasana ramai. Pada hakikatnya, lebaran tidak harus selalu dirayakan dengan hiruk pikuk dan pesta pora.
Ini adalah sebuah momen yang tepat untuk merefleksi diri dan berintrospeksi akan perbuatan dan sikap kita selama ini. Setelah sebulan penuh menjalankan puasa di bulan suci Ramadhan, sudah saatnya kita mencapai klimaks ibadah kita yaitu menjadi fitri terlepas terlepas dari apapun suasananya dan dimanapun kita berada.
Ketika kita mampu memaknai dan menginternalisasi kesucian nilai Idul Fitri tersebut, walaupun berlebaran jauh dari sanak famili dan tidak merasakan kehangatan lebaran yang biasa kita dapatkan di tanah air, kita tetap dapat menjalankan ibadah Idul Fitri dengan khidmat untuk meraih nilai kemenangan dan keberuntungan yang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan firman Allah SWT: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) (14) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang (15).” (QS. Al-A’la, 14-15).
Nilai Toleransi dan Kesalehan Sosial
Makna mendalam lain yang dapat kita petik dengan berlebaran di luar negeri adalah nilai toleransi untuk meningkatkan kesalehan sosial. Selama ini ada anggapan bahwa seseorang harus menghargai umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa dan Idul Fitri.
Misalnya dengan tidak makan dan minum di depannya, tidak mengeluarkan perkataan yang menyulut emosi, dan memberikan kompensasi hari libur saat Ramadhan dan Idul Fitri.
Namun, pengalaman berpuasa dan berlebaran di Amerika memberikan makna yang lain bahwa konsep toleransi tidak hanya secara khusus ditujukan kepada non-muslim yang perlu bertelorensi kepada warga muslim yang sedang beribadah.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya kaum muslim yang juga harus mengerti dan menghargai mereka yang tidak menjalankan ibadah tersebut. Bentuk toleransi yang dapat dilakukan adalah dengan menjalankan rutinitas kita, baik bekerja atau belajar, dengan baik namun tetap menjaga nilai kemurnian ibadah kita.
Ketika kita bisa menginternalisasi nilai tersebut, tentu kita akan bisa beribadah dengan tenang dengan memahami keadaan sosial kita. Dari situ akan tumbuh nilai toleransi yang semakin kuat dan meningkatkan kesalehan sosial kita.
Bagi warga Indonesia yang sedang studi atau bekerja diluar negeri, perlu disadari bahwa kita berada pada posisi minoritas di mana jumlah penduduk muslim hanya segelintir saja. Di Amerika sendiri, berdasar data dari VOA Indonesia, jumlah masyarakat muslim di Amerika pada tahun 2017 adalah 3,5 juta atau setara 1,1 persen dari total warga Amerika.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu tentu akan jauh lebih banyak mereka yang tidak menjalankan ibadah di bulan suci ini, baik itu berpuasa atau berlebaran.
Kemudian, bagi mereka yang sedang studi atau bekerja, tentu tidak akan dijumpai kebijakan perusahaan atau kampus untuk penyesuaian rutinitas belajar dan pekerjaan selama Idul Fitri layaknya di Indonesia, seperti pengurangan jam kerja kantor, penyesuaian jam belajar di sekolah atau kampus, insentif THR, libur Idul Fitri, dan lain lain.
Kondisi ini penting untuk disadari agar membangkitkan toleransi kita bahwa sejatinya para kaum muslim lah yang sejatinya memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk bertoleransi. Dari sini kita juga bisa belajar menghargai orang-orang yang tidak beribadah, serta tidak serta-merta menuntut untuk selalu ditoleransi oleh orang lain dan instansi tempat kita belajar atau bekerja.
ADVERTISEMENT
Toleransi akan kita peroleh setelah kita dapat mentolerir orang lain dan menghargai keadaan yang ada. Dengan adanya rasa toleransi yang tinggi—meski tidak dijumpai gema takbir seperti di Indonesia, pesta pora belanja lebaran, dan momen berkumpul bersama keluarga tercinta—makna Idul Fitri tetap terasa di kala kita mampu mengendalikan diri di tengah-tengah lingkungan yang seolah tidak berpihak pada kaum muslim.
Di sini kita dapat memaknai lebih dalam dan mengasah spiritualitas yang dapat meningkatkan kualitas hubungan kita dengan Sang Pencipta.