Konten Media Partner

Bagaimana Rusia Membuat Mesin Propaganda Baru untuk Operasi Militernya

29 Mei 2022 19:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Katu identitas salah satu laki-laki Maroko yang berbicara dengan BBC, terpampang dalam laporan video Southern Front.
zoom-in-whitePerbesar
Katu identitas salah satu laki-laki Maroko yang berbicara dengan BBC, terpampang dalam laporan video Southern Front.
Belum genap sepekan kota Berdyansk di Ukraina dikuasai tentara Rusia, sebuah kantor media online baru yang berpihak pada Kremlin muncul di kota itu.
Perusahaan itu, yang jika dalam Bahasa Inggris bernama Southern Front (Fron Selatan), membuat dan menyebarkan propaganda pro-Vladimir Putin melalui YouTube, aplikasi media sosial Telegram, dan sebuah situs yang menyasar area-area baru yang berada di dalam kendali Rusia.
Southern Front mengunggah pesan pertamanya tepat pada hari pertama invasi Rusia ke Ukraina, dan sekarang media itu sudah memiliki beberapa koresponden yang memasok berita setiap harinya.
BBC telah mengungkap bahwa temuan-temuan dalam laporan mereka itu tidak sama seperti yang pertama kali muncul.
Pada awal Maret, koresponden Southern Front berada di Berdyansk. Mereka melaporkan para tentara Rusia tampaknya telah menggagalkan sebuah serangan dan membunuh dua warga Maroko yang terlibat dalam serangan tersebut. Si reporter menuduh para laki-laki itu adalah tentara bayaran untuk Ukraina.
Namun, tampaknya beberapa unsur dalam video tersebut direkayasa.
Laporan Southern Front mengklaim orang-orang yang melakukan serangan tertangkap kamera.
Dua laki-laki Maroko yang diidentifikasi dalam serangan tersebut diduga membawa izin tinggal di Ukraina saat mereka ditemukan.
BBC melacak salah satu dari mereka. Menurut laporan Southern Front, laki-laki itu sudah tewas, tapi kami berbincang dengannya di media sosial. Dia meminta identitasnya dirahasiakan, tapi dia mengatakan tidak mengetahui atas laporan Rusia itu dan dia sudah meninggalkan Ukraina sebelum invasi dan kembali ke Maroko.
Southern Front mengunggah video-video yang berisi klaim tidak berdasar secara rutin.
Kebanyakan laporan mereka mengklaim bahwa "kehidupan yang damai" telah berlangsung di daerah yang sudah dikuasai, dilengkapi narasi yang membenarkan invasi Rusia.
Dalam sebuah paket video, seorang koresponden melaporkan dari perpustakaan. Dia mengaku menemukan banyak contoh buku yang berisi "simbol Nazi". Tidak ada bukti yang terlihat di layar. Buku-buku yang muncul di depan kamera malah karya-karya penulis Ukraina kontemporer tentang peristiwa-peristiwa sejarah, seperti pertempuran Ilovaisk.
Reporter Southern Front mengklaim telah menemukan "literatur Nazi" di perpustakaan lokal ini.
"Southern Front kemungkinan menjadi bagian dari strategi yang lebih luas dari Rusia untuk mengendalikan wilayah-wilayah di Ukraina yang sudah mereka kuasai," kata Jualia Smirnova, seorang analis dari Instute for Strategic Dialogue.
Perusahaan media itu, beserta saluran-saluran media sosialnya, menggambarkan pendudukan Rusia di wilayah selatan sebagai "pembebasan", dan tentara-tentara Rusia sebagai "pelindung", kata Smirnova.

Siapa di belakang Southern Front?

Southern Front muncul hanya beberapa jam setelah pasukan Rusia melakukan invasi pada 24 Februari lalu. Pada saat itu, saluran Telegramnya mempublikasikan pesan pertama.
Dalam pesan itu tertulis, "Vladimir Putin mengumumkan dimulainya operasi khusus untuk demilitarisasi dan de-Nazifikasi wilayah Ukraina!" Kala itu jumlah pengikutnya masih 25, sekarang sudah 23.000.
Para pembawa acaranya kerap terlihat menggunakan baju berlambang huruf Z, simbol pro-perang Rusia.
Situsnya didaftarkan sehari kemudian. Awalnya menggunakan server Rusia dari Kota St Petersburg, kemudian pindah ke penyedia Cloudflare Amerika, yang memungkinkan situs itu menyembunyikan identitas pemiliknya.
Saluran tersebut secara rutin memproduksi berita-berita reguler yang digawangi oleh para presenter muda, yang tampaknya masih amatir, dari wilayah Krimea yang dicaplok Rusia pada 2014, atau republik-republik yang mendeklarasikan dirinya sebagai separatis. Sumber-sumber berita dari Ukraina sebagian besar telah terputus.
Salah satu presenter yang dihubungi oleh BBC Rusia mengaku mereka bekerja secara gratis, dan tidak tahu siapa yang mendanai operasi perusahaan tersebut.
Kami juga bertanya kepada Southern Frotn tentang kepemilikannya, tetapi tidak mendapat tanggapan.
Wawancara dengan tokoh-tokoh pro-Rusia, termasuk wali kota Melitopol yang baru dilantik.
Namun, tampaknya sebuah organisasi berpengaruh, yang memiliki hubungan dengan pemerintah Rusia, terlibat dalam pembuatan konten Southern Front.
Setelah menonton puluhan video, kami melihat kebanyakan dari video itu direkam di ruang konferensi yang menampilkan logo Komite Integrasi Rusia-Donbas. Artinya, gedung organisasi ini digunakan untuk syuting.
Misi komite yang berbasis di Krimea itu, yang tercantum di situsnya, adalah membangun hubungan ekonomi dan kemanusiaan dengan Krimea dan republik separatis pro-Rusia di Donbas.
Para pemimpin republik yang memproklamirkan diri di Ukraina timur ini memiliki peran kunci dalam organisasi tersebut. Koordinatornya adalah Andrei Kozenko — mantan anggota parlemen Rusia, yang masuk daftar sanksi AS dan Uni Eropa.
Logo Komite Integrasi Russia-Donbas terlihat di beberapa video yang dipublikasikan.
Konten-konten Southern Front menjangkau audiens jauh melampaui situsnya.
Sebuah jaringan akun-akun di Telegram yang memiliki pemikiran serupa di kota-kota yang telah dikuasai, sering menerbitkan materinya sendiri.
Secara kolektif, saluran ini sekarang memiliki lebih dari 80.000 pengikut, meskipun penelitian kami menunjukkan setidaknya sepertiga dari jumlah itu mungkin dibayar untuk meningkatkan jumlah penonton secara artifisial. Di tiga saluran, jumlah pengikutnya melonjak lebih dari 10.000 dalam satu jam pada 29 Maret, menurut analisis TG Stat, yang melacak data Telegram.
Meskipun pengikutnya relatif kecil di media sosial, Southern Front mendapat dukungan dari akun-akun berpengaruh, termasuk seorang blogger yang memiliki lebih dari 650.000 pengikut. Ada juga media pro-Kremlin seperti Moskovsky Komsomolets, surat kabar yang berbasis di Moskow, yang ditemukan di sebagian besar negara pasca-Soviet .
Namun, perlawanan telah dimulai. Pekan lalu, aktivis pro-Ukraina meretas situs Southern Front dengan pesan tentang kota Kherson, di mana penguasa barunya mengatakan mereka ingin wilayahnya dianeksasi oleh Rusia.
Peretas juga mengunggah poster bertuliskan "Kherson adalah Ukraina" ke situs Southern Front.
Salah satu unggahannya memperingatkan bahwa setiap individu yang terlibat dalam apa yang disebut sebagai referendum tentang masa depan kawasan itu, akan dihukum oleh Ukraina.
Salah satu kutipannya mengatakan, "Selamat datang di Neraka!!!"
Meskipun diserang, situs itu kembali aktif tak lama kemudian.
Ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan bagi penduduk setempat jika proyek itu berdiri sendiri. Setelah Krimea, yang berada di dekatnya, dianeksasi pada 2014, media-media independen di Kherson diusir, kata Smirnova.
"Di Ukraina selatan, pihak berwenang Rusia kemungkinan akan mengikuti jalan yang sama dengan mengancam dan menangkap wartawan independen, membungkam media independen, dan menggantinya dengan saluran propaganda."
Samia Hosny dan Olga Robinson dari BBC Monitoring berkontribusi pada laporan ini.