Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kematian Akibat COVID-19 di China Meningkat, Peti Jenazah Habis Diborong Warga
26 Januari 2023 10:30 WIB
·
waktu baca 6 menitDalam beberapa bulan terakhir, mereka mengaku belum sempat beristirahat.
Seorang penduduk desa yang hendak memesan peti, mengatakan bahwa peti-peti jenazah di daerah itu sudah habis terjual.
Ia tertawa dengan sentuhan humor gelap yang menjadi ciri khas daerah itu bahwa para pekerja di sektor pemakaman telah meraup keuntungan kecil.
Ada banyak perdebatan terkait angka kematian sebenarnya akibat Covid-19 di China di kala virus menyebar ke kota-kota besar.
Sekitar 80% dari populasi, yakni lebih dari satu miliar orang, telah terkena Covid-19 sejak China mencabut kebijakan ‘nol Covid’ Desember lalu, menurut epidemiolog terkemuka Wu Zunyou.
Akhir pekan lalu, China melaporkan jumlah kematian akibat Covid mencapai 13.000 jiwa dalam waktu kurang dari seminggu, menambah total kematian awal, yakni 60.000 jiwa yang sudah tercatat sejak bulan Desember.
Namun, angka kematian tersebut belum tentu mencerminkan situasi yang sebenarnya.
Sebab, kematian yang dihitung hanya yang terjadi di rumah sakit, sementara di desa-desa hanya ada sedikit layanan kesehatan dan pengidap Covid-19 yang meninggal di rumah sebagian besar tidak terhitung.
Bahkan, sampai sekarang belum ada estimasi resmi terkait angka kematian di wilayah pedesaan. Tetapi BBC menemukan bukti bahwa jumlah korban yang tewas kian meningkat.
Namun, angka kematian tersebut belum tentu mencerminkan situasi yang sebenarnya.
Sebab, kematian yang dihitung hanya yang terjadi di rumah sakit, sementara di desa-desa hanya ada sedikit layanan kesehatan, serta pengidap Covid-19 yang wafat di rumah sebagian besar tidak terhitung.
Bahkan, sampai sekarang belum ada estimasi resmi terkait angka kematian di wilayah pedesaan. Tetapi BBC menemukan bukti bahwa jumlah korban yang tewas kian meningkat.
Situasi Krematorium di Sebuah Desa Kecil di China
Kami mengunjungi krematorium lain dan mereka pun juga sibuk. Sejumlah pelayat berpakaian putih bergerak maju sambil membawa kotak upacara yang kemudian akan diisi jenazah orang yang mereka kasihi.
Di desa lain, kami melihat sepasang pria dan perempuan memindahkan beberapa burung besar yang terbuat dari kertas tisu pada bagian belakang truk pengangkut.
”Ini adalah bangau. Anda menunggangi bangau ke alam baka,” kata perempuan itu.
Sembari mereka memasukkan lambang-lambang agama Buddha lainnya yang dibentuk dari kertas tisu, mereka mengatakan ada ledakan permintaan untuk dekorasi pemakaman. Bahkan dua sampai tiga kali lipat dari biasanya.
Semua orang yang kita temui di bagian Shanxi ini yang bekerja di industri pemakaman mengatakan hal yang sama mengenai meningkatnya kematian dan mereka semua menyebut wabah corona sebagai penyebabnya.
”Beberapa orang yang sakit sudah sangat lemah dari awal,“ kata seorang pria yang tengah mengangkut barang ke truk. ”Kemudian mereka terkena Covid, dan tubuh tua mereka tidak bisa menahan [sakitnya].”
Kami mengikuti truk itu ke tempat di mana karya-karya seni itu hendak dikirim dan bertemu dengan Wang Peiwei. Ia baru saja kehilangan saudara perempuan iparnya.
”Setelah ia terkena Covid, ia mengalami demam tinggi dan organ-organ tubuhnya mulai berhenti berfungsi. Sistem imunnya tidak cukup kuat untuk bertahan,” kata Wang.
Halaman rumah keluarga itu dipenuhi hiasan-hiasan untuk upacara pemakaman. Wang memberi tahu kami bahwa masih ada lebih banyak gambar, bunga, dan sejenisnya yang sedang diantar.
Berdiri di depan tenda halaman di mana tubuh saudara iparnya ditutupi kain, Wang menjelaskan pada upacara pemakamannya, 16 orang akan mengangkat peti jenazah dan menguburkannya sesuai adat-istiadat.
Meski biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan pemakaman itu meningkat pesat di tengah tingginya jumlah kematian Covid-19, ia rela membayar lebih demi mengenang mendiang saudara-iparnya.
“Dia adalah orang yang hebat. Kami harus mengadakan acara besar untuk mengantarnya pergi, yang terbaik yang mampu kita berikan,” katanya.
Pulang Kampung Membawa Risiko bagi Warga Lansia
Setiap tahun, ratusan juta orang muda pulang ke kampung halaman mereka untuk merayakan Tahun Baru Imlek. Perayaan tersebut merupakan hari terbesar China.
Namun, desa-desa yang menjadi tujuan mereka Sebagian besar dipenuhi oleh warga lansia yang rawan terkena Covid-19.
Ada kekhawatiran besar bahwa tahun ini, perpindahan penduduk besar-besaran dapat membuat virus Covid-19 menyebar ke daerah-daerah terpencil, hingga membawa dampak mematikan.
Pemerintah China telah memperingati warga yang tinggal di kota untuk tidak pulang kampung tahun ini jika keluarga mereka yang sudah lanjut usia belum pernah terkena Covid-19.
Dokter Dong Yongming, yang mengoperasikan sebuah klinik kesehatan di desa yang sangat kecil, memperkirakan sekitar 80% dari warga setempat telah terkena Covid.
“Semua penduduk desa datang ke kami ketika mereka sakit,” kata dia. ”Kami satu-satunya klinik di sini.”
Sebagian besar dari warga yang sudah wafat memiliki komorbid, ujar Dr Dong.
Dalam hal menangani jumlah obat yang mereka miliki di tengah wabah Covid yang menyerang desa, Dr Dong mengatakan mereka tidak pernah menjual obat ke warga yang tidak sesuai kebutuhan mereka.
“Misalkan, saya hanya memberikan empat tablet Ibuprofen per orang,” kata dia. “Mereka tidak perlu dua boks. Itu hanya akan terbuang.”
Namun, menurut Dr Dong, masa terparah dari wabah Covid-19 sudah berlalu: “Kami belum menerima pasien baru dalam beberapa hari terakhir.”
Menguburkan Mayat di Lahan Pertanian
Warga yang meninggal di desa kecil tempat Dr Dong mendirikan apotek dikuburkan di lahan pertanian. Sementara para petani tetap bercocok tanam dan memelihara ternak di sekitar gundukan tanah nenek moyang mereka.
Mengemudi di sepanjang jalan, kami melihat gundukan tanah baru dengan bendera merah dipasang di atasnya. Banyak kuburan yang serupa. Seorang petani yang menggembalakan kambing mengatakan bahwa itu adalah kuburan baru.
“Keluarga-keluarga menguburkan orang lansia di sini setelah mereka meninggal. Karena ada terlalu banyak,” katanya.
Di desanya yang berisi beberapa ribu penduduk, pria itu mengatakan sudah ada lebih dari 40 warga yang meninggal dalam gelombang Covid terbaru.
“Suatu hari ada satu orang tewas, besoknya ada orang lain [yang tewas. Tak berhenti dalam sebulan terakhir,” tutur dia.
Tapi di daerah pedesaan sini, mereka cukup filosofis terkait perkara hidup dan mati. Petani itu mengatakan orang-orang akan tetap merayakan tahun baru seperti biasanya.
"Putra dan menantu saya akan segera kembali," katanya.
Saya bertanya apakah penduduk setempat khawatir anggota keluarga yang kembali dapat membawa lebih banyak infeksi.
”Orang-orang tak perlu khawatir. Jangan takut!” ucap dia. ”Anda akan tetap terkena meskipun Anda berusaha sembunyi. Sebagian besar dari kami sudah pernah terkena Covid dan kami baik-baik saja.”
Petani itu dan banyak penduduk lainnya berharap gelombang mematikan Covid sudah berlalu dan untuk sementara waktu, mereka ingin menghabiskan waktu mereka bersama orang-orang yang hidup daripada menguburkan orang-orang yang sudah wafat.