Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Mengapa Pengobatan Alternatif Ida Dayak Diminati Banyak Orang?
6 April 2023 7:25 WIB
·
waktu baca 8 menitSeorang antropolog dari Kalimantan Timur menilai pengobatan alternatif masih menarik karena faktor "putus asa" masyarakat terhadap pengobatan medis.
Namun, dokter spesialis ortopedi mengingatkan masyarakat agar tetap mempertimbangkan segala risiko sebelum mengunjungi pengobatan tradisional.
Di sisi lain, pemerintah memunculkan wacana tentang kewajiban ahli pengobatan tradisional untuk memiliki surat pendaftar penyehat tradisional (STPT).
Kehadiran pengobatan alternatif dari pasar ke pasar oleh Ida Dayak sejauh ini diketahui baru dimulai awal 2021.
Siapa Ida Dayak?
Dari hasil informasi yang dihimpun berbagai media, Ida Dayak diketahui memiliki nama asli Ida Andriani. Ia lahir di Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur tahun 1972.
Pengobatan tradisional yang dijalankan oleh Ida Dayak yang ramai belakangan ini sebenarnya sudah sempat heboh pada 2021. Ia mengobati orang berkeliling dari satu pasar ke pasar lainnya, sambil menawarkan botol Minyak Bintang seharga Rp50.000.
Pertengahan Februari 2021, akun TikTok @Alvian2501 mengunggah video Ida Dayak yang sedang mengobati seorang pria yang tangan kanannya bengkok.
Saat mengoleskan Minyak Bintang pada pria tersebut, Ida Dayak kemudian merasakan adanya pen dalam tulang pria tersebut. "Masih juga bengkok biar ada pen," katanya sembari meluruskan tangan pria tersebut.
"Tidak usah bayar, gratis ya," kata Ida Dayak.
Video ini telah ditonton 35,5 juta kali dengan jumlah komentar sebanyak 30.000. Sejumlah media lokal kemudian memberitakannya. Sejak itu, video terkait pengobatan tradisional yang dilakukan Ida Dayak kerap mendapat komentar melimpah.
Selain urusan patah tulang, pengobatan tradisional Ida Dayak dalam video-video yang beredar antara lain mengobati orang yang kesulitan bicara, membuat pengguna kursi roda dapat menggerakkan kakinya, urat kejepit, hingga mata rabun.
Namun, nama sisipan "Dayak" ini juga mengundang tanya antropolog Universitas Mulawarman, Martinus Nanang. Musababnya, warga Kabupaten Paser cenderung mengakui dirinya sebagai etnik Paser yang terpisah dari Dayak.
"Ibu Ida ini bisa saja lahir di Paser. Saya nggak tahu apakah dia lahir di Paser dari keluarga Pasernya atau orang luar yang lahir di Paser."
Berdasarkan motif pakaian dan aksesoris yang digunakan Ida Dayak, "bukan motif etnik Paser, melainkan etnik Dayak Kenyah atau kelompok Kayanic yang terdiri dari Kayan, Kenyah dan Bahau."
Menurut Martinus, kemungkinan kata Dayak dipakai karena nilai jual lebih tinggi. "Kata Dayak itu memiliki nilai jual, eksotismenya itu yang dijual dengan kata Dayak itu," katanya.
Popularitas Ida Dayak dan Kemunculan Sejumlah Akun Mengatasnamakan Ida Dayak
Ida Dayak nampak dikawal ketat sekitar 10 anggota TNI untuk menghindari desakan kerumunan orang di Gelanggang Olahraga (GOR) Madivif 1 Kartika, Kostrad Cilodong, Depok, Senin (03/05).
"Kita hentikan kegiatan hari ini. Sudah kembali-kembali, naik mobil. Sudah tak usah kembali," teriak seorang melalui pengeras suara.
Hal ini tergambar dalam akun @idadayak7.
Itu adalah hari pertama kegiatan pengobatan alternatif perempuan asal Kalimantan Timur yang semula dijadwalkan selama dua hari, 3-4 April 2023.
"Bagaimana bisa menyelesaikan semua ini sehari, yang dari luar kota jangan datang dulu. Ini bukan Bu Ida yang ngga datang. Datang, tapi di dalam dan sudah full juga pasiennya," tulis keterangan dalam cuplikan video tersebut.
Dalam keterangan terbarunya, Ida Dayak mewanti-wanti calon pasiennya agar tidak membeli Minyak Bintang di toko online. Minyak khas Kalimantan ini digunakan sebagai obat dan dijual Ida kepada pasiennya selama pengobatan berlangsung.
"Pengobatan ikhlas [gratis]. Kalau bisa jangan beli obat online, itu jangan. Karena Ibu Ida tidak mau jual obat online. Video saya hanya dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab," katanya dalam sebuah unggahan.
BBC News Indonesia mendapati setidaknya terdapat 29 akun berbeda melalui pencarian kata "Ida Dayak". Sebagian akun Instagram ini menawarkan Minyak Bintang sekaligus jadwal pengobatan.
Dua tawaran jasa yang dibantah Ida Dayak melalui akun @idadayak7 di TikTok.
"Itu hanya penipuan saja, jangan mau. Sebab ketemu Ibu Ida, langsung ketemu. Tidak pakai uang, tidak ada pakai pendaftaran. Pengobatannya gratis," kata Ida Dayak.
Dalam pemeriksaan serupa, BBC Indonesia juga menemukan lebih dari 30 akun yang masuk dalam kata pencarian "Ida Dayak" di TikTok. Sebagian akun ini juga menjual Minyak Bintang dan jasa pendaftaran.
Mengapa pengobatan alternatif Ida Dayak diminati?
Antropolog sosial-budaya dari Universitas Mulawarman di Kalimantan Timur, Martinus Nanang, mengatakan sebagian masyarakat masih percaya dengan kekuatan supranatural.
"Sepertinya kepercayaan itu masih kuat di seluruh Indonesia," kata Martinus kepada BBC News Indonesia, Rabu (04/05).
Faktor ini yang mendominasi alasan minat masyarakat masih tinggi terhadap pengobatan alternatif, kata Martinus.
Kepercayaan terhadap yang di luar nalar itu kemudian dibuktikan melalui video yang bersirkulasi di tengah masyarakat lewat media sosial.
"Orang suka melihat yang sulit dipercaya, tapi terjadi. Kalau melihat videonya, kalau tidak diedit-edit, sepertinya betulan," katanya.
Ditambah lagi, lanjut Martinus, pengobatan alternatif ini juga difasilitasi oleh TNI. "Orang lebih percaya lagi, orang akan terkesan nggak main-main Ibu Dayak ini sampai ada institusi yang mendukungnya," katanya.
Dalam sebuah unggahan, bahkan mantan Panglima TNI Andika Perkasa menyempatkan diri menyapa Ida Dayak saat sedang makan.
Masih Ingat Ponari?
Martinus juga menilai minat masyarakat terhadap pengobatan alternatif bukan karena menolak pengobatan medis.
"Di Kalimantan, di pedalaman itu, orang kalau sakit nggak ke alternatif dulu. Beli obat dulu, pergi ke dokter, pergi ke rumah sakit. Nanti kalau sudah putus asa nanti kembali ke alternatif," katanya.
Kondisi ini, kata Martinus, umumnya juga berlaku untuk masyarakat di wilayah lainnya. Masyarakat yang frustasi penyakitnya tak kunjung sembuh karena pengobatan medis, akan mencari sosok yang memiliki mukjizat untuk menyembuhkan.
Ia juga meyakini hal ini akan terus ada di tengah masyarakat Indonesia.
Sebelumnya juga terdapat kasus pengobatan alternatif yang sempat menghebohkan di Indonesia, tapi kemudian surut.
Contoh kehebohan pengobatan alternatif ini adalah Ponari Batu Petir (2010-2011) dan Ningsih Tinampi (2015).
Tapi pengobatan alternatifnya berangsur-angsur tak lagi jadi pembicaraan warganet.
"Saya yakin, ke depan akan ada orang-orang seperti itu. Tapi dia tidak akan menjadi fenomena dominan. Muncul kemudian tenggelam, terus nanti yang lain muncul lagi," kata Martinus sambil menambahkan hal ini tak perlu ditolak meskipun tak bisa diterima nalar.
"Biarlah masyarakat berkembang menilainya sendiri, nggak perlu ditolak. Dan orang kan mencari jalan, terutama jadi ultimate solution ketika yang lain nggak jalan. Orang akhirnya cari jalan akhir, oh itu bisa membantu."
Dalam kasus tertentu, pengobatan alternatif justru dikembangkan menjadi pengobatan medis, seperti refleksologi .
Apa Pendapat Ahli Kesehatan?
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Ari Fahrial Syam menilai "tindakan" yang dilakukan Ida Dayak merupakan pengobatan tradisional pada umumnya.
"Jadi ini seperti misalnya seperti metode pengobatan yang juga sering dilakukan oleh para pengobat tradisional, terapi alternatif yaitu untuk melakukan relaksasi pada otot, atau juga pada dukun-dukun patah tulang yang melakukan proses pengurutan disertai dengan pemberian minyak," kata Prof. Ari kepada BBC News Indonesia, Kamis (06/04).
Hal yang menjadikannya besar adalah informasi yang mudah tersebar melalui media sosial. "Sekarang dengan cara viral sehingga orang berbondong-bondong," katanya.
Prof. Ari juga mengatakan "wajar saja" masyarakat ingin mendapatkan pelayanan tersebut karena kemungkinan sudah "bolak-balik" ke rumah sakit tapi tidak sembuh.
"Tapi tentu masyarakat sendiri yang menilai, apakah dia memang dia mendapatkan manfaat, atau mendapat manfaat plasebo saja, semu saja," ujar Guru besar pada departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Dokter spesialis ortopedi tulang dan traumatologi, dr Oryza Satria mengakui keberadaan pengobatan tradisional di Indonesia untuk patah tulang. Tapi ia tak bisa menyebutnya sebagai tindakan benar atau salah.
"Intinya, jangan membuat pasien merasa kesakitan, baik pengobatan tradisional maupun medis sebaiknya mengikuti kaidah itu," kata dr Oryza seperti dikutip dari Antara.
Ia juga menanggapi pengobatan Ida Dayak yang menurutnya memiliki "keilmuan berbeda."
"Kalau dari segi ortopedi, sudah ada standarnya baik dari segi anatomi atau susunan tubuh manusia... kemudian tindakan yang diperlukan misalnya bedah, semua itu ada keilmuan dengan standarisasi yang baku," tambah dr Oryza.
Bagaimanapun, ia tetap memperingatkan agar masyarakat tetap mempertimbangkan risiko sebelum berobat secara tradisional. Kata dia, masyarakat perlu mencari informasi yang benar dan terpercaya agar tindakan yang dilakukan tidak berakibat buruk.
"Setiap tindakan yang dilakukan itu harus jelas risiko dan komplikasi yang ditimbulkan apa, baik jangka pendek, menengah dan panjang, karena semua tindakan pasti ada risiko dan komplikasinya, jangan mudah percaya pada kesembuhan instan atau janji-janji manis," kata dr Oryza.
Di sisi lain, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan tidak ada aturan yang melarang pengobatan tradisional.
Tapi keberadaan para ahlinya harus disertai dengan surat pendaftar penyehat tradisional (STPT). Hal ini sebagai bagian dari upaya perlindungan konsumen, tenaga kesehatan dan pelayanan publik yang diatur dalam undang undang.
"Kita tentunya akan melakukan pembinaan terhadap pengobatan tradisional ataupun tenaga penyehat tradisional (hatra) termasuk bahwa hatra memiliki STPT," kata Siti Nadia kepada Kompas.TV .
Terkait pengobatan Ida Dayak, Siti Nadia belum bisa memastikan apakah sudah memiliki STPT atau tidak.
"Nah, mesti cek ke dinas kesehatan setempat, sudah pernah dilakukan sosialisasi kah tentang hatra di daerahnya," lanjut Siti Nadia.